Rabu, 12 Oktober 2011

The Bromo



eLKaPe Indonesia Comunity

Hari ke empat dalam rangkaian ekspedisi gunung Semeru, Bromo dan Madakaripura lewat eLKaPe Indonesia Community. Sore pukul empat, aku dan beberapa teman telah sampai di desa Ranu Pani, desa terakhir untuk mulai mendaki gunung Semeru. Dalam rangkaian perjalananku menuju Puncak Semeru, terhitung dua kali aku berteriak lega. Pertama, saat aku sampai di tanah tertinggi, gunung Semeru puncak Mahameru. Ekspressi suka dan bangga atas ijinNya dapat mencoretkan diary hidupku berada di ‘puncak para dewa’ ini. Dan teriakan legaku yang ke dua adalah ketika aku mulai melihat desa Ranu Pani dari ketinggian tanjakkan terakhir, menandakan aku telah menyudahi rangkaian trekking ke gunung tertinggi pulau Jawa ini. Teriak dan berteriak lagi. “Alhamdulillah yah…” kata-kata Syahrini menghias canda riang para pendaki yang telah turun gunung dengan selamat. Segelas teh hangat berada di dalam benak, semakin kupercepat langkah menuju Base Camp desa Ranu Pane di Kaki gunung nan permai.

@ Ranu Pani

Team eLKaPe Semeru yang berjumlah 28 orang dari berbagai kota dan daerah, telah genap sampai di desa Ranu Pani. Senja dan dinginnya udara adalah hiasan ketika leader mempertemukan kami semua dalam lingkaran ucap akhir. Salam perpisahan untuk keberhasilan team dalam ekspedisi kali ini. Haru dan tentu saja meninggalkan kesan membekas begitu dalam.

Dari 28 pendaki team terpecah untuk ekspedisi selanjutnya. Memang ekspedisi utama team adalah gunung Semeru. Setelah itu, beberapa person memilih rute selanjutnya, ada yang langsung kembali ke kotanya masing-masing, ada juga yang melanjutkan tripnya ke berbagai daerah lainnya. Aku bersama 8 (delapan) orang lain, mengikuti ekspesidi gunung Bromo dan air terjun Madakaripura Probolinggo.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Dengan menumpang mobil jeep terbuka, sembilan orang team eLKaPe menuju desa Tengger untuk mencari homestay. Desa Tengger adalah desa terdekat untuk menuju gunung Bromo. Malam, dingin….dengan mobil terbuka kita melewati lautan pasir Bromo. Sekitar jam sembilan malam kita telah sampai di peradaban sebenarnya, desa Tengger. Senang rasanya melihat pemukiman kembali. Ah….canda alay dan lebay selalu menjadi penghias kebersamaan kami. Yah. Meski baru bertemu kami sudah sangat akrab. Tidak ada perbedaan kasta, usia dan juga gender. Semua pendaki adalah satu. *kecuali perbedaan tinggi badan…wёёёёёёk.

Ketika sampai di desa Tengger, saat leader bernego mencari homestay (duh Leader-leaderku terbuat dari apakah hati kalian……dedikasi yang tak berujung, lelah dan penat kalian bungkus dalam kedewasaan yang terlukis di tenangnya wajah……) beberapa pedagang mulai mengejar rombongan kita.” Ah, berasa artis dah kalo gini, dikejar-kejar fans saat masuk kampung….(^..*)”. ketika leader deal dengan pemilik homestay, kita memindahkan semua kerir ke dalam. Dan penjaja merchandise telah siap menawarkan barang dagangannya. Begitu juga penjaja makanan bakso malang. Langsung pesan, karena udara yang dingin sangat tepat untuk menikmati semangkok bakso malang. Setelah beberapa suap bakso lengkap dengan saos dan sambelnya, barulah nyadar kalau bibir ternyata sudah tak normal lagi. Ya, dehidrasi atau apalah tak tahu pasti penyebabnya, yang jelas oleh-oleh dari tiga hari dua malam menuju puncak Mahameru adalah bibir yang pecah-pecah.

Selama di homestay, lagi lagi leader *mas Obi dan Yudhis – Jakarta* memberikan pengarahan kalau team akan berangkat ke Penanjakan untuk melihat sunrise pukul 3.45 menit, semua anggota wajib mensetting alarm di jam demikian atau beberapa menit sebelumnya untuk persiapan. Homestay berisikan tiga kamar lengkap dengan bednya untuk kapasitas 2 (dua) orang. Ruang tengah dilengkapi sofa dan televisi. Dan kamar mandi dalam. Aku, memilih tidur di sofa saja, dibungkus dengan sleeping bag biar hangat. Tentu saja, sebelum tidur aku mandi terlebih dahulu….*karena memang belum mandi selama tiga hari. Tuweeeewww!!!

