Minggu, 27 November 2011

Desa Mendupo - Tana Tidung


Warga Desa Mendupo
Saya semakin bersemangat menulis cerita dari rangkai perjalanan yang saya lalui, karena dengan menulis saya secara tidak langsung turut serta berbagi pengalaman, berbagi informasi dan juga mempromosikan suatu objek wisata daerah ke ruang yang lebih luas. Setidaknya, saya dapat mengenalkan daerah-daerah yang mungkin tak akan dikunjungi orang lain karena pertimbangan waktu, lokasi dan juga pertimbangan nilai pariwisatanya. Semangat menulis ini tentu saja setelah saya melihat statistic pengunjung setiap harinya di blog ini. Blog yang belum genap berusia satu tahun ini benar-benar diluar ekspektasi saya ketika membangunnya. Aku hanya ingin menulis apa yang aku bisa, dan tak terpikir kalau tulisan ini dapat dibaca dimana saja dan oleh siapa saja dengan bantuan sarana koneksi internet. Sungguh, awalnya aku hanya ingin berbagi dengan teman-teman dekat
saja yang tentunya telah mengenalku sebelumnya. Namun kini, blog ini menjelma menjadi sebuah tulisan yang mau tidak mau, siap tidak siap harus berbenah karena dapat diakses oleh khalayak luas. Media inipun melebarkan jumlah pertemanan saya dengan berbagai sahabat baru dari berbagai daerah. Rasanya sungguh menyenangkan ketika saya dicontact dan dimintai informasi tambahan dari tulisan yang saya posting di media ini.

Dari beberapa tulisan yang saya buat, ternyata pembaca lebih banyak yang mengunjungi tulisan-tulisan dengan objek tulisan mengenai daerah sekitar saya, padahal semua tulisan-tulisan tersebut saya buat sekenanya saja, tak terlalu serius dan sebagai tambahan saja. Sementara tulisan-tulisan yang saya buat dengan persiapan dan proses edit yang panjang ternyata tak cukup menarik pembaca untuk mengaksesnya. Sebenarnya bukan sekadar tulisan yang baik tetapi liputan dari satu objek yang dijadikan bahan penulisan. Sayapun ketika berkunjung ke beberapa blog tetangga, akan lebih tertarik dengan tulisan yang mengangkat tentang daerah-daerah yang tidak terekspos media. Daerah-daerah tingkat II hingga tingkat kelurahan di masing-masing lokasi akan menjadi magnet tersendiri untuk kita simak. Alasannya, karena daerah-daerah kecil tersebut mungkin tak menarik minat kita untuk berkunjung kesana, namun setidaknya kita dapat membawa imajinasi kita lewat tulisan yang disharing blogger yang menulisnya. Berangkat dari hal tersebut diatas, akhirnya saya juga berniat untuk menuliskan beberapa daerah pedalaman di Kalimantan lingkungan saya. Cara hidup berkelompok yang kita kenal dalam pelajaran sejarah di bangku sekolah, melahirkan peradaban yang berkelompok-kelompok juga. Akhirnya, dari satu kelompok kecil tersebut, terbentuklah sebuah perkampungan. Antar satu kampung dengan kampung lainnya terpisah jarak yang cukup jauh. Alhasil, jika kita melintas jalan poros Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur bagian utara, akan tampak beberapa kelompok desa yang terpisah jarak antara satu dengan yang lainnya.
Salah satu desa yang akan saya publish kali ini adalah desa Mendupo, Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur. Mari kita simak….

