Bukan hanya biaya transportasi
umum yang lebih mahal, tetapi kurangnya jumlah penumpang menyebabkan arus
transportasi tersebut tidak terjadwal pasti. Alasan itulah yang membuat saya
tak terlalu bersemangat menjadikan Borneo, tanah kelahiran saya sendiri sebagai
tujuan berpetualang. Saya memang lebih sering menjelajah tanah jawa, meski
terbilang berjarak lebih jauh, tetapi biaya perjalanan yang dikeluarkan bisa
terbilang lebih murah. Tetapi, kali ini ada satu destinasi yang mulai ramai
jadi bahan pergunjingan para petualang, tidak saja di media on line tetapi
beberapa televisi swasta nasional juga mulai memburunya. Labuan Cermin, sebuah
danau dua rasa, danau unik yang berada di kecamatan Biduk-Biduk kabupaten Berau
Kalimantan Timur. Sebagai ‘tuan rumah’, sudah semestinya saya harus merasakan
langsung sensasi danau tersebut yang juga berada di daerah pesisir pantai yang
panjang. Berikut liputannya.
Biduk-Biduk. Nama daerah ini
tidak terlalu asing di telinga saya, tetapi jika dikaitkan sebagai daerah kunjungan
wisata, tentu saja terasa baru. Biduk-Biduk nama sebuah desa di kecamatan yang
juga bernama Biduk-Biduk adalah desa nelayan yang juga terkenal sebagai desa
penghasil kelapa. Desa ini berada di pesisir timur pulau Borneo. Jarak dari
kota kabupaten Berau, Tanjung Redeb adalah sejauh enam hingga tujuh jam
perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan mini bus sejenis Toyota Kijang.
Mayoritas penduduknya adalah suku bugis dan bajo. Banyak terdapat masjid di
pesisir pantai tersebut, sehingga memudahkan buat anda yang ingin merehatkan
sejenak perjalanan anda atau menjadikannya sebagai tempat bermalam. Saya
bersama travelmate saya kali ini membuat konsep perjalanan bergaya camping on
the beach. Selain untuk menghemat biaya penginapan, opsi ini dipilih karena kampung
nelayan ini memiliki garis pantai yang sangat panjang sehingga berjalan
menyusuri pantainya dengan menikmati kearifan lima desa yang membentang di sisi
pantainya adalah pilihan yang cukup tepat. Maka berangkatlah saya (berdua)
menuju pantai ini dengan membawa peralatan camping.
Benar-benar perjalanan yang
membuat kesal. Bagaimana tidak, perjalanan ini tertunda dari rencana karena
travelmate belum dapat ijin libur kerja, transportasi darat dari tempat saya
menuju kota terdekat Tanjung Selor tak kunjung tiba, sehingga akhirnya rute
perjalanan ini saya alihkan melewati kotamadya Tarakan. Setiba di Tarakan, saya
melanjutkan perjalanan menuju kota Tanjung Selor kabupaten Bulungan keesokan
paginya. Lagi-lagi bertemu masalah, kapal cepat yang melayani rute Tarakan –
Tg. Selor telah terisi hingga keberangkatan paling akhir. Padahal di papan
petunjuk terminal pelabuhan Tengkayu Tarakan saya melihat ada enam belas
keberangkat setiap harinya. Momen libur anak sekolah dan juga mahasiswa yang
akan KKN ke daerah sepertinya membuat kursi penumpang terisi penuh. Akhirnya,
pilihan jatuh pada speed boat yang berukuran lebih kecil dengan harga lebih
mahal. (tarif regular speed boat Tarakan – Tg. Selor Rp. 80.000,- dengan waktu
tempuh dua jam perjalanan).
Setiba di pelabuhan sungai kota
Tanjung Selor perjalanan dilanjutkan menuju kota Tanjung Redeb kabupaten Berau.
Moda transportasi yang melayani rute ini adalah kendaraan mini bus sejenis,
Avanza atau Xenia. Tentu saja kendaraan akan segera meluncur jika kendaraan
telah terisi penuh oleh penumpang, jika tidak, tentu menunggu dengan waktu yang
tak terhingga. Biaya transportasi rute ini adalah sejumlah tujuh puluh ribu
rupiah, dengan waktu tempuh perjalanan sekitar dua jam perjalanan tanpa
istirahat. Beberapa pengemudi biasanya berisitirahat di separuh perjalanan.
Sama seperti tempat persinggahan lainnya, tempat ini juga menyediakan makanan
dan minuman, namun, jika memang tak terlalu terdesak, saya menyarankan untuk
tidak menikmati sajian makanan di tempat persinggahan ini, karena harga yang
dirogoh cukup mahal, sepiring nasi campur plus es teh berada di harga dua puluh
lima ribu rupiah.
