Ketika aku berada dalam sebuah petualangan, aku merasa, petualangan ini
akan berakhir. Namun ketika aku berada dalam sebuah pendakian, aku berkata, aku
akan terus mendaki, hingga keterbatasanlah yang akan mengakhiri.
Elkape Indonesia Adventure Team - Mt. Kerinci 2012 |
Ketika saya berada dalam sebuah
perjalanan, menikmati deru kereta atau goyang sampan di lautan, berada dalam
sebuah dunia baru dengan keragaman bahasa, polah serta perilakunya, saya merasa
inilah plural yang indah, inilah perbedaan yang ramah. saya terus membiarkan penat ini bersanding
dengan potret negeri indah yang tak berkemas. Lelah, tetapi perjalanan telah
menjelma bak terapi dalam sauna. Saya menikmati petualangan ini hingga sebuah
kalimat bersarang di benak, bahwa perjalanan ini akan sampai pada hentinya.
Perjalanan ini akan berakhir dan akan mengenal kata sudah.
Namun, ketika saya berada dalam
sebuah pendakian, memikul beban menyeret langkah, memandang jurang dan kelamnya
hutan, merangkak, memanjat, bergantung pada akar dan bebatuan, terjatuh, hingga
meringkuk melawan dingin yang menghujam. Saya merasa, inilah jalan yang saya
pilih. Saya tahu ini lelah, namun lelah itulah yang membuat saya betah. Saya
tahu ini sakit, namun sakit inilah membuat aku sehat. Saya tahu ini mahal,
namun mahal itulah yang mengajarkan saya kesederhanaan. Saya menikmati
pendakian ini hingga sebuah kalimat bersarang di benak, bahwa pendakian ini tak
akan sampai pada hentinya. Pendakian ini tak akan pernah berakhir hingga
keterbatasanlah yang mengakhiri ini semua.
***
Pendakian kali ini menuju
kegagahan gunung kerinci dengan ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut
(mdpl). Memulai semua perjalanan dari desa hutanku di tepi sungai sekatak,
kabupaten Bulungan provinsi Kalimantan Timur, aku menuju kodya Tarakan menempuh
perjalanan sungai dan laut via speedboat. Dari kota Tarakan, perjalanan
dilanjutkan menuju kota Jakarta dengan menggunakan pesawat udara Lion Air JT
673 tanggal 13 Nopember 2012. Ternyata saya satu penerbangan dengan sahabat
lama yang melanjutkan studynya di Jakarta, mbak Efi yang lebih 10 tahun kita
tidak bertemu. Selain mba Efi, ternyata kita juga satu flight dengan Wida,
temen kantor yang telah selesaikan tugas kerjanya di Tarakan. Di Jakarta,
menginap semalam di kediaman mba Fara Wahid di daerah Tanjung Priok, Jakarta
Utara. Tidak sendiri, karena saya bersama rekan pendaki lainnya berasal dari
Banjarmasin, Faris Yahya. Malam di Jakarta, menyempatkan untuk bertemu sahabat
online di halaman Tugu Monas. Terimakasih untuk mas Fahrudin Muhammad yang sudah
menyempatkan diri, juga mas Lalal, mba Rani dan mas Yudhis.
Keesokannya, perjalanan
dilanjutkan menuju kota Jambi dengan menumpang pesawat Garuda. Mendarat di
Bandar Udara Sultan Thaha pukul 12.35 kita lanjutkan menuju Taman Tanggo Rajo,
sebuah lokasi bersantai dengan deretan penjaja makanan yang berada di tepi
sungai Batanghari Jambi. Taman Tanggo Rajo atau lebih dikenal dengan sebutan
Ancol, berada di kawasan pusat pertokoan, sehingga memudahkan kita untuk
mencari beberapa kebutuhan tambahan dan merehatkan badan sejenak di masjid raya
Magat Sari Jambi. Pukul 18.00, kita melanjutkan perjalanan menuju kota Sungai
Penuh kabupaten Kerinci sejauh 420 kilometer perjalanan darat. Dari kota sungai
penuh, kita lanjutkan perjalanan menuju desa Kersik Tuo kecamatan Kayu Aro sekitar
37 km ke arah barat. Kayu Aro adalah adalah lokasi perkebunan teh di kaki
gunung kerinci dengan luas lebih dari 3.000 hektar, terletak pada ketinggian
1.400 – 1.700 mdpl. Kebun teh ini merupakan salah satu kebun teh terluas di
dunia dengan kualitas baik.
