Sahabat, tulisan kali
ini berisi review sebuah mushola yang
terdapat di pusat perbelanjaan oleh-oleh di kawasan wisata Tanah Lot, Bali.
Trip ke Bali, kali itu di tanggal 25 Maret sampai dengan 31 Maret 2018. Tanah Lot
adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang
terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya
terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan
bagian dari Pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot juga merupakan pura laut tempat
pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah
untuk melihat matahari terbenam. (Wikipedia)
Sebelum cerita tentang
mushola, aku tuliskan juga cerita perjalanan kali ini di Tanah Lot. Tanah Lot
memang semacam destinasi wajib. Karena selain dekat dengan Kuta, Tanah Lot juga
difasilitasi dengan beragam hiburan lain yang menghibur. Ada taman yang luas di
atas tebing, yang dari lokasi itu bisa mengambil gambar dengan latar Tanah Lot,
atau Batu Bolong.
Tanah Lot sendiri
dari sejarahnya merupakan batu yang berpindah dari daratan hasil meditasi Dang
Hiyang Niratha. Beliau itu yang menyebarkan ajaran Hindu di Bali pada abad ke
15. Namun ajaran beliau saat itu ditentang oleh Bendesa Beraban Sakti yang
menganut ajaran monoteisme. Dari hasil meditasi itu yang bisa memindahkan batu
besar tadi, akhirnya Bendesa Beraban Sakti mengakui kesaktian Dang Hiyang
Niratha kemudian menjadi pengikutnya menjadi pemeluk agama hindu. Si batu tadi
yang awalnya menyerupai kepala burung beo yang sekarang dikenal sebagai Tanah
Lot yang artinya batu karang yang berada di tengah pantai (tepi pantai sih,
tapi ya kalau air laut pasang ya seperti di tengah laut). Kalau dari
legendanya, setelah menjadi Tanah Lot, Dang Hiyang Niratha membangun pura di
tengahnya, lalu mengubah selendangnya menjadi ular sebagai penjaga pura.
Baik, sekarang kita
ke tema tulisan, tentang Mushola. Tulisan ini bukan bermaksud endorse seperti beberapa medsos lainnya
yang sedang in, tapi memang sudah aku
niatkan dari awal sejak aku menyempatkan untuk menunaikan shalat dzuhur di
mushola tersebut.
Cerita detailnya
seperti ini. Sejak dari pintu masuk wisata, memang kita harus melalui beberapa
ruko, kios atau pusat oleh-oleh sebelum tiba di pantai atau pura tersebut. Jika
dibandingkan dengan tempat wisata lainnya semisal Pura Luhur Uluwatu, Pura
Ulundanu Beratan, atau semisal Pantai Sanur maka pusat oleh-oleh di Tanah Lot
ini menurutku lebih tertata, dan mungkin lebih murah. Saya tidak begitu ahli
untuk membanding satu tempat belanja dengan yang lainnya. Saya lebih suka
belanja kebutuhan di satu toko yang memang sudah ada label harganya, jadi tidak
harus menawar atau dikejar-kejar bagaikan selebritas. Akan tetapi kalau
disandingkan dengan harga barang yang ada di kawasan wisata Pantai Kuta hingga
di Legian Street, barang-barang di
Tanah Lot jauh lebih baik. Apalagi kalau di toko semisal Coco Dewata Pusat
Oleh-Oleh Khas Bali, yang semua barang jualannya sudah dilabeli harga sehingga
sangat memudahkan untuk menyesuaikan dengan budget
belanja kita.
Lokasi mushola yang
aku maksudkan di tulisan kali ini adalah mushola yang terdapat di toko Coco
Dewata. Saat kami tiba di lokasi wisata ini, dan sebelum sampai di pantai Pura
Tanah Lot, rute yang dilalui adalah deretan ruko penjaja dagangan oleh-oleh.
Suasana yang ramai, penuh godaan belanja, hingga kulineran. Maklum dengan
mayoritas penduduk pulau Bali yang beragama hindu, maka memang tak begitu mudah
menemukan rumah ibadah muslim atau masjid. Kalaupun ada, memang tak sebesar
atau semegah di kota atau tempat lain di Indonesia. Namun saat melintasi rute
ini, ada sebuah plang Mushola yang ditulis dari bahan kayu dengan font yang artistik. Aku merekamnya di
ingatanku, untuk setelah dari Tanah Lot aku akan kembali untuk menunaikan
kewajibanku.
Setelah dari Tanah
Lot, kami bertiga berniat untuk berbelanja oleh-oleh di lokasi ini. Sementara
dua teman saya berbelanja, aku kembali mencari plang Mushola yang aku lihat di
awal. Tak beberapa lama, plang tersebut ketemu. Namun awalnya aku kebingungan,
dimana musholanya?. Karena plang Mushola itu, ada di selasar toko, dan tidak
ada jalan masuk untuk menuju mushola. Pikirku, mushola-mushola di tempat
keramaian begini, memang hanya lewat gang kecil ada nyempil-nyempil di bangunan lainnya. Menoleh kanan kiri, tak juga
aku temukan jalan masuk menuju mushola. Lelah mencari, seperti halnya hayati
aku bertanya ke pramuniaga toko Coco Dewata. Dan mereka mengatakan, bahwa
musholanya ada di dalam toko Coco Dewata, di bagian belakang.