Sore di kota Tanjung Redeb, saya
telah sampai, dan menginap di rumah keluarga yang berada di daerah Rinding.
Sajian bebek goreng, tumis hati ayam dan es sirup menjadi penyambut kedatangan
kami. Bukan petualang namanya jika hanya menghabiskan waktu di depan tipi
menikmati sajian sinetron Putih Abu-Abu ketika di daerah tujuan, sepanjang
sore, saja berjalan sendiri menyusuri sudut kota yang di lalui sungai Segah
ini. Hingga malam menjelang, saya kembali pulang untuk istirahat dan bersiap
bangun lebih awal untuk menyaksikan partai semifinal piala eropa 2012. Pukul
2.45 wite, saya kembali bangun menyaksikan laga tanding yang menjengkelkan,
haha. Setelah shalat subuh, saya kembali berjalan kaki menyusuri jalan hingga
ke pasar baru yang sangat megah. Ada pasar subuh yang sangat ramai, tumpah ruah
di halaman parkir bagian belakang pasar, sangat ramai karena berada di area
terbuka dan penjual menjajakan barang dagangannya tanpa meja, hanya dihampar
saja di lantai. Tetapi, jangan ragukan kebersihan pasar ini.
Pukul tujuh pagi saya kembali
pulang, dan bersiap menuju Terminal Lama Tanjung Redeb untuk mencari transport
menuju desa Biduk-Biduk. Biaya transport dari Tanjung Redeb menuju desa
Biduk-Biduk berada di harga seratus ribu rupiah. Si Pengemudi yang juga warga
asli Biduk bertanya, ingin diturunkan di mana, karena si pengemudi biasanya
sudah hapal dengan para penumpangnya yang lebih dominan adalah warga desa Biduk
yang ingin berbelanja di kota. Saya hanya menjawab bahwa saya juga tidak tahu
pasti akan kemana persisnya, kita hanya ingin berpetualang dan camping di tepi
pantainya. Masalahnya, sepanjang pesisir tersebut adalah daerah pantai, meski
pantainya tidak terlalu bagus. Akhirnya kita diturunkan di desa Teluk Sulaiman,
desa paling selatan dari deretan desa pesisir di kecamatan Biduk-Biduk ini.
Alasan mas Rudy, si pengemudi Toyota Kijang KT 2565 AJ tersebut, karena di desa
Teluk Sulaiman tersebut, pernah dijadikan lokasi camping, para rider pecinta
alam dari kota Tarakan yang juga mengincar danau Labuan Cermin yang berada di
desa Labuan Kelambu kecamatan Biduk-Biduk.
Pukul 17.30 wite, kita telah
sampai di ujung desa, desa Teluk Sulaiman. Saat itu cuaca sedang mendung,
sehingga cukup menghawatirkan jika mendirikan tenda di tepi pantai ini. Namun
tidak ada pilihan, hari semakin gelap, lokasinya juga sangat sempit. Pantai
yang ada terlihat kotor dari dedaunan pohon bakau, meski sebenarnya pasir
pantainya sangat halus dan bersih. Air pantai juga sangat jernih. Mungkin,
karena tidak ada yang bermain di pantai ini, membuat daun-daun di pasir pantai
tetap betah berlama-lama di sana. Lokasi camping saya saat itu berada di ujung
desa Teluk Sulaiman, terdapat Pos TNI Angkatan Laut, Pelabuhan Laut, warung
makan, mushola Al-Amin dan tiga rumah penduduk. Untuk bermalam di tempat ini
cukup baik, karena kalau apes bisa memilih menginap di posko yang dijaga oleh
tiga personel tentara tersebut. Sebelum mendirikan tenda, tentu saja saya
melapor mohon ijin terlebih dahulu. Kita juga berkenalan dengan pak Muslimin,
yang biasa mengisi mushola yang berada di depan rumahnya. Tak ada jamaah lain
selain kami berdua, dan pak Mujianto tentara angkatan laut yang sedang bertugas
di sana.
Saya sedikit khawatir dengan
kondisi cuaca tepi pantai ini, angin laut yang memang bertiup kencang bisa saja
menerbangkan tenda kecil saya. Jika hanya hujan deras, tenda ini telah teruji
saat mengikuti perkemahan sabtu minggu (persami) mendampingi adik-adik pramuka
beberapa waktu silam, tapi jika hujan disertai angin kencang, saya masih belum
bisa memastikan. Tetapi, baiknya, awan mendung yang bergelayut tersebut
perlahan pergi berganti sinar bulan yang berpendar.
