Minggu, 29 April 2012

Dieng, Wonosobo

Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng

Dieng.
Mendengar kata ini, sebagian besar orang akan menyebutkan telaga warna, candi arjuna, kawah sikidang, candradimuka atau alam pegunungan yang indah dan subur. Kata-kata tersebut tidak salah, namun ada satu hal yang membekas diingatan saya ketika berada di dataran tinggi ini. Adalah masjid. Berada di ketinggian, lalu memandang pemukiman desa Dieng bukan saja melihat sebuah keindahan berpagarkan pegunungan yang gagah, namun saya lebih terpukau dengan banyaknya masjid yang berukuran kecil namun dengan arsitektur indah memukau. Dalam satu pandang mata saja, saya menghitung delapan masjid yang tertangkap oleh lensa saya. Begitupun ketika saya menyusuri jalan di desa ini, begitu banyak masjid indah di sini. Saya teringat pulau Lombok dengan julukan pulau seribu
masjid, tak keliru memang, karena ketika berada di dalam pesawat maka akan terlihat banyak sekali masjid di pulau tersebut, namun jarak antara satu masjid dengan masjid lainnya, berjarak cukup proporsional, namun di dataran tinggi Dieng, masjid seolah menjadi penghias diantara sepuluh rumah penduduk, subhanallah, banyak sekali rumah Tuhan disini.
Dieng, Wonosobo
Kurang lebih dua jam perjalanan menunggangi si kuda besi melintasi jalan menuju pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Suasana pegunungan dengan view kebun kentang dan sayur mayur lainnya menjadi penghias perjalanan saya kali ini. Target pertama, adalah telaga warna. Berada di ketinggian 2.000 mdpl, telaga ini tentu saja sejuk dan unik. Unik, karena warna air telaga yang berwarna hijau kekuning-kuningan. Di beberapa waktu, air telaga bisa berubah warna putih atau biru, karena dipengaruhi belerang yang terkandung di dalamnya. Hanya tampak beberapa pengunjung di lokasi ini, lokasi ini mengingatkanku pada salah satu scene film Tora Sudiro yang mengambil adegan berlatar telaga warna ini.
Telaga Warna Dieng
Di lokasi ini, terdapat juga beberapa goa yang dapat anda kunjungi, yaitu goa Semar, goa Jaran dan goa Sumur. Namun, saya lebih tertarik untuk mendaki sedikit untuk dapat melihat telaga ini dari ketinggian. tak direkomendasikan untuk anda yang tak terbiasa trekking, karena membutuhkan sedikit tenaga dan keberanian, namun, ketika sampai tentu saja dapat menyaksikan view telaga warna dan ‘cermin’nya si telaga pengilon dengan pemandangan yang indah.
Telaga Warna dan Telaga Pengilon

Dari telaga warna, saya bersama travelmate kali ini, mas Agus SSP, mampir sebentar untuk mencicipi kuliner khas dieng, menu mie ongklok menjadi pilihan. Selain mie ongklok, sebenarnya ada lagi kuliner khas dari daerah ini, yaitu bakso jamur, namun sayang, kita tak sedang beruntung karena menu tersebut sedang kosong. Di arela parkir untuk masuk lokasi wisata telaga warna, terdapat banyak kios dan warung makan yang menjajakan makanan khas setempat, salah satunya adalah manisan carica atau papaya gunung khas Dieng.
Mie Ongklok
Perjalanan dilanjutkan menuju candi Arjuna. Candi arjuna adalah candi agama hindu, peninggalan dari abad ke 7 atau 8 masehi. Candi arjuna tidak semegah candi prambanan atau Borobudur, namun terus terang saya jauh lebih jatuh hati dengan candi ini, karena bentuknya yang kecil, imut-imut namun terlihat eksotis. Di areal parkir, kita juga menyempatkan untuk membeli makanan ringan, kentang goreng yang tentu saja masih hangat, dan gurih. Mempelajari keindahan candi arjuna dengan duduk di tepinya, bersama kentang goreng, adalah suasana yang sangat nyaman sekali. Iklim pegunungan yang terasa sejuk, terlihat hamparan lereng menghijau dan dinding komplek candi yang terbuat dari pepohonan yang rindang. Tampak banyak sekali anak-anak yang sedang bermain di lokasi candi ini, mengingatkan saya bahwa nikmatnya anak-anak tersebut dapat memiliki taman bermain yang luas, bersih dan aman. Berbeda dengan anak-anak diperkotaan yang sulit menemukan taman bermain ideal.

Dari candi arjuna, saya melanjutkan perjalanan menuju agrowisata kebun teh. Hamparan kebun teh di lereng terlihat semakin indah dengan view gunung sindoro yang tampak gagah.
Agrowisata Kebun Teh Tambi, Dieng

Satu hari di pegunungan dieng, tentu saja tak cukup untuk menjangkau semua objek yang ada, namun cukuplah buatku karena telah merepotkan sahabatku yang telah meluangkan waktunya menjadi private guide kali ini.

Dedikasi : mas Agus SSP (Banjarnegara)
Artikel Terkait
Comments
8 Comments

8 komentar:

  1. hisbadai tonglo bulawan29 April 2012 pukul 22.07

    sedap dipandang mata,indah penulisanya,berharga tutur katanya,dan membuat aku ingin mempublikasikan kemancanegara,berharaf dunia mengenal anda sebagai penulis yg propesional,aku salut dgn anda,wlaupun tak bs memberi doprais tp 1000 jempol hnya qu bs berikan utk anda,no one buat anda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih,coy...lebay lu ah. wkwkwk....
      eh hadiah badminton manaaaaaaaa????

      Hapus
  2. Subhanallah Mas, fetri sebenernya udah sering loh ke sana (kan ayah memang asli wonosobo). tiap lebaran malah ^^

    Tapi kenapa pas baca di blognya mas Iman jadi terasa lain ya? seolah-olah ini tempat baru yang belum pernah fetri datangi. hehehe... *durhaka sama kampung halaman

    Kayaknya bakalan terus jadi pembaca setia nih...

    #Teman2 PKL dari IPB titip salam buat mas iman.

    Wait for next journy...*gigit tisu*

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyara Fetri asal wonosobo ya, sungguh tempat yang sangat indah, sejahtera dan religi.
      salam juga buat teman2 IPB, suksek selalu menyertai.

      Hapus
  3. Balasan
    1. mie Ongklok....yummi. pas untuk suasana sejuk Dieng. hanya saja kemarin porsinya kurang banyak haha, masih laper.

      Hapus
  4. dr jOgja gag jauh tp slalu saja niatQ tertunda untuk ngintip telaga warna yg keren abiz...smOga bln dPn bisa trcapai...!!!

    BalasHapus
  5. Sejauh mata memandang, dieng memang mempesona. Good artikel

    BalasHapus