Senin, 10 Oktober 2011

Diary Semeru

Mt. Semeru 3.676 mdpl

Kalimat pertama yang membekas ketika mulai trekking adalah “ternyata mendaki gunung itu adalah … mendaki!”. Ya, aku jelaskan kembali, bahwa mendaki gunung adalah mengangkat kaki lebih tinggi dan bertumpu pada otot paha dengan kuat. Biarkan badanmu condong ke depan agar beban carrier di pundak tak menarikmu ke belakang. Selangkah demi selangkah. Hanya jalan setapak yang selebar tubuhmu yang kau lalui. Di sisi kiri lereng meninggi, di sisi kanan lereng nan curam. Bukan pemandangan aneh jika kau menengok ke samping lalu ke bawah, yang terlihat adalah pepohonan. Kaki terus menapaki jalan. Perlahan. Baru sadar, bahwa aku saat ini sedang mendaki. Mendaki gunung. Dengan membawa beban di pundak. Teringat jelas saat transit di airport sepinggan Balikpapan, seorang Bapak bertanya kepadaku, “Apa yang dicari oleh seorang pendaki?”. Begitu juga seorang teman yang bijak bertanya sebelum keberangkatanku menuju Malang, ia bertanya, “apanya mas, yang indah di gunung?”. Dua pertanyaan itu kembali menghias alam pikirku, saat aku mulai mendaki lereng gunung ini. Yah, aku sedang mendaki. Jangan tanya apakah rasanya. Yang jelas lelah, letih, cape dan beresiko.

Itulah skrip yang melintas saat pertama kali aku mendaki, dan saat aku mulai melangkahkan kaki menapaki lereng nan curam menuju ketinggian gunung Semeru. Bagimu, yang belum pernah mendaki akan dihantui berbagai pertanyaan yang mungkin serupa. Namun tahukah engkau, semua akan berubah kita kau telah berada di puncaknya. Puncak gunung Semeru bertajuk Mahameru. Saat itu aku memang tak bisa menjawab dengan sempurna berbagai pertanyaan tentang keinginan pendaki. Aku juga tak sabar menemukan jawab ketika langkah kecilku mulai menerobos vegetasi liar dan bau tanah yang bertebaran. Tapi kini, silakan saja ajukan pertanyaan itu. Maka aku akan menjawabnya dengan sempurna. Tidak dengan kata. Karena kata, kalimat dan juga alinea tak akan mampu menjabarkan tentang keindahan dan filosofi dari sebuah pendakian. Pergilah kesana. Cuma itu jawabannya.

Menghabiskan waktu selama tiga hari dua malam untuk mencapai puncak gunung Semeru. Meeting point di terminal Arjosari Malang, para pendaki yang berjumlah 28 orang dari berbagai kota dan daerah terhubung via dunia maya lewat eLKape Indonesia Community, sebuah ekspedisi mendaki 10 gunung di Indonesia, dan ekspedisi yang aku ikuti adalah edisi ke dua, Gunung Semeru. Dari terminal, team menuju Pasar Tumpang untuk melengkapi keperluan selama pendakian. Dari Tumpang menuju desa terakhir Ranu Pani. Dari Ranu Panilah, pendakian sesungguhnya dimulai untuk menuju Ranu Kumbolo.  Sekitar pukul 2.30 siang team mulai mendaki menuju Ranu Kumbolo, dan tiba di lokasi sekitar pukul 9 malam. ‘pertarungan’ dimulai. Ranu Kumbolo demikian dinginnya. Kabut. Tetapi, semangat mengalahkan itu semua.

Ranu Kumbolo

Mentari tak terlihat saat syuruq di Ranu Kumbolo, musim kemarau menyebabkan kabut bergelayut di bukit dan danau. Barulah ketika waktu duha menyapa, mentari bersinar dengan terangnya. Bukit tersinari menghijau, dan air danau (Ranu) Kumbolo terlihat memercik keemasan. Indah. Tapi tetap saja dingin.
Pendakian belum berakhir. Dari Ranu Kumbolo, ‘pertarungan’ telah siap di depan mata. Tanjakan Cinta. Sebuah jalan menanjak yang terlihat jelas di areal Ranu Kumbolo, telah menanti. Sedikit demi sedikit, setapak demi setapak. Satu persatu anggota team melewati rintangan legenda. Tanjakan Cinta. Tinggi, lelah dan menguras tenaga. Tetapi sabar kawan, lihatlah di sekitarmu ketika kau telah berada di puncak Tanjakan Cinta. Kau dapat menyaksikan ‘Lukisan Alam’ yang sebenarnya. Ranu Kumbolo dari ketinggian, atau Oro-oro ombo seluas matamu memandang. Indah, indah, sangat indah. “andai saja Aisywarya Rai melihat ini, pasti akan dijadikan latar pembuatan film terbarunya………..”