Pagi, di Teluk Sulaiman, setelah
menunaikan ibadah shalat subuh berjamaah, kami menikmati pagi di tepi pantai
nan sepi ini. menyalakan api unggun kecil untuk memasak air penghangat perut di
pagi hari. Menyusuri pantai yang tak panjang, bermain air laut yang sangat
jernih. Kebodohan kali ini adalah kita tidak membawa peralatan pancing ikan.
Sungguh, ikan yang terlihat dari atas jembatan sangat banyak dan besar-besar.
Sangat pas untuk anda yang sedang camping di tepi pantai ini.
Kita belum tahu kemana agenda
hari ini. Sebenarnya ada pulau di seberang sana, Pulau Kayungan Besar, yang
katanya lebih indah, berjarak tiga puluh menit dengan menggunakan kelotok
(sejenih pehahu berukuran besar). Tetapi, biaya yang dikeluarkan untuk ke pulau
tersebut adalah sejumlah tiga ratus ribu rupiah, pergi pulang. Karena harganya
terlalu mahal, saya menolak tawaran tersebut.
Pukul delapan pagi, kami
meninggalkan desa Teluk Sulaiman, setelah membongkar tenda dan pamit dengan
tentara AL yang bertugas. Kita berjalan menyusuri desa tepi pantai ini. Desa
Teluk Sulaiman, Desa Giring-Giring lalu desa BIduk-Biduk. Dua desa sebelumnya,
tak memiliki pasir pantai yang dominan, pantai ini lebih banyak didominasi batu
karang dan pohon bakau. Sementara sepanjang desa yang telah beraspal dan hanya
ada satu jalan ini, dijejali pohon-pohon kelapa yang tinggi menjulang.
Pukul sebelas siang, kita sampai
di perbatasan desa Giring-Giring dengan desa Biduk-Biduk. Lelah berjalan kaki
menggendong ransel, kita mampir di sebuah warung makan untuk mengisi ‘bahan
bakar’. Travelmate saya terlihat lelah, akhirnya kita putuskan berisitrahat
sejenak di surau Babussalam, RT 4 Biduk-Biduk. Di belakang surau ini, adalah
pantai Biduk-Biduk yang sayang untuk saya lewatkan. Saya tinggalkan travelmate
saya, dan saya (sendiri) menikmati pantai bersih ini. satu jam berikutnya, saya
kembali ke Surau untuk menunaikan shalat djuhur. Tak ada penduduk yang datang,
hanya kami berdua di surau ini. setelah tunai ibadah djuhur, saya berisitirahat
di teras surau dengan hembusan angin pantai yang sejuk. Satu jam beristirahat,
teman saya masih lelap tertidur, saya kembali menuju pantai sambil hunting
lokasi untuk bermain menikmati pantai yang tak dikenal masyarakat luar. Berikut
ini hasil take picturesnya.
Perjalanan masih dilanjutkan
menuju danau dua rasa, Labuan Cermin di desa Labuan Kelambu, kecamatan
Biduk-Biduk, kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur. Ditulis tersendiri
berikutnya.
Notes :
~ Tarif angkutan darat (travel)
mini bus Kijang, Avanza Rp. 100.000,- one way
~ Waktu tempuh sekitar 6 – 7 jam
perjalanan termasuk istirahat
~ Terminal yang digunakan adalah
terminal lama Tanjung Redeb, terminal baru berada di daerah Rinding
~ Terdapat penginapan di desa
Biduk-Biduk
~ Saran, bawalah peralatan pancing
untuk desa Teluk Sulaiman dan Labuan Kelambu
~ Warung makan hanya ada di desa
Biduk-Biduk
~ Pantai Biduk-Biduk masih
terpengaruh oleh pasang-surut air laut
~ Pantai sangat landai, tak
berombak, air laut jernih
~ Listrik hanya malam hari
~ CP supir angkutan, mas Rudy
081350086375
~ Jika dari arah Tanjung Redeb,
desa yang pertama dilewati adalah desa Labuan Kelambu, tempat danau Labuan
Cermin. Saat berada di atas jembatan, sisi sebelah kiri jalan adalah pemukiman
warga yang tak ramai, sebelah kanan adalah muara menuju danau. Setelah desa
Labuan Kelambu, selanjutnya desa Bangkuduan, desa Biduk-Biduk, desa
Giring-Giring dan terakhir desa Teluk Sulaiman. Masih ada desa lagi namun bisa
diakses dengan jalur laut, sementara jalan raya terputus / terhenti di pos AL
di desa Teluk Sulaiman. Pemukiman padat berada di desa Biduk-Biduk.
ooOoo
Artikel Terkait
keren...tp jawuuuuuuuuuuuuhh,
BalasHapusjauuh tapi kereeeeen hahaa
Hapus4 jempol deh mas...tapi di share juga dong cerita tentang danau labuan cermin nya yg lebih lengkap :)
BalasHapusLabuan Cermin, wajib berenang deh.... tunggu ya postinganya.
