Laman

Jumat, 07 Desember 2012

Memori Kerinci


Ketika aku berada dalam sebuah petualangan, aku merasa, petualangan ini akan berakhir. Namun ketika aku berada dalam sebuah pendakian, aku berkata, aku akan terus mendaki, hingga keterbatasanlah yang akan mengakhiri.

Elkape Indonesia Adventure Team - Mt. Kerinci 2012
Ketika saya berada dalam sebuah perjalanan, menikmati deru kereta atau goyang sampan di lautan, berada dalam sebuah dunia baru dengan keragaman bahasa, polah serta perilakunya, saya merasa inilah plural yang indah, inilah perbedaan yang ramah.  saya terus membiarkan penat ini bersanding dengan potret negeri indah yang tak berkemas. Lelah, tetapi perjalanan telah menjelma bak terapi dalam sauna. Saya menikmati petualangan ini hingga sebuah kalimat bersarang di benak, bahwa perjalanan ini akan sampai pada hentinya. Perjalanan ini akan berakhir dan akan mengenal kata sudah.

Namun, ketika saya berada dalam sebuah pendakian, memikul beban menyeret langkah, memandang jurang dan kelamnya hutan, merangkak, memanjat, bergantung pada akar dan bebatuan, terjatuh, hingga meringkuk melawan dingin yang menghujam. Saya merasa, inilah jalan yang saya pilih. Saya tahu ini lelah, namun lelah itulah yang membuat saya betah. Saya tahu ini sakit, namun sakit inilah membuat aku sehat. Saya tahu ini mahal, namun mahal itulah yang mengajarkan saya kesederhanaan. Saya menikmati pendakian ini hingga sebuah kalimat bersarang di benak, bahwa pendakian ini tak akan sampai pada hentinya. Pendakian ini tak akan pernah berakhir hingga keterbatasanlah yang mengakhiri ini semua.


***

Pendakian kali ini menuju kegagahan gunung kerinci dengan ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut (mdpl). Memulai semua perjalanan dari desa hutanku di tepi sungai sekatak, kabupaten Bulungan provinsi Kalimantan Timur, aku menuju kodya Tarakan menempuh perjalanan sungai dan laut via speedboat. Dari kota Tarakan, perjalanan dilanjutkan menuju kota Jakarta dengan menggunakan pesawat udara Lion Air JT 673 tanggal 13 Nopember 2012. Ternyata saya satu penerbangan dengan sahabat lama yang melanjutkan studynya di Jakarta, mbak Efi yang lebih 10 tahun kita tidak bertemu. Selain mba Efi, ternyata kita juga satu flight dengan Wida, temen kantor yang telah selesaikan tugas kerjanya di Tarakan. Di Jakarta, menginap semalam di kediaman mba Fara Wahid di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Tidak sendiri, karena saya bersama rekan pendaki lainnya berasal dari Banjarmasin, Faris Yahya. Malam di Jakarta, menyempatkan untuk bertemu sahabat online di halaman Tugu Monas. Terimakasih untuk mas Fahrudin Muhammad yang sudah menyempatkan diri, juga mas Lalal, mba Rani dan mas Yudhis.

Keesokannya, perjalanan dilanjutkan menuju kota Jambi dengan menumpang pesawat Garuda. Mendarat di Bandar Udara Sultan Thaha pukul 12.35 kita lanjutkan menuju Taman Tanggo Rajo, sebuah lokasi bersantai dengan deretan penjaja makanan yang berada di tepi sungai Batanghari Jambi. Taman Tanggo Rajo atau lebih dikenal dengan sebutan Ancol, berada di kawasan pusat pertokoan, sehingga memudahkan kita untuk mencari beberapa kebutuhan tambahan dan merehatkan badan sejenak di masjid raya Magat Sari Jambi. Pukul 18.00, kita melanjutkan perjalanan menuju kota Sungai Penuh kabupaten Kerinci sejauh 420 kilometer perjalanan darat. Dari kota sungai penuh, kita lanjutkan perjalanan menuju desa Kersik Tuo kecamatan Kayu Aro sekitar 37 km ke arah barat. Kayu Aro adalah adalah lokasi perkebunan teh di kaki gunung kerinci dengan luas lebih dari 3.000 hektar, terletak pada ketinggian 1.400 – 1.700 mdpl. Kebun teh ini merupakan salah satu kebun teh terluas di dunia dengan kualitas baik.