@ Pananjakan

Bercanda…. Berbagi dan saling mengisi. Itulah yang terjalin selama di homestay.
Sekitar pukul 4 pagi kita berangkat menuju Pananjakan untuk melihat sunrise yang nyembul dari panorama Bromo. Sepagi itu, jalanan ternyata sudah ramai. Ramai oleh wisatawan asing yang juga menuju lokasi Pananjakan. Terlihat beberapa turis memilih berjalan kaki. Menuju pananjakan, kita musti menyiapkan betis berotot lagi. Karena trek yang dilalui terus menanjak. Meski telah dibuatkan tangga, tetapi tetap saja terasa melelahkan. Semangat masih tersisa, sehingga semua trek dapat dilalui dengan baik, tanpa hambatan yang berarti. Di sepanjang trek menuju Pananjakan, terdapat beberapa penjaja makanan kecil. Selain itu ojek kuda juga menjadi pilihan bagi anda yang tak ingin bersusah payah menuju puncak. Kita, berjalan bersama dengan canda riuh tentunya.

Sunrise
Sesampainya di Pananjakan, sebuah area yang tak terlalu luas, dimana dari lokasi tersebut kita dapat menyaksikan rangkai pegunungan Tengger di depan mata. Gunung Bromo, Batok, hamparan lautan pasir hingga Puncak Mahameru terlihat dengan jelas. Baiknya, pada saat itu langit benar-benar cerah. Dan para pecinta sunrise terlihat bersiap-siap dengan kameranya mengabadikan fenomena warna langit yang begitu indahnya…..

Ojek Kuda Gn. Bromo
Ketika langit mulai terlihat cerah, team melanjutkan menuju kawah Bromo. Lautan pasir telah ramai. Benar-benar ramai. Bromo memang telah menjadi tujuan wisata yang masyhur. Lebih banyak turis manca daripada wisatawan lokal. Abu vulkanik dan pemandangan laksana gurun nan tandus, menyulap lokasi ini seakan berada di luar Indonesia. Indah dan sangat mempesona. Dari lokasi  batas masuk kendaraan roda empat, pengunjung dapat menggunakan jasa ojek kuda yang banyak menawarkan jasanya. Tarif variatif tergantung nego…..lima belas ribu rupiah one way.


Kawah Gunung Bromo
Ketika semua anggota team dapat mencapai bibir kawah dan menyaksikan keagungan ciptaan Tuhan, menandakan ekspedisi Bromo harus disudahi. Team kembali ke desa Tengger menuju homestay. Sebelum ke homestay kita ‘beredar’ terlebih dahulu di desa Tengger. Desa ini desa yang indah. Sarana layaknya sebuah lokasi wisata telah memadai. Sebagian mencari merchandise di ruko sekitar, sedang aku dan Fara hunting warung untuk lunch. Didapatlah sebuah warung menyajikan menu nasi pecel dan teh manis hangat di harga enam ribu rupiah, makyussss. Kelar melaksanakan ritual isi perut, kita kembali ke homestay untuk bersiap check out dan menuju trip selanjutnya. Air terjun tertinggi di pulau Jawa, Madakaripura di Probolinggo….tunggu cerita lanjut yah…..

ooOoo


Matur Nuhun buat 8 Petualang dalam eLKaPe Indonesia Adventure ed. Bromo :
1. Haryo Bimo Suryaningprang (Jakarta, Koord)
2. Yudhistira Rangga (Jakarta, Koord)
3. Bang Togi (Jakarta)
4. Fara Wahid (Jakarta)
5. Anink Ni alias Harni alias Anre alias ck ck ck (Jakarta)
6. Felisianus Jeremy Andrian (Jakarta)
7. Agus "Sayap Sayap Patah" (Jawa Barat)
8. Rudy Sanjaya (Jawa Barat)

Artikel Terkait
Comments
5 Comments

5 komentar:

  1. huahahaha....
    terharu bacanya....

    BalasHapus
  2. ah Yudhis......kenapa terharu.Thanks ya Korlap.

    BalasHapus
  3. Cerita yang menarik. Asap kawahnya lumayan tenang ya bang. Saya waktu ke sana asap kawahnya sangat mengerikan (karena baru erupsi). Tapi asyik moment langka waktu itu..hehe

    BalasHapus
  4. Kawahnya memang sedang bersahabat saat itu, hanya sesekali terjadi pusaran angin berskala kecil namun cukup membuat debu / abu vulkanik bertebaran.

    BalasHapus