Hapuspastinya mas....ni lg intip2 alat snorkeling di toko sport buat nanti kesana :D
Hapusow..ow.ow... mulai timbul nih niatan buat kesana... hahaha...
BalasHapusayo...jelajah borneo...
Hapuswaaah.. saya baru kmaren dari Berau mas, tapi ngga mampir kemana2, sayang skali ngga sempat kontak mas Iman :(.
BalasHapusfotonya cantik2 :)
sayang sekali ya... semoga di Beraunya menyempatkan ke keraton Sambaliung dan keraton Gunung Tabur, sebagai sisa-sisa kerajaan masa lalu.
Hapuspantainya keren...mas iman,bisa bantu ak gak?ak ada masalah ma blogku,kl mo posting susah euy jd cm kesimpan aja,pas mo posting ulang tetep gak bisa cm ada warning,ada kesalahan waktu penyimpanan,gak ngerti harus diapain?yg jls gk bs posting,ketahuan gapteknya ya...please help me,makasih
BalasHapushehe, saya mah lebih gaptek Dilis... Untuk kasus yang seperti itu, saya pernah ngalaminya, tetapi hanya masalah loading net yang tidak tuntas saja. Kalau jaringannya bagus, bisa normal kembali. atau ada temen2 blogger yang bisa solusi, silakan...
HapusWuih mantap kali perjalananya gan...
BalasHapusjadi ngiler pngn ksana..
ayok ke Biduk-biduk....
Hapusmakin penasaran dengan pantai-pantai di Kaltim !!!!
BalasHapusharus kesana lagi nih !!
salam super sob !!
Masih banyak spot ϑî daerah yang belum publish. Thanks untuk group celoteh backpackernya, jadi mudah untuk blogwalking dan nambah teman.
HapusSaat ini saya bekerja di mangkajang, berau. Dengar dari beberapa warga disini harus jalan ke pantai biduk-biduk dan tidak sengaja terdampar diblog ini. Kira kira apa lagi yg harus dipersiapkan jika ingin liburan kesana? Trims
BalasHapushemm, apa lagi yak, hehe. begini, tergantung Ermita konsep liburannya seperti apa, jika ingin bersantai, Ermita bisa tinggal di penginapan, dan nikmati liburannya. Setahu saya, penginapan juga meminjamkan kendaraan roda dua (sepeda atau sepeda motor) untuk keliling pesisir desa biduk-biduk. Nah, jika konsepnya ingin camping, tentu membawa peralatan camping. Saat saya ke sana, di Danau Labuan Cermin belum ada penyewaan alat snorkeling ataupun diving, jadi bisa disiapkan dari rumah ya, google dan fin-nya. Selamat berlibur, terimakasih sudah menghampiri blog saya.
HapusBagus betul yak.
BalasHapusMas iman tks udah promokan kampung kami...sy br balik dr sana dan akan sering mudik nnt. Tp sayang pantainya desa pantai harapan dan sungai serai blm sempt di ekps. Disitu jg indah mas...
BalasHapusMas iman tks udah promokan kampung kami...sy br balik dr sana dan akan sering mudik nnt. Tp sayang pantainya desa pantai harapan dan sungai serai blm sempt di ekps. Disitu jg indah mas...
BalasHapusTerima kasih mas Dedi Rahdiansyah. Dalam perjalanan darat, ketika melintas daerah Talisayan, saya sudah terkesima dengan air laut yang biru cerah yang saya saksikan dari kendaraan 'travel'. Rasanya ingin turun saja, lalu memotret pesisir tersebut, tetapi kata penumpang lainnya yang berasal dari desa Biduk-Biduk, menyarankan untuk nanti saja sekalian kalau sudah sampai di Biduk-Biduk.
HapusItu artinya, dari daerah Talisayan hingga Biduk-biduk sudah terhampar pemandangan pesisir yang indah.
Saya sudah mendengar nama pantai harapan, termasuk pulau kecil (lupa namanya, tapi sudah download photonya hehe). suatu saat, berharap bisa kembali mengunjungi pesisir yang indah itu.
Salam kenal mas.
iman rabinata
masih banyak lokasi yang bisa di explore ya di Biduk Biduk, bagus banget
BalasHapus