Pendakian akan dilakukan esoknya, sembari menunggu rombongan teman yang belum datang dari arah kota Padang, saya dan keempat sahabat lainnya menyempatkan untuk berkunjung ke danau kerinci yang berada di kaki gunung Raja. Jarak dari basecamp Kayu Aro menuju danau kerinci cukup jauh dan akses kendaraan umum menuju danau tersebut terbilang sulit, karena mengharuskan kita mencarter angkutan umum. Danau kerinci adalah danau dengan luas sekitar 4.200 meter persegi, dan berada pada ketinggian  783 mdpl. Beruntungnya kita, pada saat berkunjung ke danau tersebut, tengah digelar Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci (FMPDK) ke – XII. Terimakasih kepada Bapak Tarmidji, Dinas Pariwisata setempat yang telah menjamu kami pada Jendela Budaya 2012 tersebut. Terimakasih atas sambutan hangat dan mengajak serta untuk ikut menarikan tarian tradisional Rantak Kudo, dan terutama jamuan makan siang yang sangat tepat sasaran.

Jumat, 16 November 2012, pendakian dimulai. Berjumlah 16 pendaki dari berbagai latar belakang profesi, asal dan tentu saja karakter. Seperti biasa, pengarahan singkat dari sang komandan, mas Haryo Bimo Suryaningprang (Obi) , selalu menjadi ritual pembuka untuk mengingatkan kembali bahwa pendakian ini harus menjadi tolak ukur pentingnya kerjasama, kebersamaan, saling peduli, saling mengingatkan serta saling memberikan motivasi. Dimulai dari pondok jaga balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) kita berjalan beriringan. Di awal pendakian, kita melintas perkebunan penduduk khas daerah pegununungan. Namun yang berbeda kali ini, kita melakukan pendakian pada bulan di mana curah hujan sedang tinggi-tingginya. Jalan setapak, licin dan tentu saja becek menjadi medan yang harus kami lewati. Tak berapa lama kita sampai pada Pintu Rimba. Pintu Rimba merupakan gerbang awal pendakian, yang merupakan batas hutan antara ladang dan kebun masyarakat setempat. Hutan. Ketik lagi, hutan. Kita berada di dalam hutan. Hutan heterogen, hutan tropis dengan rindangnya pepohonan. Hanya sedikit terlihat sinar matahari yang masuk di antara dedaunan dan batang pepohonan. Begitu gelap, begitu rimba. Saya tak terlalu lama menatap megahnya vegetasi ini, karena pendakian terus dilakukan. Hanya sesekali saya menatap ke atas, karena jalan yang saya lalui membutuhkan konsentrasi yang baik agar tak terpeleset oleh medan yang becek. Tidak lama kemudian, hujan dengan intensitas rendah mulai menyentuh kami, pendakian dihentikan sejenak untuk menyiapkan jas hujan yang akan segera kami gunakan. Dan, pendakian kembali kami lanjutkan hingga separuh malam.

Tak perlu kau tanya ia darimana
 ia penyembah apa
keriting ataukah lurus rambutnya
cukup ulurkan tanganmu
 jabat erat dan katakan
“kita akan tetap bersama”

Pendakian dihentikan pada shelter satu, mendirikan tenda dan berisitirahat. Keesokan pagi, mentari menjadi sahabat yang indah dengan cerahnya, berbagai perlengkapan yang basah, kami sempatkan untuk dikeringkan sejenak, sembari membongkar tenda dan menyiapkan diri kembali untuk lanjutkan pendakian. Medan kali ini semakin menantang. Kita berpijak pada akar-akar pepohonan yang menjadi jalur pendakian. Mendaki, mendaki dan terus mendaki. Sesekali gerimis datang lagi menyapa, membuat jalur pendakian menjelma menjadi lumpur pekat dan menebal. Kita terus melakukan pendakian. Sesekali berhenti pada areal yang padang, mengatur detak jantung yang hendak terpental. Mendaki bersama, saling menunggu dan tentu saja bercanda. Aku punya cokelat, dia punya gula jawa, aku merasa penat diapun rasakan jua.

