Bermula dari kota pahlawan Surabaya di airport internasional Juanda (trip sebelumnya baca di ; ‘semalam di malang’), kuputuskan mencari tiket tujuan Jakarta. Semua maskapai aku sambangi, hanya ada satu maskapai yang masih tersedia seat……Garuda airlines dengan kelas bisnis, jatuh di harga 1,3 jeti….wew,,,,,itupun ntar malem. Ogah, aku putuskan untuk bertawar menawar dengan calo bandara yang memang sedari awal kedatanganku sudah sibuk nawarin tiketnya……nego dan nego, akhirnya didapatlah sebuah tiket dari Citylink dengan harga 600 ribu…..sebelum kuputuskan untuk membeli tiket tersebut terlebih dahulu aku ke counter penjualan tiket untuk bertanya lebih detail apa dan bagaimana yang disebut dengan tiket calo tersebut, maklum belum pernah berurusan dengan yang begituan. Dari penjelasan mba cantik yang duduk manis di belakang kaca bandara ini kutahu bahwa tiket calo sama saja dengan tiket biasa (resmi) hanya saja tidak diasuransikan, jadi resikonya kalau terjadi kecelakaan pesawat si penumpang tidak disantuni. Mendengar penjelasan tadi aku iyakan saja mengambil keputusan membeli tiket dari calo tadi, dan akhirnya transaksipun dimulai. Ngga mudah ternyata, si calo musti ngehubungi temannya yang ternyata karyawan yang ada di bagian dalam bandara……terlihat masih muda, rapi, parlente dan keren. Hm,,,,,nggak nyangka, cakep-cakep calo!!!….. aku masih belum bisa mengerti bagaimana sebenarnya cara kerja para calo tiket pesawat ini. Waktu tanya di loket katanya habis, nah koq masih ada seat kalau beli sama calo, trusnya lagi, identitas kita ditulis lengkap sesuai KTP, urusannya ternyata di counter di dalam airport juga, aneh….. Omong-omong, itu sedikit pengalaman tentang berurusan dengan calo tiket di bandara Juanda Surabaya, semoga jadi pelajaran buat semua.
Bermodal tiket pesawat Citilink, dengan jam keberangkatan yang ternyata delay hingga malam, mengantarkanku ke ibukota di jam 09.00 malam. Masih ada satu bis damri untuk tujuan kota Bogor. Kota Jakarta sungguh mempesona di malam hari, rame dan tampak mewah. Hampir tak kupercaya kalau kota ini negaranya Indonesia, Negara yang kukenal kota-kota selainnya tampak pendek dan miskin. Jakarta, hebat-hebat sendiri….keluar dari Jakarta bertemulah kita dengan sebenar-benarnya Indonesia.
Keesokan pagi di Kota Bogor, aku mulai untuk mengunjungi teman yang akan menemani satu hari di kota ini. Ke kawasan rumah kost yang berada di sekitar kampus IPB. Bogor, ternyata macetnya minta ampyuun…..kebanyakan angkot, sungguh tampak semeraut. Tiba di tempat seorang teman dengan suasana tampak rame dengan aktivitas padat penghuninya, membuatku terpesona dengan mobilitas tinggi penduduk kota ini, dan yang lebih menyejukkan mata, adalah para wanita-wanita muslimah yang tampak bersahaja dengan penutup kepala begitu cantiknya. Setengah hari aku habiskan menyusuri kampus yang kukenal sebagai Institute ‘Pesantren’ Bogor…hehe. Untuk kunjungan seputaran kampus, terimakasih sebesarnya untuk sahabatku Tatik, yang udah menemani perjalanan ini. Senang ditemani olehnya, karena ia malah lebih bersemangat untuk jeprat-jepret di setiap sudut kampus, tahu aja kalau akunya jaim…padahal dalam hati senangnya ngga ketulungan. Hampir di setiap fakultas pose, ngga peduli orang-orang lain pada liat…. IPB, salah satu kampus yang populer di perusahaan tempat aku bekerja (Kalimantan), karena mahasiswanya rutin PKL di sana…..kunjungan balik lah ceritanya…..
@ IPB - Bogor |
Lanjut berikut adalah Kebun Raya Bogor (KRB), kali ini ditemani seorang muslimah cantik nan cerdas, bernama Trias Eventi. Naek angkot yang sesak dengan penumpang-penumpang cantik, seolah menawarkan pilihan lain dari kejenuhan macetnya kota Bogor. Menyusuri KRB seolah menemukan suasana lain dari hiruk pikuknya kota, tampak pohon-pohon berusia ratusan tahun dengan tampuk diameter yang berukuran besar. Kebun seluas 87 hektar dengan koleksi 15.000 jenis koleksi tananaman ini merupakan kebun botani yang diperkirakan telah ada sejak pemerintahan prabu siliwangi dari kerajaan sunda. Selain istana dan koleksi tanaman beragam jenis, di tempat ini kita dapat melihat Monumen Olivia Raffles dan Tugu Peringatan Reinwardt.
Kelar mengitari kerindangan KRB, sore dilanjutkan dengan melihat sejenak wajah kota di beberapa mall di pusat kota. Tragedi memilukanpun terjadi di resto cepat saji, diajakin teman yang juga berperan sebagai guide gratis untuk makan di resto jepang itu, dan ternyata makannya kudu pake sumpit!!! alamak, mana pernah aku pake begituan, garpu aja kadang-kadang, itupun pas makan bakso dipinggir jalan,,,hehe….. untungnya masih ada sendok plastik nan elastis,,,,ketolong dah tuh….hahaha,,,,after that, aku kursus di rumah cara pake dua benda kembar itu,,,,huh….macam Oshin ajah….hahaha,,,,sekarang udah mahir koq…..bahkan lalat lewat ajah udah bisa aku jepit…..priiit,,,seperti Jet Lee….
@ Kebun Raya Bogor |
Untuk Trias, terimakasih udah menemani perjalanan ini, terasa tak elok ketika kita berpisah di pusat kota ini, inginnya aku mengantarmu pulang hingga ke rumah, namun …. aku pasti kesulitan kembali ke hotel, karena belum hafal rute jalan…..hehehe
Malam di kota bogor, tentu saja tak kulewatkan dengan mendekam di kamar hotel, keluar dan ngelayap sendiri di tengah keramaian kota. Maaf, untuk aktivitas malam hari sendiri di kota ini tak dapat kujabarkan detail disini,,,,hehehe.
Keesokan pagi di Bogor, saatnya berkemas……menuju kota kembang Bandung. Tulisan tentang Bandung dapat dibaca di judul ‘Lodaya, kereta petikkan rindu’.
Artikel Terkait
yeeee akhirnya d posting juga,, ada namaku d sana :)
BalasHapusbrarti lain kali kl q ajak makan d tempat yg pake sumpit dah mahir lah y.. :p
hehehe,,,,ia neh....makasih udah ngasih support..jadi semangat nulisnya hehe...sumpit...? siapa takut...haha
BalasHapustulisan yg lain d tunggu y mas,, :)
BalasHapuslain kali gantian aq yg traktiirr hehehe
Katanya, gak boleh bawa ceweknya Mas kalo ke Kebun Raya Bogor, bisa putus!
BalasHapusHohoho, thanks dah mampir ke blog saya juga :))