Desa Mendupo Kab Tana Tidung Kalimantan Timur

Jalan-Jalan Selebriti kali ini sebenarnya bukan dalam rangkaian hari libur atau bersenang-senang. Pekerjaanku saat itu dalam posisi dapat ditinggalkan sejenak. Akhirnya aku sempatkan untuk ikut teman kerja yang berkunjung ke desa Mendupo untuk perekrutan tenaga kerja harian. Perusahaan tempat aku bekerja memang terbiasa mempekerjakan masyarakat setempat untuk berbagai kegiatan, dan salah satu kegiatan perekrutan tersebut aku sempatkan untuk ‘meliput’ wajah desa pedalaman Kalimantan ini.
Desa Mendupo adalah sebuah kebudayaan sungai. Seperti laiknya desa-desa lain, desa Mendupo memanfaatkan aliran sungai sebagai sumber kehidupan mereka. Nama Mendupo diambil dari nama anak sungai yang mengaliri desa mereka. Suku yang mendiami desa ini adalah suku dayak brusu. Jarak perjalanan dari ibu kota kabupaten Tana Tidung kurang lebih satu jam perjalanan darat, atau dua jam perjalanan dari kota kabupaten Malinau. Desa ini tak berada di pinggir jalan poros trans Kalimantan. Jarak desa ini dengan jalan poros sekitar tiga kilometer. Dari jalan poros terlihat gerbang selamat datang dengan gaya konstruksi yang khas.
Gerbang Selamat Datang
Konstruksi bangunan gerbang selamat datang terbilang cukup menarik. Tidak seperti beberapa gerbang selamat datang di beberapa desa selainnya, desa ini terbilang serius membangunnya. Tidak hanya dari sisi daya tahan bangunan untuk jangka lama namun mode bangunan gerbang yang telah mengakomodir nilai seni kedaerahan. Bangunan gerbang yang terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) ini terlihat kokoh, tinggi dan lebar. Dua tiang penyangga di setiap sisinya berupa relief yang berbeda satu sama lain. Terlihat ukiran binatang Orang Utan dan Buaya di tiang bagian kiri, menandakan dua binatang ini adalah spesies khas hutan Kalimantan. Sementara di tiang bagian kanannya, terdapat relief manusia suku dayak yang sedang menikmati air minum pengasih. Air Pengasih adalah minuman khas suku dayak yang merupakan permentasi umbi-umbi dengan dicampur berbagai bahan lainnya. Seperti tuak jika di daerah lainnya. Air Pengasih biasa dikomsumsi secara bersama-sama dan ditempatkan di dalam sebuah wadah berupa tempayan (atau kendi, guci). Air Pengasih biasa dikomsumsi saat acara kematian, acara ingin memulai menanam di ladang atau masa panen hasil ladang.
Ada yang menarik ketika saya berkunjung ke desa ini. Dari pintu gerbang selamat datang, jalanan terlihat mulus beraspal. Namun ternyata, jalan beraspal ini tak tuntas hingga ke pemukiman warga desa. Hanya sekitar satu kilometer saja, setelahnya jalan hanya ditimbun dengan batu besi. Ketika saya memasuki gerbang kedua, gerbang selamat datang untuk memasuki daerah pemukiman warga, tampak warga desa sedang bergotong-royong di bagian depan pintu gerbang ke dua. Kita memarkir kendaraan, dan disambut sang kepala desa. Karena agenda perjalanan ini adalah menemani rekan kerja yang sedang berurusan dengan kepala desa, akhirnya aku memisahkan diri untuk melihat detil setiap inch desa ini, sementara rekan kerjaku larut dalam aktivitasnya.
Sekolah Dasar
Desa Mendupo desa pedalaman yang telah tersentuh pembangunan desa. Telah ada semenisasi jalan yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Bahkan jalan ini sebagian telah diberi pagar dari kayu dan telah diberi cat pewarna. Telah tampak bangunan rumah ibadah gereja, Puskesmas Pembantu (Pustu), Sekolah Dasar Negeri dan juga Kantor Desa. Yang menarik adalah Sekolah Dasar di desa ini. Saya menghitung ada tujuh ruang belajar (mungkin satu ruang adalah ruang perpustakaan), satu bangunan terpisah untuk para guru dan juga beberapa rumah tinggal yang serupa yang mungkin adalah rumah dinas para pendidik. Ruang kelas juga sangat terawat, meja dan kursi di ruang belajar tampak layak dan rapi. Halaman yang berumput dan dihiasi dengan bunga-bunga di depan terasnya. Yang tak kalah syahdunya adalah berkibarnya sang saka merah putih di tengah halaman sekolah. Sebuah nasionalisme yang ditanamkan secara dini untuk mengenali negeri ini.
Rumah Penduduk Desa
Pemandangan lain yang dapat disaksikan di desa ini adalah rancang bentuk rumah tinggal warga desa suku dayak yang tentu saja khas. Rumah berbentuk panggung beratapkan daun nipah yang tak berdinding. Atap rumah dibuat memanjang hingga ke bagian lantai rumah. Sebagian atapnya dibiarkan tidak direkat (dipasak / dipaku). Atap tersebut sewaktu-waktu dapat dibuka dengan diberi tongkat kayu. Maka jadilah atap tersebut berfungsi sebagai jendela. Sirkulasi udara dapat berganti dengan baik.
Rumah Panjang, Rumah Adat Desa
Selain rumah penduduk warga desa dengan rancang bentuk konstruksi yang khas tersebut, terdapat juga beberapa bangunan dengan luas bangunan yang lebih besar. Bangunan seperti ini disebut sebagai Rumah Panjang. Rumah Panjang dapat digunakan sebagai balai adat, ruang pertemuan warga dan juga sebagai ruang serba guna warga desa setempat. Salah satunya sebagai acara resepsi pernikahan warga desa yang tentunya dilakukan dengan cara adat setempat.
Sudut Desa Mendupo
Lingkungan desa yang terlihat asri ini ternyata tak seasri sungai yang melintasnya. Sungai sebagai sumber kehidupan manusia ternyata tak lagi layak dikomsumsi, baik untuk mandi, cuci pakaian apalagi untuk diminum. Air sungai yang telah bercampur endapan lumpur hasil eksploitasi hutan tentu saja akan beresiko jika terus dikomsumsi, altertanif lain adalah dengan mengkomsumsi air hujan yang ditadah di dalam sebuah wadah berukuran bersar. Bukan saatnya untuk melempar bola siapa yang harus bertanggungjawab, namun bagaimana caranya kerusakan yang ada tak lagi terus bertambah dan sebisa mungkin menanamkan kepedulian sedini mungkin dengan mengubah gaya hidup agar tak lagi destruktif terhadap alam.
Satu lagi hal yang perlu saya share disini adalah pembangunan jalan dengan sanitasi yang terjaga. Parit-parit yang ada di setiap sisi jalan telah terbangun dengan baik, membantu peredaraian air limbah rumah tangga hingga dapat teraliri dengan lancar. Jarak satu rumah dengan rumah lainnya juga terlihat memiliki ruang udara yang lebih dari cukup, tidak seperti rumah-rumah di perkotaan yang tak jelas mana teras mana kakusnya. Seroang teman yang bersamaku saat itu, mengungkapkan kesediaannya jika saja ia menjadi seorang pendidik atau tenaga pengabdi dan tinggal di desa ini. Desa ini indah dan teduh. Masih tampak rimbun hutan di seberang sungai dan tentu saja lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk berladang. Akses ke kota sudah tak lagi menjadi halangan, karena jalan meski tak beraspal seluruhnya telah dapat menghubungkan warga desa ke pemukiman lain yang tentunya lebih lengkap perangakat sosial dan jasanya. Tulisan ini semoga dapat mewakili potret desa di pedalaman Kalimantan, sehingga jika anda suatu saat mendapatkan SK dari atasan anda untuk mengabdi di desa pedalaman dapat menjadikan referensinya dari tulisan ini. Tentunya, suatu saat nanti saya juga ingin mengunjungi beberapa desa pedalaman lain dan menuliskannya di media ini. Setiap desa pasti memiliki keunikan dan perbedaan yang mendasar. Semoga…..