Ketika kau merasa lelah
 tahukah kau
ia juga lelah
 hanya saja ia selalu tersenyum
seolah bebannya lebih ringan
dari yang kau rasakan

Kita sampai pada shelter dua. Lokasi terbuka dengan jenis vegetasi yang berbeda. Shelter dua berada pada ketinggian 2.510 mdpl. Dari sini kita kembali melanjutkan perjalanan menuju shelter tiga dengan medan yang semakin menggila. Sudah tak terlihat lagi pepohonan dengan tampuk induk atau tajuk menjulang. Hanya tanaman kecil dengan kerapatan sempit. Sementara jalur pendakian adalah jalur air yang telah dalam, terjal, licin dan berbatu. Terkadang kami harus berjalan menyamping karena trek yang sempit, terkadang kepala harus terbentur akar-akar yang berada di atas kepala, bukan tak jarang kami bergelayutan, bukan tak jarang kami harus merangkak, merunduk, bahkan memanjat. Sesekali, keril di pundak kami lepaskan, untuk memudahkan pendakian. Sepanjang hari kami berada dalam medan seperti ini. tetapi kami tetap selalu bersama, saling memberi semangat, membuka tangan untuk membantu sahabat lainnya. Kami terus mendaki bersama, dengan kucuran keringat dan semangat yang tak akan padam.

Yang dibutuhkan pendaki adalah
punggung yang kokoh
kaki yang kuat
lengan yang tangguh
akal yang cerdas
 serta hati yang lembut

Senja tak lama lagi datang, kami telah sampai pada ketinggian 3.073 mdpl berlabel shelter tiga. Di sini, medan sudah sangat terbuka. Kabut masih tebal, kami mendirikan tenda. Tak ada yang bisa kau nikmati disini. Lantas, mengapa aku berada di tempat ini. Karena aku tak butuhkan indah itu. Aku hanya butuh damai itu. Dan tempat ini, damai itu aku temukan.
Malam menjelang, rendang mas Heru menjadi pengusir dingin di suhu badan. Meski siang cuaca mendung berawan, malamnya langit begitu cerah dan terang. Kami bisa menatap kerlap lampu kota Sungai Penuh dari sini. Begitu menawan, karena duduk di sisi api unggun, menatap bintang dan juga cahaya lampu, seakan berada di sebuah altar diantara ribuan umat yang butuh pencerahan. Aku kembali ke tenda, berbagi cerita dengan travelmateku yang ternyata supel dan mudah mencairkan suasana. Ia banyak membantuku dalam pendakian ini, meski berusia lebih muda, ia lebih siap menyemat label pendaki daripada saya. Ia memiliki banyak perlengkapan yang sejatinya tak ia butuhkan, tapi ia sanggup membawanya hanya untuk bisa membantu pendaki lainnya. Senang setenda denganmu kawan…..

Tak perlu banyak bicara
cukup beri ruang sedikit kerilmu untuknya
 Ringan itu ketika hati ringan menerimanya

Ahad, 18 Nopember 2012. Ketika fajar belum tampak, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju puncak. Kami meninggalkan tenda di sini. hanya membawa daypack dengan perlengkapan seperlunya. Jaket terpakai, headlamp menyala. Kami memulai menggunakan otot paha dan tatap mata yang tajam. Angin menghembus. Kaki berbaur dengan debu dan batu. kami terus berjalan hingga pagi menjelang. Perlahan, medan mulai terlihat karena sinar matahari menjadi penerang. Medan luas yang terjal. Berbatu dan berdebu. Ada jurang-jurang besar yang menciutkan nyali bila terlalu lama kau menatapnya. Ada gumpalan awan seolah seksama melihatmu kepayahan. Dan tentu saja ada persahaban yang erat diantara itu semua.

Waktu dhuha menyapa, telah tercium bau belerang dengan pekat. Gumpalan asap kawah semakin dekat. Langit pagi cerah tanpa sekat. Dan aku sampai pada puncak. Jantung kembali berdetak. Ada rindu semakin menggertak. Ada cinta yang yang menghentak. Ada sebuah nama yang melesat pada benak.

Ketika seorang pendaki terdiam
 ia bukan kelelahan
ia hanya berbisik pada Tuhannya
bahwa betapa kecilnya ia

Puncak gunung kerinci. Berada pada Taman Nasional Kerinci Seblat provinsi Jambi – Indonesia. Dengan ketinggian lebih dari 3.805 mdpl. Dengan kawah aktif selebar 400 x 120 meter, terus memperlihatkan gagahnya. Sesekali terlihat kawah dengan cairan berwarna hijau diantara kepulan asap kawah yang membumbung ke atas. Membuatku kembali menyimak kalimat Tuhan dengan awal penciptaannya. Sekali lagi, gunung, selalu membuat saya mengulang lembar ayat yang pernah tersirat. Saat Musa menerima 10 perintah  Tuhan di gunung Sinai, saat Muhammad bersendiri di celah sempit gunung Cahaya, atau umat Nuh yang terselamatkan hingga ke gunung Nizir. Ada begitu banyak maksud penciptaan gunung, ada begitu banyak bab suci tentang gunung, ada begitu banyak pelajaran mahal tentang gunung, tentu bagi mereka yang berfikir dan menggunakan fikirnya.