Oro-oro Ombo adalah medan bonus untuk menuju Kalimati. Di Kalimati adalah lokasi terakhir team untuk mendirikan tenda dan bersiap melakukan Summit di malam hari (dini hari).

Oro-Oro Ombo

Team eLKaPedisi Semeru tiba di Kalimati ketika mentari masih gagah berdiri. Beristirahat dan mengisi asupan karbohidrat ke lambung masing-masing. Mendirikan tenda dan beristirahat untuk melakukan pendakian sesungguhnya. Yah, muncak  atau summit attack, dilakukan dini hari dari Kalimati. Hal ini dilakukan karena pendaki tidak diperbolehkan berada di puncak Mahameru setelah pukul 8.30 atau pukul 9 pagi. Gas beracun yang dikeluarkan gunung Semeru berada di atas jam-jam tersebut tadi. Itu artinya, para pendaki harus melakukan summit lebih awal agar dapat sampai di puncak sebelum gas beracun semeru beredar.

Briefing dilakukan menjelang makan malam, segala sesuatu yang musti dipersiapkan dipertegas kembali agar terhindar dari berbagai risiko saat melakukan summit dini hari nanti. Head lamp, rain coat, air mineral, snack dan perlengkapan lain musti disiapkan sebelum tidur, agar ketika terbangun tak perlu menyita waktu untuk melakukan persiapan-persiapan tersebut. Maksimalkan istirahat, karena energy yang akan dibawa akan terpakai semuanya.

Pukul satu dini hari, team bersiap. Molor dari skedul, pukul dua dini hari barulah rombongan mulai melakukan ekspedisinya. Berjalan beriringan. Saling menunggu. Saling berbagi. Naik. Naik. Langkahkan terus kakimu.  Di kegelapan malam, berteman sinar dari empat battery A2. Menerobos keheningan. Satu tekad. Satu tujuan. Menuju puncak Mahameru.

Aku terdiam. Menatap ke atas. Jalan lurus menanjak. Oh Tuhan… tinggi sekali puncak ini. Tanah yang berpasir dan berbatu. Setiap langkah selalu melarutkan tubuhku ke bawah. Berpijak kuat. Agar tak mudah terseret. Dahaga. Letih. Lelah. Tak ada pilihan. Harus bisa. Harus kuat. Harus sampai. Bismillah.
Pukul delapan pagi. Aku masih berada di lereng tanjakan ini. Tinggi menatap ke puncak. Terjal menatap ke bawah. Aku sendiri. Terpisah jarak dengan yang lain. Aku hanya punya satu jam untuk sampai. Dan puncak masih sangat jauh. Aku kelelahan. Sangat kelelahan. Hampir putus asa. Aku berbisik lirih. Jika aku tak sampai, aku tak akan mungkin mengangkat kepalaku saat berjalan. Aku akan terus menunduk. Lesu. Bukanlah jarak yang dekat dari bumi paguntaka aku berasal menuju ‘surga’ ini. Aku telah melintas sungai dan laut sekedar melengkapi perlengkapan mendakiku. Aku berada di atas awan menujunya. Berjuang ketika tiket PP yang aku transfer harus berakhir di tangan kepolisan *penipuan, atau adu argument ketika travel menaikkan tarifnya ketika aku telah berada di Balikpapan. Semua teringat jelas. Semua terekam kuat. Semua adalah sebab, sebab yang membuat aku punyai kekuatan lain. Kini ketika puncak di atas sana. Apakah aku hanya bisa menatap dari sini. Tidak. Aku harus punya kekuatan. Harus kuat.

Bukan hanya dibutuhkan kekuatan atau tenaga ekstra untuk menggapainya. Tapi kalkulasi dan memainkan kecerdasan atas situasi yang ada. Beban carrier dipundak harus dikorbankan. Aku hanya membawa camera saku dan ponsel. Selebihnya aku tinggalkan carrier yang berisi rain coat, snack dan air di lereng ‘tanjakan penyesalan’ ini. Tidak hanya itu, aku juga menanggalkan celana panjang yang kukenakan. Hanya mengggunakan celana sport pendek. Terasa lebih ringan. Aku kembali memulai mendaki. Harus bisa. Harus bisa. Lima langkah aku terjatuh. Merebahkan diri di dinginya embun pagi. Aku bangkit kembali. Jangan terlena. Harus bangkit. Mengejar teman-teman yang tak terlihat lagi.

