Yang aku ingat, ia seorang kepala
keluarga yang sukses. Sukses mengumpulkan materi berlimpah. Jika
perempuan pun dikategorikan materi, maka itupun ikut berlimpah.
Kesuksesannya kini tak tersisa di penghujung akhir usianya.
Ia kini terbaring lemah tak berdaya. Di
rumah dinas. Bukan lagi di rumah-rumah pribadinya yang bertingkat dan
berjumlah banyak. Ia direbahkan di ruang tamu, berselimut kain
panjang. Berteman minyak angin dan balsam. Sebuah ember dari bekas
cat air. Dan sebotol air minum di bekas botol air mineral.
Hilang sudah kemewahan
Hilang sudah kegagahan
Hilang sudah pongah
Hilang sudah kesombongan
***
Yang aku ingat, ia seorang pria muda
cosmopolitan. Punya banyak kolega. Dikelilingi tawa dan canda.
Ibukota bukan hal mahal buatnya. Gemerlap lampu malam adalah
sahabatnya. Ia tak hanya membawa suasana menjadi hidup, tapi
menjadikan semuanya menjadi meriah.
Lalu ia terbaring tak berdaya. Tiga
bulan lamanya. Bukan lagi di ibukota. Akan tetapi di tanah
kelahirannya.
Sakit yang ia derita, membuatnya harus
melepas raga. Memisahkan dirinya dari kontrak tubuhnya di dunia. Ia
berpulang ke tempat sebenarnya.
***
Yang aku tau, ia seorang wanita yang
sukses. Ia baik kepada semua. Ia menjadi pelita bagi banyak pebisnis
pemula. Iapun sesungguhnya bukan seorang pebisnis kawakan. Namun
semangatnya untuk berbagi sesama, membuatnya ia menjadi panutan meski
di usia yang belum seharusnya.
Ia dikenal banyak orang. Iapun membantu
banyak orang. Tak hanya di dunia maya, ringan tangannya juga sampai
di dunia sebenarnya.
Namun ujian menimpa. Ia ditipu hingga
ratusan juta. Ia harus menanggung rupiah yang begitu banyaknya.
Ia tertekan. Seakan belum siap dengan
ujian yang Tuhan berikan. Hampir sebulan ia seakan tak percaya. Semua
terjadi tanpa diduga.
***
***
Sendirian aku mengayuh pedal sepedaku.
Sendirian, di jalur yang belum ada sesorang pegowespun melintasi
jalan ini. Jalan Angkutan Kayu perusahaan tempatku bekerja. Hanya ada
hutan di kiri kanan jalan, ada beberapa Jakau atau kebun berpindah
masyarakat setempat dan embung air di beberapa tempat. Jalan dengan
varian tanjakkan serta berbukit, dengan tekstur tanah liat yang licin
setelah diguyur hujan semalam. Aku ‘menikmati’ kesendirian
menempuh dua puluh delapan kilometer di minggu pagi. Sesekali aku
menghempaskan sepedaku melintasi genangan air, ataupun melepaskan
tuas rem tangan saat menuruni tanjakkan. Meluncur, sambil mengucap
tasbih. Menanjak seraya mengucap takbir. Begitulah kita diajarkan.
Tersisa delapan kilometer lagi aku akan
sampai ke hunian. Medan curam akan terlewati sebentar lagi. Aku
semakin bersemangat. Turunan kecil ini tak aku antisipasi dengan rem.
Aku meluncur deras, tanpa kusadari ada parit kecil tempat jalur air
hujan melintas. Sepeda melaju. Tiba-tiba ada bunyi di bagian belakang
sepeda. ‘prakkk!!!’
***
Aku masih hafal benar bagaimana aku
terjatuh. RD (Rear Mechanic) tak kuat menahan hentakkan, lalu patah.
Beberapa ruji roda belakang ikutan patah. Rantai sepeda terlepas lalu
melilit rangka belakang sepeda.
Aku melihat lengan sisi kananku. Ada
luka lecet. Kulepaskan helmet dari kepalaku, seraya membersihkan
pasir dan kotoran di tubuhku.
Sendirian aku di tempat itu. Terjatuh.
Terluka. Tak ada sesiapapun. Hanya aku sendiri.
***
Terjatuh
Terluka
Empat bait di atas, adalah kejadian
biasa yang sering dijadikan ilustrasi dalam mengarungi kehidupan ini.
Adakalanya kita terjatuh dan terluka, namun tak ada sesiapapun di
sisi kita. Dalam kondisi demikian apakah kita hanya berdiam diri dan
menangis. Menyesali mengapa aku memilih jalan ini. Mengapa aku tadi
terlalu laju mengayuh pedal sepeda. Harusnya aku begini. Tak
semestinya aku tadi begitu. Dan bla, bla, bla. Banyak lagi yang
terlintas di hati.
Percuma. Semua sudah terjadi. Yang ada
saat itu. Aku sudah terjatuh. Terluka. Seorang diri.
Bolehlah sesaat kita berdiam diri.
Menarik napas sesaat. Mengevaluasi kesalahan sejenak. Ucapkan
istighfar. Lalu bangkit kembali. Meski sendiri.
***
Sobat pembaca, kita memang pernah
terjatuh dan terluka. Tiga kisah yang aku tuliskan di atas adalah
kisah yang baru aku dapatkan saat bersilaturahmi beberapa hari lalu.