Artikel Terkait
Comments
23 Comments

23 komentar:

  1. wah...beruntunglah mas iman bisa berinteraksi dengan hal hal yang masih berbau tradisi dan yang paling penting adalah bagaimana sebuah publikasi tidak membuat nilai tradisi yang sudah ada malah luntur secara perlahan.karena ternyata semakin tradisi itu di kenal khalayak banyak,cepat atau lambat ada pengaruh luar yang pastinya ikut membuat warna tersendiri dari kealamian sebuah nilai...itu sepertinya sudah hukum alam,tapi jujur aku suka kok sesuatu yang masih alami he..xx tetep posting yang natural ya mas...sebuah kesederhanaan akan terlihat indah dengan sendirinya...nice posting,semoga nilai tradisi akan terus berjalan sesuai jalurnya he..xx

    BalasHapus
  2. masih aku ingat dulu btpa susahnya akses jalan menuju desa tersebut. sejak 1997 aku dah mengenal desa tersebut.. hampir tiap hari dlu aku slalu kunjungi desa mendupo bahkan nginap di rumah panjang...kegiatan tata batas wilayah desa, penyelesaian konflik, pengadaan air bersih pembangunan gereja, pemberian peralatn sekolah hingga beasiswa dan honor guru dan juga pembuatan jalan dari jalan negara menuju desa pernah aku terlibat di desa mendupo..bahkan antar warga desa yg lg ???? tengah malam pun pernah ku jalani.. hingga saat ini bebrapa warga mash ku kenal kalo berjumpa di luar desa..sementara aku dah sekian taon ndk lagi berkunjung ke desa tersebut....sebuah kenangan yg pasti mash ku ingat.....Terimakasih bro..postingya

    BalasHapus
  3. Wah sepertinya anda dulunya bertugas sebagai Humas dari satu instansi tertentu. Benar brader, pembangunan telah masuk desa-desa pedalaman Kalimantan meskipun tidak pesat. Terimakasih kunjungannya, salam kenal.

    iman rabinata

    BalasHapus
  4. Thanq postinganx ya fren...
    Slalu excited ngikutin petualangan bacpakerx Iman... sssttt, lebih asik kalo bptualangan dg org yg tsayang... ayooo kapan nihh???
    Go Iman... ^_^