Tanpa sungkan, saya
akhirnya masuk ke toko bukan berniat berbelanja, tapi untuk menuju mushola.
Toko Coco Dewata berukuran besar, seperti swalayan. Di bagian depan dijual
barang-barang oleh-oleh makanan ringan dan t-shirt Bali. Di bagian dalam sisi
sebelah kiri, ada beberapa handmade
seperti gantungan kunci, mug, boneka
dan lain-lain. Di sisi tengah terdapat sarung bali, dan pakaian untuk
anak-anak, dan di sisi sebelah kanan hingga ke belakang, ada kaos-kaos bali,
celana dan kain Bali. Aku, melaju saja ke bagian belakang, melewati konter
kasir dan kamar pas. Mentok di bagian belakang ada pintu menuju toilet. Masuk
saja di situ, dan dari situ akan terlihat ruangan mushola.
Dari pintu belakang
tadi, lokasi toilet lurus saja kebelakang, di dekatnya ada kran air bisa
dipakai buat wudhu, jadi tidak perlu berwudhu di wastafel dengan mengangkat
kaki untuk mencucinya. Di sisi sebelah kirinya ada wastafel dengan kaca cermin
yang besar dan bersih. Fasilitasnya sudah sekelas hotel bintang empat, bersih
dan tidak bau.
Lalu, aku berwudhu
dan menuju mushola. Musholanya tak terlalu luas, muat untuk beberapa orang
saja. Pikirku ya memang karena muslim minoritas di tempat ini. Akan tetapi
dengan melihat bahan bangunannya yang mewah, mushola ini terlihat megah.
Di mushola sudah ada
sajadahnya, meski lantainya sudah diberi karpet tebal. Ada pendingin ruangan,
sirkulasi udara cukup dan bagus lah menurut saya. Itu alasannya sebagai ucapan
terima kasihku, aku menuliskannya di blog ini.
Kelar menunaikan
ibadah shalat, aku keluar. Keluar mushola artinya masuk atau berada di dalam
toko. Lihat kanan lihat kiri sejenak, aku lihat barang-barang yang dijual sudah
diberi label harga. Harganya terjangkau pula. Masih ada yang dua puluh ribuan.
Berbeda sekali dengan toko-toko di Poppies II, yang waktu teman saya nanya
harga satu celana pantai saja, dihargai tiga ratus ribu dapat dua. Tanpa harus
ditawar, opsi terbaik adalah keluar.
Kembali di toko Coco
Dewata, aku yang masih berada di dalam toko langsung menelpon ke dua temanku
yang sejak tadi berbelanja. Ya sudah, aku sarankan saja supaya mereka ke toko
Coco Dewata saja untuk berbelanja. Banyak pilihan, harga sudah tertera, dan
suasana nyaman dengan kecuekan pramuniaga. Eitts, cuek disini dalam arti yang
baik ya. Karena buat beberapa konsumen, cueknya pramuniaga itu untuk memberi
kebebasan konsumen untuk memilih-milih, membandingkan harga, menelpon teman
untuk ambil keputusan, hingga memutuskan sendiri untuk jadi beli atau tidak,
beli satu atau lima.
Aku dapat kaos
olahraga tanpa lengan. Pikirku ini bisa dipakai buat badminton. Dibuat mejeng
juga oke. Harganya setelah didiskon menjadi dua puluh sembilan ribu rupiah.
Karena yang makai sebangsa artis, jadi ya pakaian seharga itu tetap terlihat
mewah.
Kemudian dua temanku
pun yang dari casingnya saja seperti
anak band, anak punk atau apalah, ternyata setelah berada di tempat ini menjadi
kalap belanja. Mereka khilaf luar biasa. Bahkan ketika kami sudah sampai di
parkiran untuk kembali ke penginapan, kami harus masuk kembali untuk berbelanja
kembali. mau tau beli apa temanku yang satu itu, beli daster buat emaknya. So
sweet bukan….
Nah, sekian dulu ya
sahabat pembaca tulisan kali ini. Oya satu lagi, kalau misal kalian ke tempat
ini, saran saya kalau ingin makan siang sebaiknya bukan di rumah makan yang
tepat di dekat pantai. Harganya lebih mahal karena mungkin lokasinya dekat
pantai, tapi citarasanya biasa saja. Deretan warung makan ada di rute pulang
menuju pintu keluar wisata. Jadi di Tanah Lot ini, rute masuk dengan rute
keluar itu berbeda, dan deretan rumah makan dengan beragam pilihan ada di rute
keluarnya.
Terima kasih sudah
membaca, sampai bertemu lagi ya. InsyaAllah.
Tahun 2022 sudah tidak ada mushollanya. Tadi baru saya cek.
BalasHapus