Tiga kisah yang bisa aku definiskan sebagai bagian dari roda
kehidupan yang siapa saja bisa mengalaminya.
Saat terjatuh dan terluka seperti itu,
yang paling kita harapkan adalah orang-orang yang tadinya ada bersama
kita disaat suka, disaat kita sedang berada di gerai tawa, juga hadir
saat kita sedang terjatuh dan terluka. Kita memang bukan manja,
tetapi adakalanya kehadiran orang yang kita cintai bisa memberikan
kekuatan ekstra untuk bisa bangun kembali. Akan tetapi, kenyataan
bisa berbicara sebaliknya. Mereka yang tadinya selalu ada di sekitar
kita, kini entah kemana.
Pria yang terbaring di usia tuanya
itupun tadinya di kelilingi wanita-wanita cantik nan kaya. Ia
persunting menjadi pendampingnya yang ke dua, ketiga atau kelima.
Melimpah, semelimpah materi yang ia punya saat ia sehat dan muda.
Namun apa yang kini ia terima, ia terbaring tanpa mereka.
Begitupun di kisah yang ke dua. Pria
muda cosmopolitan dengan sejuta tampilan gaya itupun harus pergi
tanpa diiringi orang-orang yang tadinya selalu bersamanya disaat
suka. Dengan alasan kuatir dengan penyebaran penyakit yang ia derita,
mereka (yang rasanya berat untuk aku tulis sebagai sahabat), entah
dimana dan entah kemana.
Sementara di kisah ke tiga. Wanita muda
nan sukses dengan bisnis online yang ia punya. Dengan gelaran seminar
berkelas yang ia buat. Saat ujian menimpa, tak ada satupun mereka
ikut membersihkan nama baiknya. Setidaknya, support dari orang-orang
yang tadinya ia curahkan segenap rasa cintanya, bisa membantunya
untuk kuat lalu melewati badai ujian dengan semampunya. Ia dihujat,
ia dicaci. Ia melewati seorang diri.
***
Begitulah kehidupan. Kitakah yang
salah, atau Tuhan sedang memperlihatkan siapa sebenarnya orang-orang
yang berada di sekitar kita.
Kita yang salah itu jelas. Kita memang
lemah sebagai manusia. Kita ini insan, insan itu artinya pelupa. Kita
memang pelupa dan selalu khilaf. Kita hanya mengenal kata sesal pada
akhirnya, lalu kata hikmah sekadar untuk menguatkan. Akan tetapi
semua sudah terjadi. Kita sudah terjatuh, lalu terluka.
Atau Tuhan sedang memperlihatkan siapa
sebenarnya orang-orang yang berada di sekitar kita. Kita memang tak
berhak menilai orang lain. Kita memang dilarang untuk berburuk
sangka. Dengan alasan itulah, terkadang menjadikan kita sosok yang
mudah ditipu oleh kebaikan rupa dan kemanisan lidah orang-orang di
sekitar kita.
Sudahlah. Kita sudah terjatuh. Kita
sudah terluka. Tak ada gunanya berharap kata-kata positif dari orang
yang kita cintai, jika di saat seperti itu mereka toh tidak ada di
sisi kita. Yang harus kita lakukan bukannya mengingat kembali
kebaikan yang pernah kita berikan. Bukan mengenang seberapa banyak
bantuan yang telah kita kucurkan. Bukan menyesali seberapa besar
pengorbanan yang telah kita sedekahkan. Akan tetapi yang harus kita
lakukan adalah mengevaluasi diri apakah ikhlas benar-benar sukses
kita terapkan.
***
Aku duduk di tepi jalan. Memandang
Boxer Putih sepedaku yang berantakkan. Semampunya aku perbaiki agar
bisa kutuntun kembali. Tanpa alat, kucoba melepaskan lilitan rantai
sepeda di roda belakang. Lebih tiga puluh menit berjibaku. Akhirnya
sepada ini bisa aku tuntun kembali. Kembali menuju hunianku di sana.
Haus melanda. Panas menyapa. Tanjakkan
membuatku mengeluarkan tenaga ekstra. Semua aku jalani seorang diri.
Karena memang lintasan ini bukan jalan yang umum dilewati.
Delapan kilometer menuntun sepeda, aku
tiba di kediaman. Aku menuju kamar belakang, membersihkan badan
menuju ke tempat seseorang. Seseorang yang sedari tadi ada di dalam
pikiran. Kuharap keluhku mendapatkan respon kebaikan, kuharap jatuhku
bisa ia bangkitkan, kuingin lukaku segera ia sembuhkan. Aku
menujunya, menceritakan semuanya. Dengan pakaian yang masih kotor dan
luka di bagian kanan aku detailkan semua pengalaman. Aku bersemangat
seolah mengharap iba. Aku berkisah seakan meminta belas kasihnya. Aku
bercerita seakan berharap peduli darinya.
Tanpa kusangka…
Ia diam saja.
Kemudian tertawa.
ooOoo
Love it...
BalasHapusBegitulah kehidupan. Kitakah yang salah, atau Tuhan sedang memperlihatkan siapa sebenarnya orang-orang yang berada di sekitar kita.
BalasHapusTerima kasih sahabat
BalasHapus