    BalasHapus
  5. makasih ya mas,udah share postingannya..
    jadi inget nih beberapa bulan yang lalu k desa tsb, bareng siwi,nona,miftah, dan pak armend.
    ternyata masyarakat mendupo baik2 dan ramah, d desa tsb kami di sambut kepala desa dan warganya dgn senang hati,bahkan kami sempat d jamu d balai desanya..waktu itu kami kebetulan lg membantu tugas pak armend untuk mendata ttg keterkaitan masyarakat desa tersebut dengan adanya hutan..dan hasilnya warga desa tsb juga masih sangat membutuhkan hutan dalam memenuhi kebutuhan hidup spt memburu, mengambil tanaman hutan dll..bagi masyrakat tersebut,hutan adalah harta terpenting bagi mereka.
    maka dari itu tugas kita adalah merawat hutan kita agar tetap berkelanjutan :D . .

    BalasHapus
  6. dwi putra mahasiswa pin dari ktt
    apakah ada konflik antara masyarakat desa mendupo dan perusahaan terdekat,entah itu knflik masalah tanah,atau vie dan sbagainya.mhn infrmasinya...kalo msalnya ada itu akn sya jdikan sebuah judul skripsi....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kira,setiap ada kegiatan selalu bersentuhan dengan masyarakat dan berdampak pada lingkungan, hanya saja apakah dampak tersebut akan menjadi serius jika tidak ditanggulangi dengan duduk bersama mencari solusi terbaik. Sepengetahuan saya, tidak ada konflik yang serius antar desa tersebut dengan perusahaan terdekat atau yang bersinggungan langsung dengan desa tersebut. Kalaupun ada, masalah akan dibicarakan dengan baik dan melibatkan pihak pemerintah sebagai penengah. Silakan saja berkunjung ќε desa tersebut dan melakukan observasi untuk skripsi anda, saran saya pelajari juga history dan karakter dari ќε dua belah pihak agar tulisan anda nantinya tidak menimbulkan opini yang tidak baik, akan menjadi point tulisan anda nantinya akan memotivasi warga desa untuk lebih giat membangun. Oya, kenapa lebih tertarik dengan konflik desa, bukannya pembangunan desa? Apapun pilihan anda, semoga apa yang akan anda tulis dapat bermanfaat bagi khalayak. Salam kenal, terimakasih atas kunjungannya.
      Iman rabinata

      Hapus
  7. saya juga akan KKN di Tanah Tidung, tapi saya masih buta dengan daerah ini,,,,huhphhhohohoh,,,,! salam kenal dari saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, semoga artikel ini bermanfaat. Salam kenal juga.

      Imanrabinata

      Hapus
    2. Mas, dulu saya pernah kuliah kerja nyata di desa bebakung dekatan sekali dengan desa mendupo, nanti kalau kkn dan tiba di sana hubungi saya yah? ke 085245526502, saya ingin tau keadaan di sana bagaimana.

      Hapus
  8. bais posting muyu tuh ken,, sedungan dame gileng siye..

    BalasHapus
  9. saya juga akan KKn di desa mendupo mas,, trims postingannya,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga KKNnya sukses. Terimakasih telah berkunjung.

      Hapus
  10. izin post kan link bapak di blog saya yah.. soalnya nanti mau KKN disana. Info info tentang desa mendupo dipaparkan jelas banget disini, jadi ngebantu.. makasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. TErimakasih, semoga artikel ini bermanfaat.

      Hapus
    2. Inggar, dulu saya pernah kuliah kerja nyata di desa bebakung dekatan sekali dengan desa mendupo, nantui kalau kkn dan tiba di sana hubungi saya yah? ke 085245526502, saya ingin tau keadaan di sana bagaimana.

      Hapus
  11. Mas ditahun 2007 dulu saya pernah kuliah kerja nyata di desa bebakung dan pernah jalan-jalan ke desa mendupo, begitu saya melihat foto-foto desa mendupo saya jd rindu ke sana, bagaimana yah kabar desa di sana? apalagi saya dulu pernah kenal anak kepala desa di sana, gmn yah kabarnya?

    BalasHapus
  12. hebat mas......aq salut, jujur aq asli sekatak belum pernah ke mendupo apa lagi menceritakan desa mendupo mana q tau kalo ndk baca blognya mas iman. heheheaq slalu masuk lo ke bloknya tp ndk komen karena bahasaq carut marut hehehe salam buat orang yang dicamp...ditunggu disamarinda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih. Semoga bertemu dilain waktu.

      Iman Rabinata

      Hapus
  13. Jadi tertarik baca setelah sekilas lihat tulisan Tana Tidung...
    dulu saya tinggal di Kapuak dan Tidung Pala dekat Puskesmas...
    salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. salam kenal juga. semoga tulisan ini bisa membawa anda kembali ke masa-masa ketika anda masih berada di kapuak dan tidung pala.

      Hapus