Kota Tua Semarang |
Apa rasanya ketika berada sendiri
di tengah jalan kota, diturunkan kernet karena tempat tujuan telah lewat, duduk
di taman yang menjadi pembatas jalan raya, dan battery ponsel yang sudah
sekarat? Itulah kondisiku saat berada di kota Semarang. Dari terminal Terboyo
aku meneruskan perjalanan dengan menumpang bus kecil, tinggal teriak saja
bertanya pada si kernet, “Lawang Sewu Pak?”,
si Kernet menjawab “Ya. Naik”. Aku memang tak merencanakan dengan matang
perjalanan ke kota Semarang kali ini. karena masih ada sisa waktu sebelum
keberangkatanku kembali ke Borneo, aku menyempatkan untuk berkeliling di kota
Semarang, kota ini adalah satu-satunya kota besar di pulau Jawa yang belum
belum aku singgahi.
Selama perjalanan menuju
Semarang, aku memang berkomunikasi dengan beberapa teman untuk mendapatkan
sedikit informasi, selain dengan mengandalkan internet via ponsel tentunya.
Akhirnya ada teman yang bersedia menemaniku saat itu, namanya Bima, teman
pendakian Semeru beberapa waktu silam.
Ternyata si kernet bus lupa
menurunkanku di Lawang Sewu seperti yang aku pesan. Aku juga tidak tahu yang
mana Lawang Sewu tersebut, aku diturunkan di tengah jalan raya setelah uang
transport dikembalikan oleh si kernet tadi. Dengan daya hape yang dipaksakan,
aku mengirim pesan ke Bima, bahwa aku berada di jalan, dekat jembatan, ada
tulisan ‘Semarang Indah’. Beberapa saat, Bima datang tampak buram, maklum
kacamata minusku sengaja ditinggal dengan maksud biar terlihat lebih muda tanpa
kacamata, namun harus aku akui keputusan tersebut sangat keliru, karena akan mengganggu
untuk hal-hal seperti ini.
Jalan raya Semarang padat dan
ramai. Masih banyak bangunan megah dan berusia tua yang terlihat selama
mengitari kota Lumpia ini. Simpang Lima, adalah persimpangan jalan yang populer
tak luput dari lintasan city tour kali ini. Beberapa destinasi yang akan
disambangi tentu saja yang menjadi icon kota ini, salah satunya adalah Lawang
Sewu.
Lawang Sewu Semarang |
Lawang Sewu berarti Pintu Seribu.
Bangunan ini disebut Lawang Sewu, karena terlihat banyak sekali pintu dan
jendela yang berukuran besar seperti pintu, meskipun jumlahnya tidaklah seribu
pintu. Bangunan tua ini terlihat megah dan seram. Lawang Sewu sesungguhnya
bangunan Belanda yang difungsikan sebagai kantor Kereta Api Belanda yang
dibangun sejak tahun 1904. Setelah
kemerdekaan republik Indonesia, bangunan ini juga pernah difungsikan sebagai
Kantor Badan Prasarana Kodam IV Diponegoro, hingga kini, bangunan tersebut
kembali menjadi milik PT. Kereta Api Persero sebagai bangunan kuno atau
bersejarah yang patut dilindungi.
Lawang Sewu Semarang |
Untuk masuk ke bangunan ini,
pengunjung diwajibkan membayar bea masuk sejumlah sepuluh ribu rupiah dan
membayar biaya guide sejumlah tiga puluh ribu rupiah. Sebenarnya saya tipikal
orang yang kurang senang menggunakan jasa pramuwisata seperti itu, bukan
sekadar masalah duit, tapi terasa seperti turis jepang saja yang membutuhkan
petunjuk perjalanan seperti itu. Namun, untuk bisa mengenal detail bangunan
kuno ini, jasa guide memang bisa membantu, agar tidak tersesat selama berada di
bangungan yang cukup membingunkan karena banyaknya lorong dan pintu.
Lawang Sewu |
Bersama Bima, kita mengikuti
terus langkah sang guide menjelaskan property yang tersisa, mulai dari fungsi
setiap ruangan yang ada, hingga washtafel yang masih bertahan hingga kini.