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. … Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan(QS. Ar-Rad, 13)

***

Pendakian berakhir, kami kembali menuruni gunung pada trek yang sama. Masih ada perjalanan selanjutnya setelah ini. Menuju eksotisme danau gunung tujuh yang berada jauh di dalam hutan dan ketinggian, juga menikmati wisata budaya kota padang hingga medan. Saya hanya bisa kembali menatap puncak kerinci dari kejauhan. Bahwa betapa gagahnya ia sendiri di sana.

Kerinci. Keindahannya bukan pada saat kau berada pada ketinggiannya, bukan pada saat kau menjamah puncaknya. Ia terasa indah saat kau telah pergi meninggalkannya. Saat kau buka kembali memori tentangnya.

Terimakasih, kepada semua teman-teman yang telah memberikan sekali lagi kesempatan berada bersama kalian dalam pendakian kali ini. mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan.

 ***

Ketika aku berada dalam sebuah petualangan, aku merasa, petualangan ini akan berakhir. Namun ketika aku berada dalam sebuah pendakian, aku berkata, aku akan terus mendaki, hingga keterbatasanlah yang akan mengakhiri.

ooOoo

26 komentar:

  1. congrat mas iman...berdiri dipuncak kerinci dan tidak semua orang punya kesempatan itu.Hmmm...aku hanya akan mempunyai mimpi itu semoga tidak terkubur he...xx

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hoho, Dilis, cepat sekali nyampenya, tulisan ini belum rilis eh udah ada dilis...hehe Terimakasih yak.

      Hapus
  2. selalu luar biasa membaca tulisannya mas Iman....congrats buat team Elkape yang udah menyelesaikan satu lagi misinya..nunggu Rinjani aja deh..:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Poster BackpackerBorneo sudah kita kibarin loh...
      ditunggu trip barengnya sobat.

      Hapus
  3. aseeekkk.....
    jd pingin ikuut :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. aseeek...
      berkesan banget ye ciin edisi kali ini...
      waktu seminggu cuman berasa 2 hari..
      benar2 sesuatu dah..

      semoga langgeng..amiin.

      Hapus
    2. semoga saya langgeng bersama kalian elkape indonesia
      udah bertaun taun gak jalan bareng kalian #lebay

      Hapus
  4. Memori Kerinci sampai kapan pun tidak akan pernah hilang, kecuali Allah berkehendak untuk menghapusnya. Tulisan yang indah dengan detil sederhana namun dalam.

    BalasHapus
  5. Suka dengan syair-syairnya!
    Mas Iman bukan saja hebat merangkai kata narasi, ternyata juga pandai meramu syair!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, wahai sahabat jauh yang selalu dekat di hati. peluk cium buat Althaf disana, lekas besar dan jadi kebanggaan Ayah Bundanya.

      Hapus
  6. berasa ikut di situ mas, sangat indah dan mimpi saya untuk ke kerinci semoga bisa :) salam kenal mas iman :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih. Salam kenal juga, dan semoga mimpinya terwujud dalam waktu dekat.

      Hapus
  7. waah edisi terbaru udah terbit yaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah terbit. silakan diborong. gratis. hehe.

      Hapus
    2. buku harianku belum jadi2 sampe sekarang -__-"

      Hapus
  8. Sampe merinding baca-nya bang.. Super sekali kata-katanya.. :)

    BalasHapus
  9. SELALU JUARA KALO POSTING CATPER..
    CONGRATS BANG BRO..

    BalasHapus
  10. makasih mas udah nyebut nama saya meskipun cuma nemanin kopi darat, mungkin kapan2 bisa jadi travelmate he he (lirik kaki)

    fakhruddin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah menemani saya di soeta dari jam 00 sampai jam 03.30 saat harus kembali ke waitingroom soeta.

      Hapus
  11. Iman diatas atap...mantapp!! Membacanya mbuatku mengharu biru...syairnya,cetar membahana badaiiii... (Ala syahrini).. Selamat ya man... Smoga next time bs nanjak bareng lg... #mupeng euy...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, maaf telah merepotkan dirimu dan keluarga selama inap di jakarta.

      Hapus
  12. haru,,,subhanallah,,
    pingin rasa nya mendaki gunung,,tp hNya angan,,

    kerennn mas Iman,,
    g bisa brKata2 lg,,
    hNya terucap,,terima ksh atas share perjalanannya,,

    d tunggu cerita selanjutnya,,

    BalasHapus