Seorang pendaki kutemui duduk lesu di sebongkah batu. Ia tak melanjutkan perjalanannya ke puncak. Ia berkata, “waktu telah habis, sebentar lagi gas beracun akan keluar”. Ya, aku tahu itu. Tetapi aku masih punya tiga puluh menit untuk sampai. Aku katakan aku akan sampai. Aku meminta kayu yang tak digunakannya lagi untuk mendaki. Sebilah kayu yang akan kugunakan untuk menopang pendakianku, sangat membantu. Aku terus mendaki. Terus. Dan terus. Hingga saat terindah itu aku temui.

Aku berlari. Aku teriak. Aku bersujud.

Aku sampai. Aku di Puncak Mahameru.

Puncak Mahameru

Saat aku tiba, dua sahabat dari team telah beranjak untuk kembali turun. Begitu juga sahabat-sahabat lainnya. Mereka telah bergegas untuk kembali turun. Namun ketika aku sampai, mereka dengan sigap menyambutku. Ada yang memberikan seteguk air. Ada yang menyiapkan camera. Ada juga yang memasangkan sang saka merah putih. Aku terharu. Sungguh terharu. Berada di sini, bukan perkara menatap keindahan dari ketinggian. bukan itu kawan. Tapi sebuah perjuangan. Sebuah perlawanan. Berjuang menaklukkan keangkuhan hati. Bahwa begitu rendah dan lemahnya kita di hadapanNya.

Mahameru, kau terlalu indah untuk untaian kata.

ooOoo

eLKaPe Indonesia

Perjalanan menuruni puncak Mahameru hingga menuju kembali ke Kalimati, kembali melalui trek yang sama. Sesampai di Kalimati, bersegera mengembalikan kekuatan tubuh yang terampas saat pendakian. Dalam tenda orange, bergumul dengan sleeping bag merah, aku membiarkan tubuhku terbaring seraya menghias mimpi mahameruku.

Hari ke empat, hari bergegas kembali ke peradaban. Hanya dibutuhkan satu hari perjalanan untuk menuju kembali ke desa Ranu Pani, dengan berisirahat sejenak di Ranu Kumbolo.
Ekspedisi ini telah berakhir. Kita menuntaskannya dengan selamat. Kita berpisah, untuk menyatukan hati. Kita datang sebagai orang asing, namun pulang sebagai saudara. 28 orang pendaki, dengan ragam karakter dan tabiat, disatukan oleh keindahan Mahameru, puncak gunung Semeru.

ooOoo

*ekspedisi Semeru berlanjut ke gunung Bromo dan air terjun Madakaripura, tunggu postingan selanjutnya
Artikel Terkait
Comments
21 Comments

21 komentar:

  1. Kenapa naik gunung? Karena perjuangan dan pencapaian ke puncak itulah yg membuat kita sadar bahwa yang bikin gunung itu Maha Besar.. ^.^

    BalasHapus
  2. Daydeh : ^_^
    Fara Wahid : Benar. Setuju.
    Anre : Ouhtt......(makasih kunjungannya)

    BalasHapus
  3. Biarpun letih, lelah, capek dan haus naik gunung tak membuatku jera ataupun kapok...meskipun aku termasuk kelompok berumur separti yg dibilang koordinator eLKaPe tp semangat msh membara...tul g mas iman?
    Smoga kita bs meraih puncak bersama lagi sobat,
    Makasih dah membantu saya.
    Merdeka!!!

    BalasHapus
  4. jadi iri..
    jadi pengen menggapainya..
    jadi mau tuk meraihnya..
    jadi menyesal krn tidak cukup kuat keinginan tuk sampai kesana >.<

    tp aku bangga ma smua yg bisa sampai kesana..
    penuh cerita..
    penuh semangat..
    penuh pengalaman..

    aku pasti akan meraihnya suatu saat nanti :)

    BalasHapus
  5. bener2 terharu bacanya...mantap bro,someday i will step my feet to the mahameru :)

    BalasHapus
  6. Anre : Anink dirimu ternyata, blognya dikelola tuh hehe
    Uni : aku masih menyimpan semangatku untuk Kerinci atau Rinjani, barengan yuk!
    Astari : ini Fika deh kayaknya, puncak hanya sebagian kecil dari ekspedisi kawan. Keberagaman yg terbungkus didalamnya adalah keindahan tersendiri yg telah kita ciptakan bersama. Keep contact ya sist, senang mendengar teriakanmu di pendakian. *saingan bang Togi, hehe
    Norma Yunita : (salam kenal, terimakasih), yah..koq terharu, inikah cerita komedi ??? =))ќϖªªќ=))ќϖªª=Dќϖªªќ=))ќϖªª=))..!!!