Pendakian akan dilakukan esoknya,
sembari menunggu rombongan teman yang belum datang dari arah kota Padang, saya
dan keempat sahabat lainnya menyempatkan untuk berkunjung ke danau kerinci yang
berada di kaki gunung Raja. Jarak dari basecamp Kayu Aro menuju danau kerinci
cukup jauh dan akses kendaraan umum menuju danau tersebut terbilang sulit,
karena mengharuskan kita mencarter angkutan umum. Danau kerinci adalah danau
dengan luas sekitar 4.200 meter persegi, dan berada pada ketinggian 783 mdpl. Beruntungnya kita, pada saat
berkunjung ke danau tersebut, tengah digelar Festival Masyarakat Peduli Danau
Kerinci (FMPDK) ke – XII. Terimakasih kepada Bapak Tarmidji, Dinas Pariwisata
setempat yang telah menjamu kami pada Jendela Budaya 2012 tersebut. Terimakasih
atas sambutan hangat dan mengajak serta untuk ikut menarikan tarian tradisional
Rantak Kudo, dan terutama jamuan makan siang yang sangat tepat sasaran.
Jumat, 16 November 2012,
pendakian dimulai. Berjumlah 16 pendaki dari berbagai latar belakang profesi,
asal dan tentu saja karakter. Seperti biasa, pengarahan singkat dari sang
komandan, mas Haryo Bimo Suryaningprang (Obi) , selalu menjadi ritual pembuka
untuk mengingatkan kembali bahwa pendakian ini harus menjadi tolak ukur
pentingnya kerjasama, kebersamaan, saling peduli, saling mengingatkan serta
saling memberikan motivasi. Dimulai dari pondok jaga balai Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS) kita berjalan beriringan. Di awal pendakian, kita
melintas perkebunan penduduk khas daerah pegununungan. Namun yang berbeda kali
ini, kita melakukan pendakian pada bulan di mana curah hujan sedang
tinggi-tingginya. Jalan setapak, licin dan tentu saja becek menjadi medan yang
harus kami lewati. Tak berapa lama kita sampai pada Pintu Rimba. Pintu Rimba
merupakan gerbang awal pendakian, yang merupakan batas hutan antara ladang dan
kebun masyarakat setempat. Hutan. Ketik lagi, hutan. Kita berada di dalam
hutan. Hutan heterogen, hutan tropis dengan rindangnya pepohonan. Hanya sedikit
terlihat sinar matahari yang masuk di antara dedaunan dan batang pepohonan.
Begitu gelap, begitu rimba. Saya tak terlalu lama menatap megahnya vegetasi
ini, karena pendakian terus dilakukan. Hanya sesekali saya menatap ke atas,
karena jalan yang saya lalui membutuhkan konsentrasi yang baik agar tak
terpeleset oleh medan yang becek. Tidak lama kemudian, hujan dengan intensitas
rendah mulai menyentuh kami, pendakian dihentikan sejenak untuk menyiapkan jas
hujan yang akan segera kami gunakan. Dan, pendakian kembali kami lanjutkan
hingga separuh malam.
Tak perlu kau tanya ia darimana
ia penyembah apa
keriting ataukah lurus rambutnya
cukup ulurkan tanganmu
jabat erat dan katakan
“kita akan tetap bersama”
Pendakian dihentikan pada shelter
satu, mendirikan tenda dan berisitirahat. Keesokan pagi, mentari menjadi
sahabat yang indah dengan cerahnya, berbagai perlengkapan yang basah, kami
sempatkan untuk dikeringkan sejenak, sembari membongkar tenda dan menyiapkan
diri kembali untuk lanjutkan pendakian. Medan kali ini semakin menantang. Kita
berpijak pada akar-akar pepohonan yang menjadi jalur pendakian. Mendaki,
mendaki dan terus mendaki. Sesekali gerimis datang lagi menyapa, membuat jalur
pendakian menjelma menjadi lumpur pekat dan menebal. Kita terus melakukan
pendakian. Sesekali berhenti pada areal yang padang, mengatur detak jantung
yang hendak terpental. Mendaki bersama, saling menunggu dan tentu saja
bercanda. Aku punya cokelat, dia punya gula jawa, aku merasa penat diapun
rasakan jua.
Ketika kau merasa lelah
tahukah kau
ia juga lelah
hanya saja ia selalu tersenyum
seolah bebannya lebih ringan
dari yang kau rasakan
Kita sampai pada shelter dua.
