Kamis, 19 Oktober 2017

Brugia Malayi



Brugia Malayi

Bpk. Tulus

Brugia Malayi, baru dengar? Iya, sama. Bagus yak, jadi kepikiran nanti kalau anakku yang ke dua lahir, nama ini bisa dijadikan kandidat. Nicknamenya bisa Brug, atau Brugi. Tapi kalau Brug, kayak suara nangka jatuh dari pohon. Ngga bagus. Kalau Brugi, kayaknya susah ejaannya, ujung-ujungnya malah dipanggil rugi. Apalagi kalau panggilannya Malay, bisa dideportasi akhirnya, hehe. Ya udah, ga jadi aja ah. Ganti yang lain aja.
*intermeso



Brugia Malayi sebetulnya adalah nama cacing yang kalau salah tempat tinggal bisa menyebabkan kerugian orang lain, kita misalnya. Cacing ini adalah penyebab penyakit kaki gajah kalau sudah berada di peredaran darah manusia melalui nyamuk. Kali ini blognya berisi review sosialisasi penyakit kaki gajah oleh teman-teman dari Puskesmas Sekatak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Aku ceritakan berdasar catatanku saat ikut mendengarkan arahan mereka yak, semoga bermanfaat.


Bulkaga atau bulan eliminasi kaki gajah, bulan dimana teman-teman dari dinas kesehatan sedang membagi-bagikan obat pencegahan penyakit kaki gajah. Dan kegiatan ini dilakukan hingga tahun ke lima. Eliminasi ya sob, kayak jaman-jaman kontes nyanyi di TV swasta beberapa tahun lalu. Tahun ini sudah masuk tahun ke dua. Tahun pertama sosialisasi aku sedang tidak berada di tempat, tapi tetap dapat obat pencegahannya juga. Baru kali ini di tahun ke dua, aku ikuti sosialisasi mereka dengan mengenalkan lebih detail apa sebenarnya penyakit ini.


Dimoderasi oleh dr. Lutfi Hi Abdul Latif dari Puskesmas Sekatak, presentasi disampaikan oleh Bapak Tulus, tulus sekali beliau menjelaskan. Sederhana dan mudah diterima. Penyakit kaki gajah sebetulnya hanya istilah yang populer saja, karena kalau sudah terkena infeksi ini kaki manusia bisa membesar layaknya kaki gajah. Padahal sebenarnya kalau terkena penyakit ini tidak hanya bagian kaki saja yang bisa membesar, tetapi juga lengan, payudara, atau ‘telor’nya kaum pria. Kalau istilah kedokterannya mereka menyebutnya Filariasis atau Elephantiasis.


Penyakit ini adalah penyakit infeksi menahun yang disebabkan cacing yang ditularkan nyamuk. Penyakit ini menyerang semua gender laki-laki ataupun perempuan, yang transgenderpun juga bisa. Untuk usianya juga begitu, tetapi untuk yang diberikan obat pencegahannya hanya untuk yang di atas 2 tahun. Penyakit ini ternyata lebih banyak menyerang manusia di usia-usia produktif. Dan gelaja penyakit ini tidak secara langsung terasa, tapi bertahap. Karenanya itu kadang penyakit ini ada yang menganggap sebagai penyakit turunan atau kutukan. Padahal bukan, penyakit ini dari cacing itu tadi yang udah ada di tubuh penderita. Lalu, ada nyamuk datang tanpa permisi, sedot dah tuh si penderita. Nyamuknya sukses ga ditepok trus di dalam perut nyamuk cacing berproses jadi larva selama sepuluh hari. Hari ke sebelas nyamuknya haus lagi, trus gigitin kamu. Lah si larva pindah ke kamu, trus kamunya terinpeksi dah. Gitu kira-kira yang aku pahami.