Salah satu yang unik dari bangunan ini adalah bangunan bawah tanah yang luas,
pengap, gelap dan tergenang air. Untuk mengeksplore bangunan bawah tanah
tersebut, pengunjung diharuskan menggunakan senter dan sepatu karet laras
tinggi (boot). Selama di dalam ruang bawah tanah, kembali sang guide
menjelaskan detail fungsi bangunan yang ada. Tampak bangunan persegi empat yang
sangat kecil, konon digunakan sebagai penjara. Ada jenis penjara yang
penghuninya hanya bisa berjongkok, hingga jenis penjara yang penghuninya hanya
bisa berdiri. Di lain tempat, juga diterangkan bangunan yang diperkirakan
sebagai tempat eksekusi tahanan hukuman mati. Begitu juga, sebuah tempat
seperti kotak sampah, namun bagian atasnya terhubung dengan permukaan tanah,
yang diperkiraan sebagai tempat pembuangan mayat. Beberapa penjelasan sang
guide, selalu dipertegas bahwa pemaparannya hanya berdasarkan dugaan saja,
karena belum adanya data sejarah yang valid tentang benar tidaknya bangunan
bawah tanah ini sebagai penjara.
Gereje Blenduk Semarang |
Hari mulai beranjak sore, sebelum
menuju lokasi berikutnya, kita menyempatkan diri terlebih dahulu untuk
menikmati kuliner semarang. Perjalanan dilanjutkan menuju Kota Tua Semarang,
suatu lokasi perkotaan yang didominasi oleh bangungan-bangunan tua yang masih
digunakan hingga sekarang. Salah satu bangunan yang menjadi sentral pengunjung
adalah bangunan Gereja Blenduk. Rumah ibadah dengan gaya kontruksi heksagonal
atau persegi delapan. Gereja ini dibangun tahun pemerintah Belanda di tahun
1753. Gereja ini menurut saya memiliki kontruksi bangunan yang berbeda dari
bangunan gereja pada umumnya, gereja Blenduk, memiliki kubah besar yang
dilapisi perunggu. Hingga kini gereja ini masih digunakan untuk beribadat. Nama
blenduk (blendug / mblendug) sendiri berarti kubah menurut bahasa setempat.
Untung tak dapat diraih, ketika saya bertandang ke lokasi ini di sore hari,
karena waktu untuk berkunjung hingga ke bagian dalam gereja tersebut telah habis.
Kota Tua Semarang |
Dari lokasi Kota Tua, saya melanjutkan
perjalanan menuju Klenteng Sam Po Kong. Klenteng ini menjadi daya tarik wisata
kota Semarang karena nilai history dan juga rancang bentuk bangunan yang
menarik. Awalnya klenteng ini hanya sebuah lokasi persinggahan oleh seorang
Laksamana Zhang He atau Sam Po Tay Djien, yang akhirnya menjadi sebuah tempat
upacara sebagai ungkapan terimakasih kepada Sam Po yang hingga kini masih
dirayakan (dalam bentuk pawai) dan menjadi kalender wisata kota Semarang.
Sam Po Kong - Semarang |
Selamat tinggal Semarang.
Artikel Terkait
Goshbum...pas baca line lawang sewu.
BalasHapusfetri belum pernah masuk ke sana. paling cuma lewat.
aku pikir guide-nya mahal. Kkkk~
ah! ada yg bikin aku penasaran, mas. tadi aku baca ada penjara yang penghuninya hanya bisa jongkok (kalo ini aku masih bisa bayangin, tapi yang penghuninya cuma bisa berdiri itu loh, maksudnya gimana ya? lantainya dikasih bambu2 runcing gitu? *pertanyaan ngaco
ah...akhirnya sempet mampir juga ke blog ini...*koneksi modem payah -___-
Bangunan penjara dimana penghuninya hanya bisa berdiri bisa Fetri bayangkan seperti Kamar Bicara Umum (KBU) pada wartel (wartel? udah mendiang kale...), yah, bangunan persegi yang sangat kecil, dimana jika diisi oleh empat orang dengan posisi berdiri, ruang tersebut udah penuh sesak, udah ngga ada space lagi untuk bergerak.
HapusFilm2 action Holly biasa tervisual koq ruangan seperti dimaksud.
Makasih kunjungannya Fetri.
Iman rabinata
Wahhhhhhhhhhhh,,mas Iman ke semarang???!!! alhamdulillah,, wowww hebat dah k Sam Po Kong,, ak ja blm prnah hehehe,,, maklum lah,,
BalasHapuskpn mas Iman k Smrg nya??
Ќε Semarang, masih satu trip ќε Merapi kemarin mba novi.
HapusIman rabinata
Muantap Banget....... Tingkatkan....
BalasHapusHeheheheheeeeeeee
Owh... Rizal ternyata, apa kareba ces?
Hapus