Lokasi terbuka dengan jenis vegetasi yang berbeda. Shelter dua berada pada
ketinggian 2.510 mdpl. Dari sini kita kembali melanjutkan perjalanan menuju
shelter tiga dengan medan yang semakin menggila. Sudah tak terlihat lagi
pepohonan dengan tampuk induk atau tajuk menjulang. Hanya tanaman kecil dengan
kerapatan sempit. Sementara jalur pendakian adalah jalur air yang telah dalam,
terjal, licin dan berbatu. Terkadang kami harus berjalan menyamping karena trek
yang sempit, terkadang kepala harus terbentur akar-akar yang berada di atas
kepala, bukan tak jarang kami bergelayutan, bukan tak jarang kami harus
merangkak, merunduk, bahkan memanjat. Sesekali, keril di pundak kami lepaskan,
untuk memudahkan pendakian. Sepanjang hari kami berada dalam medan seperti ini.
tetapi kami tetap selalu bersama, saling memberi semangat, membuka tangan untuk
membantu sahabat lainnya. Kami terus mendaki bersama, dengan kucuran keringat
dan semangat yang tak akan padam.
Yang dibutuhkan pendaki adalah
punggung yang kokoh
kaki yang kuat
lengan yang tangguh
akal yang cerdas
serta hati yang lembut
Senja tak lama lagi datang, kami
telah sampai pada ketinggian 3.073 mdpl berlabel shelter tiga. Di sini, medan
sudah sangat terbuka. Kabut masih tebal, kami mendirikan tenda. Tak ada yang
bisa kau nikmati disini. Lantas, mengapa aku berada di tempat ini. Karena aku
tak butuhkan indah itu. Aku hanya butuh damai itu. Dan tempat ini, damai itu
aku temukan.
Malam menjelang, rendang mas Heru
menjadi pengusir dingin di suhu badan. Meski siang cuaca mendung berawan,
malamnya langit begitu cerah dan terang. Kami bisa menatap kerlap lampu kota
Sungai Penuh dari sini. Begitu menawan, karena duduk di sisi api unggun,
menatap bintang dan juga cahaya lampu, seakan berada di sebuah altar diantara
ribuan umat yang butuh pencerahan. Aku kembali ke tenda, berbagi cerita dengan
travelmateku yang ternyata supel dan mudah mencairkan suasana. Ia banyak
membantuku dalam pendakian ini, meski berusia lebih muda, ia lebih siap
menyemat label pendaki daripada saya. Ia memiliki banyak perlengkapan yang
sejatinya tak ia butuhkan, tapi ia sanggup membawanya hanya untuk bisa membantu
pendaki lainnya. Senang setenda denganmu kawan…..
Tak perlu banyak bicara
cukup beri ruang sedikit kerilmu untuknya
Ringan itu ketika hati ringan
menerimanya
Ahad, 18 Nopember 2012. Ketika fajar
belum tampak, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju puncak. Kami meninggalkan
tenda di sini. hanya membawa daypack dengan perlengkapan seperlunya. Jaket terpakai,
headlamp menyala. Kami memulai menggunakan otot paha dan tatap mata yang tajam.
Angin menghembus. Kaki berbaur dengan debu dan batu. kami terus berjalan hingga
pagi menjelang. Perlahan, medan mulai terlihat karena sinar matahari menjadi
penerang. Medan luas yang terjal. Berbatu dan berdebu. Ada jurang-jurang besar
yang menciutkan nyali bila terlalu lama kau menatapnya. Ada gumpalan awan
seolah seksama melihatmu kepayahan. Dan tentu saja ada persahaban yang erat
diantara itu semua.
Waktu dhuha menyapa, telah
tercium bau belerang dengan pekat. Gumpalan asap kawah semakin dekat. Langit pagi
cerah tanpa sekat. Dan aku sampai pada puncak. Jantung kembali berdetak. Ada
rindu semakin menggertak. Ada cinta yang yang menghentak. Ada sebuah nama yang
melesat pada benak.
Ketika seorang pendaki terdiam
ia bukan kelelahan
ia hanya berbisik pada Tuhannya
bahwa betapa kecilnya ia
Puncak gunung kerinci. Berada pada
Taman Nasional Kerinci Seblat provinsi Jambi – Indonesia. Dengan ketinggian
lebih dari 3.805 mdpl. Dengan kawah aktif selebar 400 x 120 meter,
terus memperlihatkan gagahnya. Sesekali terlihat kawah dengan cairan berwarna
hijau diantara kepulan asap kawah yang membumbung ke atas. Membuatku kembali
menyimak kalimat Tuhan dengan awal penciptaannya. Sekali lagi, gunung, selalu
membuat saya mengulang lembar ayat yang pernah tersirat. Saat Musa menerima 10 perintah
Tuhan di gunung Sinai, saat Muhammad bersendiri
di celah sempit gunung Cahaya, atau umat Nuh yang terselamatkan hingga ke
gunung Nizir. Ada begitu banyak maksud penciptaan gunung, ada begitu banyak bab
suci tentang gunung, ada begitu banyak pelajaran mahal tentang gunung, tentu bagi
mereka yang berfikir dan menggunakan fikirnya.