    BalasHapus
  7. akhirnya...jatuh cinta ya ma gunung mas.beruntunglah yg bisa merasakan kebaikan mahameru...aku masih bermimpi menyentuhnya.dan suatu saat aku pasti bisa merasakannya....ranu umbolo...aku memimpikanmu,bukan puncak yang kucari tapi dirimu...mau mau mau semerunya,tanjakan cinta yang kalau bisa berjalan tanpa henti ma pasangan jodoh tuh katanya ha ha ha kemaren gandengan gak mas???ha..xxberapa kali merosot mas...tapi hebatlah ampe puncak...sekali lagi profisiat deh udah berdiri diatas puncak tertinggi pulau jawa...

    BalasHapus
  8. Indah ya Oom. Saya sampai deg-degan bacanya waktu dirimu baru sampai lereng penyesalan pada jam 8. Wuih, berpacu dengan waktu banget yah sebelum Gas Beracunnya keluar?

    SYukurlah akhirnya bisa mencapai Puncak Mahameru :D semoga semakin banyak puncak yang dicapai.

    Mendengarkan dirimu bercerita serasa saya ikut bertarung dengan kekuatan tubuh dan keinginan yang dashyat untuk bisa sampai ke Puncak. Boleh banget tuh Oom agar dibikin detail ceritanya agar makin terasa antara satu pos dengan pos lainnya. :D

    BalasHapus
  9. Dilis : Kalau Dilis tanya berapa kali merosot, jawabnya ; ‘berkali-kali….. hehe. Karena tekstur tanah di tanjakan menuju puncak sangat gembur, paduan pasir dan batu-batu halus, jadinya setiap langkah ke atas selalu terseret setengahnya ke bawah. Tanjakan Cinta ; aah mitologi itu….. memang melegenda. Ayo Dilis …. Ditungguin tuh di Ranu Kumbolo…..

    Lomar Dasika ; Jujur saya senang jika Blogger dan Backpacker senior seperti Lomar bisa maen ke ‘pondok hijau’ Saya. Blog Indahnesia yang Lomar kelola adalah referensi semua Backpacker yang ingin mengaktualisasikan dirinya di setiap mili negeri ini. #Senang jika Lomar ikut terbawa alur yang saya tulis. Saran untuk menulis detail dari pos ke pos satu, bagus, tapi ntar jadinya berbab-bab….. hehe.

    BalasHapus
  10. Kayaknya ini deh yg perjuangan y paling berat...,/

    BalasHapus
  11. abang ku juga pernah napakan kaki di puncak abadi para dewa (mahameru)ini skitar 8 taon yang lalu, n smpe skrng ak pengen bgt ngikutin jejaknya dia, tpi blum kesampean...
    overall hidup itu sebuah perjalan kan kta bang imam, mudahan ada kesempatan mencicipi tanjakan cinta mahameru..
    -joe doank

    BalasHapus
  12. naraituh : hehe.....ngga berat koq ndra, karena ada kau disampingku...wkwkwk
    joe doank : ayo donk, temukan jejak kita di mahameru.....joe pasti bisa.semangat!!!

    BalasHapus
  13. mupeng sama ini.. n selalu mau nangis kalau baca tentang semeru

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, koq sampai mau menangis begitu...., semeru memang dahsyat sobat....
      Terimakasih telah berkunjung.

      Hapus
  14. hadeedeeeh... setelah deg2an campur penasaran bacanya..finally,, happy ending.. hehehe... mudah2an bisa menyaksikan negeri paradewa juga di lain kesempatan.. amiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga suatu saat dapat melihat keindahan dan kemegahan Semeru.... Terimakasih sobat telah berkunjung.

      Hapus
  15. Subhanallah, mas Iman Rabinata sudah menginjakan kaki di Mahameru...
    sampai sekarang belum tercapai keinginan ku untuk menginjakan kaki di puncak itu.. karena berbagai hal.
    pendaki juga to?sayang pas aku di sekatak kita gak berbagi pengalaman mendaki hehhehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, benar juga. Semoga lain waktu bersua kembali.

      Iman rabinata

      Hapus