Tapi intinya sob, hidup harus bersih. Genangan air harus selalu dibersihkan. Supaya nyamuk ga dengan leluasa berkembang biak. Kemudian kalau ada sosialisasi seperti ini ya ikuti, termasuk juga obat yang diberikan harus diminum juga karena kalau satu orang saja yang ga ikutan minum, lalu kamunya yang jadi penyebab penyebaran penyakitnya bagaimana. Iya kan. Nah, jadi jangan kuatir oleh efek samping atau efek depan yang kemungkinan akan ditimbulkan oleh obat tadi. Memang katanya akan menyebabkan kantuk, mual, pusing dan kepingin mangga pencit. Eh, ngga ding. Kantuk atau mual aja. Tapi ga musti, buktinya aku sudah minum dan biasa aja, baiknya minumnya susudah makan atau mau tidur malam. Atau buat kamu yang lagi patah hati lantas susah tidur obat ini bisa berfungsi ganda. Kamu ngantuk, tidur lalu lupakan semua pengkhiatannya. Hah.


Aku lanjutkan yak. Kalau misal kamu sampai ada efek yang agak berat dari yang lain setelah kamu minum obat ini, sebaiknya periksa kembali ke Puskesmas. Kata si penyuluh kemarin, itu bisa disebabkan obatnya lagi bereaksi, atau di dalam tubuh kamu sudah ada bibit-bibit penyakitnya. Jangan salah, kabupaten kita ini sudah termasuk wilayah endemis atau sudah terdapat kasus penderitanya. Jadi harus lebih diwaspadai yak.


Kalau misal yang terkena penyakit ini, gejala awalnnya bisa berupa demam seperti biasa. Bedanya demamnya itu tanpa sebab dan bisa berhenti sendiri. Ga kayak kamu lagi influensa yak, kan bisa bikin demam gitu. Nah kalau ini tidak, ngga tau aja tiba-tiba demam. Mirip kayak cinta bertepuk sebelah tangan yak, tiba-tiba aja jealous waktu liat dia akrab sama yang lain, trus tiba-tiba kita juga demam tanpa kejelasan. Sembuhnya yak setelah kamu piknik ke pantai trus teriak sekencang-kencangnya karena keinjak bulu babi di pantai. Haha.


Jadi selain demam tanpa sebab dan bisa sembuh sendiri itu, ada juga ciri yang lain. Di bagian lengan atau kaki ada semacam garis merah yang terlihat di kulit. Juga akan ada benjolan di paha atau kulit. Nanti kalau sudah pada tahap kronis baru terjadi pembesaran atau pembengkakkan pada kaki, tangan dll. Nah kalau sudah di tahap itu ya sulit disembuhkan. Hanya bisa dicegah saja agar tidak terlalu cepat membesarnya. Penyakit ini pun tidak menyebabkan kematian, hanya bisa repot saja kalau ada sebagian tubuh kita yang membesar. Dijamin sudah ga bisa pakai hotpants lagi atau legging.


Ya udah, terakhir aku sampaikan buat teman-teman yang berada di kabupaten ini mari kita sukseskan bulkaga yak. Jangan ragu untuk meminum obatnya. Tapi ikuti aturan minumnya juga, ga boleh buat anak di bawah 2 tahun, ibu hamil, penderita jantung dan yang lagi sakit keras. Biasanya didampingi petugas ya sob kalau dapat obat ini. Jadi bisa nanya-nanya lagi kalau tulisan ini masih ada kekeliruannya.


Mari sukseskan bulkaga, mari ciptakan masyarakat yang bebas dari penyakit kaki gajah.


ooOoo


Artikel Terkait
Comments
2 Comments

2 komentar:

  1. ha...xx akhirnya cerita mas iman bukan lagi tentang gunung dan perjalanan ye..ye...ye...
    anak kedua kasih nama yg lainlah...
    berbagi ilmu ya pak

    BalasHapus
  2. hahaha...udah pensiun dari gunung.
    berbagi cerita saja mba dilis, karena program yang beginian masih sering dikuatirkan warga disini. itung2 ikut sosialisasi juga ya, hehe.

    BalasHapus