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung
dan sungai-sungai padanya. … Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan(QS. Ar-Rad, 13)
***
Pendakian berakhir, kami kembali
menuruni gunung pada trek yang sama. Masih ada perjalanan selanjutnya setelah
ini. Menuju eksotisme danau gunung tujuh yang berada jauh di dalam hutan dan
ketinggian, juga menikmati wisata budaya kota padang hingga medan. Saya hanya
bisa kembali menatap puncak kerinci dari kejauhan. Bahwa betapa gagahnya ia
sendiri di sana.
Kerinci. Keindahannya bukan
pada saat kau berada pada ketinggiannya, bukan pada saat kau menjamah
puncaknya. Ia terasa indah saat kau telah pergi meninggalkannya. Saat kau buka
kembali memori tentangnya.
Terimakasih, kepada semua
teman-teman yang telah memberikan sekali lagi kesempatan berada bersama kalian
dalam pendakian kali ini. mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan.
***
Ketika aku berada dalam sebuah petualangan, aku merasa, petualangan ini
akan berakhir. Namun ketika aku berada dalam sebuah pendakian, aku berkata, aku
akan terus mendaki, hingga keterbatasanlah yang akan mengakhiri.
ooOoo
Artikel Terkait
congrat mas iman...berdiri dipuncak kerinci dan tidak semua orang punya kesempatan itu.Hmmm...aku hanya akan mempunyai mimpi itu semoga tidak terkubur he...xx
BalasHapusHoho, Dilis, cepat sekali nyampenya, tulisan ini belum rilis eh udah ada dilis...hehe Terimakasih yak.
Hapusselalu luar biasa membaca tulisannya mas Iman....congrats buat team Elkape yang udah menyelesaikan satu lagi misinya..nunggu Rinjani aja deh..:-)
BalasHapusPoster BackpackerBorneo sudah kita kibarin loh...
Hapusditunggu trip barengnya sobat.
aseeekkk.....
BalasHapusjd pingin ikuut :(
aseeek...
Hapusberkesan banget ye ciin edisi kali ini...
waktu seminggu cuman berasa 2 hari..
benar2 sesuatu dah..
semoga langgeng..amiin.
semoga saya langgeng bersama kalian elkape indonesia
Hapusudah bertaun taun gak jalan bareng kalian #lebay
Memori Kerinci sampai kapan pun tidak akan pernah hilang, kecuali Allah berkehendak untuk menghapusnya. Tulisan yang indah dengan detil sederhana namun dalam.
BalasHapusTerimakasih mas Leader.
HapusSuka dengan syair-syairnya!
BalasHapusMas Iman bukan saja hebat merangkai kata narasi, ternyata juga pandai meramu syair!
Terimakasih, wahai sahabat jauh yang selalu dekat di hati. peluk cium buat Althaf disana, lekas besar dan jadi kebanggaan Ayah Bundanya.
Hapusberasa ikut di situ mas, sangat indah dan mimpi saya untuk ke kerinci semoga bisa :) salam kenal mas iman :)
BalasHapusTerimakasih. Salam kenal juga, dan semoga mimpinya terwujud dalam waktu dekat.
Hapuswaah edisi terbaru udah terbit yaa :D
BalasHapusudah terbit. silakan diborong. gratis. hehe.
Hapusbuku harianku belum jadi2 sampe sekarang -__-"
HapusSampe merinding baca-nya bang.. Super sekali kata-katanya.. :)
BalasHapusTerimakasih sobat.
HapusSELALU JUARA KALO POSTING CATPER..
BalasHapusCONGRATS BANG BRO..
dan Anda juaranya pendaki. Terimakasih.
Hapusmakasih mas udah nyebut nama saya meskipun cuma nemanin kopi darat, mungkin kapan2 bisa jadi travelmate he he (lirik kaki)
BalasHapusfakhruddin
Terimakasih sudah menemani saya di soeta dari jam 00 sampai jam 03.30 saat harus kembali ke waitingroom soeta.
HapusIman diatas atap...mantapp!! Membacanya mbuatku mengharu biru...syairnya,cetar membahana badaiiii... (Ala syahrini).. Selamat ya man... Smoga next time bs nanjak bareng lg... #mupeng euy...
BalasHapusTerimakasih, maaf telah merepotkan dirimu dan keluarga selama inap di jakarta.
Hapusharu,,,subhanallah,,
BalasHapuspingin rasa nya mendaki gunung,,tp hNya angan,,
kerennn mas Iman,,
g bisa brKata2 lg,,
hNya terucap,,terima ksh atas share perjalanannya,,
d tunggu cerita selanjutnya,,
Terimakasih mbak Novia
Hapus