Empat orang
anak saling berhadapan. Laki-laki dan perempuan. Empat anak berjaga di garisnya
masing-masing. Empat anak lainnya berusaha untuk menerobos tanpa harus
tersentuh oleh penjaga. Ini kerja tim, bukan individu. Jadi kemenangan
menerobos pertahanan tak dinilai berdasarkan keberhasilan perorangan. Jika tiga
anak saja yang berhasil menerobos tapi satu anak tertahan makan permainan tidak
dianggap sukses, tidak disebut sebagai pemenang.
Garis
dibuat di tanah berpasir. Masih berair bekas hujan semalam. Anak-anak tak
memakai sandal, orang tua yang melihat tak melarang mereka bercampur dengan
‘kotoran’. Sesekali mereka bersorak. Sesekali mereka saling memberi semangat.
Sesekali mereka tertawa, terjatuh kemudian bangkit kembali. Mereka berlari,
mereka tertangkap. Mereka terus mengatur strategi agar bisa menembus garis
akhir. Mereka selalu memulainya dengan meneriakkan satu kata.
‘Aaasin!.’
Asin,
adalah jenis permaianan tradisional. Bukan di meme media sosial, bukan juga di
kenangan kaum hampir tua. Buat sebagian warganet, kenangan permainan
tradisional masih sering diangkat kembali. Masa dimana kini permainan itu telah
berganti menjadi serba digital. Namun tidak di lingkunganku hingga kini.
Permainan tradisional masih sering dimainkan oleh anak-anak di tempatku. Tidak
jarang, kami para tetua yang selalu bahagia ini ikut meramaikan bersama mereka.
Asin, di
tempat lain disebut permainan gobak sodor. Selain permainan Asin, permainan
lain yang sering dimainkan adalah banga, cabang, yeye, lempar sendal, batu
betor, rendes atau pajak lari. Banyak
bukan?, yak masih lestari di sini.
Salah satu
permainan yang kadang diikuti orang dewasa kalau anak-anak sedang bermain yaitu
permainan banga. Banga adalah salah satu jenis permainan kelereng. Dulu, ada
yang namanya main tukun, main serambang atau main lobang. Tapi anak-anak
sekarang jenis permainannya adalah main banga. Kelereng diletakkan beberapa
bulir di dalam sebuah lingkaran besar. Para pemain melemparkan kelereng
senjatanya atau yang disebut kobat dari garis tertentu. Kelereng yang paling
jauh dari garis lingkaran berhak untuk menembakkan kelerengnya dengan cara
diketek menuju kumpulan kelereng yang berada di dalam lingkaran. Kelereng yang
berhasil keluar dari lingkaran akan menjadi miliknya.
Lempar
sendal juga unik. Modalnya hanya sendal para pemainnya. Akhirnya anak-anak
berlari tanpa sendal. Sendal dibuat berdiri seperti tumpukkan kayu api unggun.
Satu sendal digunakan sebagai kobat. Satu tim pemain penyerang dipersilakan
melempar tumpukkan sendal hingga berantakan. Sementara tim penjaga bersiap
untuk membalas penyerangan. Tim akan menjadi pemenang jika berhasil meruntuhkan
tumpukkan sendal dan membangunnya kembali tanpa harus terkena lemparan sendal
dari tim penjaga.
Untuk
permaian lompat tali, sama seperti di daerah lainnya. Bedanya lagu yang mereka
nyanyikan selalu saja baru dan membuat yang mendengarnya tersenyum atau malah
tertawa. Senang saja, karena bait demi bait yang mereka nyanyikan terkadang
sulit diartikan. Terserah mereka saja bagaimana mereka mengekspresikan
kesenangannya. Selama itu baik, tentu saja ada manfaatnya.
Satu lagi
yang seru buat anak-anak di tempat ini. Mereka bersuka ria kalau hujan datang
dengan derasnya. Mereka biasa bermain sambil berlari-lari. Mencari genangan air
lalu mencipratkan ke temannya.
Hujan
Tak hanya
menyisakan genangan
Tapi juga kenangan
Buat anak-anak di tempat
ini, bermain di alam bebas adalah kebiasaan. Mereka tetap bersekolah seperti
biasa. Melanjutkan belajar membaca al quran di siang harinya. Mereka juga
terlihat belajar bersama saat malam di mess pekerja atau saat mahasiswa PKL
datang di tempat ini. Namun jangan disangka mereka anak pedesaan yang sering
dibilang tertinggal oleh sebagian orang. Merekapun bukan tak kenal instagram
atau sekedar videocall-an. Punya, hanya saja mereka dibiasakan untuk tidak
mendewakan kotak berlistrik tersebut. Orang tua mereka aku perhatikan masih
bisa memberikan jatah waktu kapan saatnya mengenal teknologi kapan juga harus bersosialiasi
secara nyata.
Permainan tradisional
sejatinya mengajarkan kita tentang banyak hal. Ketangkasan, keterampilan,
kecepatan ataupun strategi. Permainan tradisional secara tim juga demikian.
Mengesampingkan ego menjadi pemenang tunggal dengan mendahulukan kemenangan
bersama adalah filosofi yang ditawarkan. Kejujuran juga diperlukan dalam sebuah
permainan. Dan satu hal lagi yang bisa diambil manfaat dari permainan
tradisional adalah bergerak berolah jiwa dan raga. Lebih sehat, lebih peka
dengan sesama. Diharapkan nantinya mereka yang tumbuh dari masa kecil yang
kenyang dengan permainan tradisional akan menjadi pribadi yang tangguh, sehat
dan kuat. Mereka juga kelak diharapkan tetap bisa bersosialisasi dan mudah
membantu sesama. Setidaknya mereka yang sudah tumbuh dari bagian permainan
tradisional, tak akan pernah mengenal apa itu kecurangan, apa itu kebohongan,
apa itu pengkhiatanan. Mereka tak akan terbiasa untuk memainkan janji yang
pernah diikrarkan, tak akan bisa memainkan hati dan perasaan, tak akan mungkin
meragukan sebuah keyakinan yang pernah kau azamkan, tak akan terpikirkan untuk meruntuhkan
cita-cita, asa atau pun mimpi yang ingin kau bangun bersama. Tak akan pernah.
Sudah.
ooOoo
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar