Kamis, 20 Oktober 2011

Walau Seribu Rebah


 Tiada Pernah Kuragukan
Kasih Setia-Mu ya Tuhan
Setiap Waktu Dalam Hidupku
Tak Pernah Kau Tinggalkan

Meski Langit Tampak Suram
Awan Gelap Pun Menghadang
Hadapi Badai Lewati Gelombang
Tak Pernah Kau Tinggalkan Diriku

Syair ini masih asing di telingaku, namun mengapa hampir semua penumpang dapat menghafalnya, menyanyikannya bersama-sama meski tanpa seorang konduktor. Disisi kiri dan kananku, dalam barisan bangku di teras kapal nan sesak ini, mereka menikmati alunan yang menenangkan ini. Ibu-ibu, bapak-bapak bahkan para penjaja makanan dapat melagukannya dengan baik. Lagu apakah ini?, mengapa aku tak mengenalnya. Kudengar lagi dengan seksama bait demi baitnya …..                  

Walau Seribu Rebah Di Sisiku
Kau Tetaplah Allah Penolongku
Walau Sepuluh Ribu Rebah Di Kananku
Tak Kan Ku Goyah Sebab Yesus Sertaku

Hingga satu kesatuan paduan syair dan melodi tersebut tuntas, aku menemukan jawabnya. Yang aku dengar ini adalah puji-pujian. Sebuah paduan syair dan melodi terkemas dalam sebuah karya apik, yang belakangan aku tahu ini adalah karya dari Welyar Kaunto dan dilantunkan dengan merdu dari suara penyanyi bernama Nikita.

Pelabuhan Manado
Memoar ini terukir saat aku melakukan perjalanan menggunakan armada laut ke perairan di utara Sulawasi Utara. Beberapa daerah kabupaten yang aku sambangi adalah memang berpenduduk mayoritas umat nasrani, diantaranya adalah kabupaten Talaud. Adalah hal yang baru yaitu aku berbaur dengan ‘budaya’ agama lain. Lantunan puji-pujian tersebut terus saja berkumandang bergantian. Dan penumpang begitu menikmatinya. *baca ; khidmat.

Lirung - Talaud, Sulut
Kapal perintis yang aku tumpangi untuk mengantarku ke kota Lirung – Talaud belum juga berangkat. Mentari mulai menuju ke peraduan. Aku belum menunaikan ibadah shalat dzuhur dan asharku. Dan, aku menunaikannya di dalam bilik sempit berukuran dua kali dua meter disela-sela kardus dan koper penumpang. Dalam kamar ini, aku meminta ijin kepada seorang Bapak yang menempati kamar ini untuk beribadah sejenak. Setelah mengucapkan terimakasih, aku mengenal Bapak ini adalah seorang nasrani. Sebuah sikap toleran ketika ia mempersilakan aku menggunakan kamarnya untuk beribadah.

Satu hal lain yang aku temui di kapal ini adalah ketika kapal akan berlayar, terdengar suara pria melantunkan doa dan diikuti sebagian besar penumpang. Ya, doa kaum nasrani, memohon keselamatan dalam perjalanan menuju kota yang dituju. Aku hanya memperhatikan mereka. Ini adalah hal baru buatku. Namun, kekhidmatan penumpang, membuatku takjub dan tentu saja memberikan pelajaran bahwa hanya Tuhan yang menjadi tumpuan segalanya.

Lirung dari Melonguane, Talaud
Bahwa barangsiapa hendak diselamatkan, maka ia harus bertobat dari dosa-dosa mereka dan percaya pada Yesus Kristus. Ia harus mengakui dirinya sebagai orang berdosa, setuju dengan Allah tentang status dosa-dosanya, dan ia harus berseru pada Yesus untuk menyelamatkannya (Roma 10:13).


Jika ada orang yang melakukan hal ini, Yesus akan menyelamatkannya, dan pengorbanan Yesus di kayu salib akan dihitungkan bagi orang yang bertobat dan percaya tersebut. Kebenaran Yesus akan ditaruh pada dirinya, dan ia akan memiliki hidup yang kekal (Yoh. 3:16; 1 Yoh. 5:13).

Setelah doa penumpang kelar kembali lantunan puji-pujian diperdengarkan. Dan penumpang kembali ikut mendendangkan syair-syair indah tersebut. Suara yang kudengar kali ini tak asing lagi. Suara lembut milik Maria Shandy dengan tembang-tembang populernya yang kerap terdengar saat hari besar umat ini.

Perlahan kapal meninggalkan gemerlap kota Manado, terlihat kerlap lampu kota dan riak air laut menciptakan gerak kapal terhentak ke kiri dan ke kanan. Aku berucap lirih memulai perjalananku …

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al Baqarah 164)

Perjalanan, kemana dan menggunakan armada apa saja tetaplah senantiasa meluangkan waktu sejenak untuk menundukkan wajah memahami bahwa hanya atas kehendak Allah saja semua berlaku. Bismillah.

Senja di perairan Bunaken nan membiru
Terlihat Manado Tua di sisiku
Mentari menjingga lelap ke peraduan
Kembali syair itu mengiringi pergiku
Walau Seribu Rebah di Sisiku

*catatan perjalanan menuju Lirung, Juli 2011.

Artikel Terkait
Comments
6 Comments

6 komentar:

  1. Ahh...mas iman jalan jalan mulu...ngiri aku...mau dong!!!!ikut.....itulah hebatnya sang pencipta mas...membuat semua hal indah dalam perbedaan dan menghargai perbedaan dalam kebersamaan dan kebersahajaan.menciptakan semuanya menjadi melodi kehidupan...suit..suit

    BalasHapus
  2. eh ada Dilis, makasih loh udah sudi baca coretanku.... kalo mau ikut ayo... suka ke mana? pantai atau gunung.... masuk komunitas aja Dilis, bisa gabung dengan teman2 yang ngetrip, jadwalnya bisa dicocokin. kalo gunung, komunitas eLKaPe masih ada ekspedisi 8 gunung lagi...ayo ikutan.

    BalasHapus
  3. ha...xx aku penggemar apa saja pantai boleh gunung juga...ha...xx aku suka semua tulisan kok,,apa aja yang bisa aku baca he..xx mungkin gak semua gunung kali,yah kita lihat saja he..xx

    BalasHapus
  4. Terimakasih Dilis....Terimakasih AieSha.....

    BalasHapus
  5. wewwww suka bagian toleran tadi.. :)
    syair pujia2an tadi kamu mix dengan qs albaqoroh di gambar.. :)
    すごいいいいええええ。。。。

    BalasHapus