Papan Himbauan di Camp PT. Intracawood Mfg, Kalimantan Utara |
Papan
informasi berisi himbauan untuk tidak berburu satwa terlihat di beberapa tempat
di Camp Pangkalan PT.Intracawood Manufacturing Provinsi Kalimantan Utara tempat saya bekerja. Papan himbauan seperti itu
bukan saja ditujukan kepada seluruh karyawan tetapi juga kepada khalayak luas.
Beberapa papan himbauan seperti itu juga ada yang dipasang di batas areal
perusahaan. Tujuannya tidak lain untuk mencegah terjadinya perburuan satwa liar
dan juga satwa dilindungi.
Perburuan
satwa di hutan Kalimantan masih sangat memungkinkan dilakukan. Beberapa jenis
satwa yang saya ketahui dilakukan perburuan adalah babi hutan, rusa, kijang,
teringgiling hingga beberapa jenis burung. Untuk areal konsesi sendiri telah
dilakukan regulasi yang mencegah tindakan tersebut, tetapi luasnya areal masih
bisa memungkinkan dilakukan juga perburuan dari berbagai arah dan dilakukan
oleh masyarakat luas.
Papan Himbauan di Camp PT. Intracawood Mfg, Kalimantan Utara |
Papan Himbauan di Camp PT. Intracawood Mfg, Kalimantan Utara |
Ada
beberapa alasan mengapa orang melakukan aktivitas perburuan. Pertama adalah
hobby. Untuk alasan ini aktivitas perburuan tidak dilakukan secara rutin atau
berkala. Hanya sekadar mengisi waktu luang dan menyalurkan kegemaran. Mereka
yang melakukan aktivitas ini biasanya dilengkapi dengan kendaraan roda empat
jenis 4wd, lampu sorot dan senjata rakitan. Hasil buruan yang mereka dapatkan
biasanya dikomsumsi sendiri lalu dibagi-bagikan ke kerabat dan teman dekat.
Hewan yang biasa diburu untuk kategori hobby ini antara lain babi hutan dan
rusa.
Kedua
alasan kebutuhan. Mereka yang melakukan aktivitas ini biasanya dilakukan warga
setempat yang memang mendiami hutan belantara ataupun berada di sebuah kampung
yang tak jauh dari hutan. Motif perburuan inipun hanya untuk kebutuhan lauk
semata. Peralatan perburuan yang digunakan masih tradisional seperti sumpit dan
anjing pemburu, meski sudah ada beberapa penduduk yang menggunakan senjata
rakitan. Hewan buruan jenis ini tidak terbatas pada hewan babi hutan dan rusa
saja, tetapi bisa ke semua hewan baik itu hewan melata atau mamalia. Tujuan
perburuan ini sebagai pemenuhan kebutuhan pangan dan telah berlangsung secara
turun temurun. Salah satu hewan buruan yang pernah penulis saksikan dikomsumsi
masyarakat lokal adalah jenis biawak dan ular.
Ketiga
alasan materi (baca perdagangan). Alasan ketiga inilah yang mungkin perlu
dicermati lebih serius. Awalnya bisa saja karena alasan hobby. Akan tetapi
ketika mengetahui hasil yang diperoleh bisa berganti materi, maka aktivitas ini
bisa saja menjadi aktivitas rutin dengan motif mencari materi. Untuk jenis babi
hutan dan rusa, tentu saja karena adanya permintaan pasar akan konsumen yang
memerlukan daging tersebut. Sementara untuk jenis teringgiling dikarenakan
adanya mitos sebagai bahan untuk pengobatan alternatif. Begitu juga dengan
jenis buaya yang diburu untuk diambil kulitnya.
Bentuk Kepedulian Pemerintah Daerah |
Mereka
yang melakukan perburuan dengan alasan materi tersebut masih dilakukan secara
perorangan atau kelompok kecil. Fasilitas yang digunakan hanya menggunakan
kendaraan roda dua, meski ada juga yang menggunakan roda empat jenis L-300 atau
Colt. Untuk jenis hewan babi hutan perburuan biasa dilakukan pada sore hari,
sementara untuk teringgiling dan rusa dilakukan pada malam hari. Untuk rusa
sendiri, hanya dilakukan pada malam saat bulan baru muncul atau bulan muda,
artinya waktu perburuan hanya dilakukan sekitar lima hari setiap bulannya. Dua
hewan mamalia tersebut biasanya diburu di areal hutan alam. Sementara untuk
jenis teringgiling, biasanya diburu pada hutan bekas tanaman industri atau pun
kebun kelapa sawit.
Sementara
untuk perburuan buaya, untuk saat ini penulis sudah tidak menemukan aktivtias
tersebut, dulunya memang menjadi pemandangan rutin setiap pagi melihat
buaya-buaya yang berhasil ditangkap setiap harinya. Peralatan yang digunakan
terbilang sederhana, hanya menggunakan perahu, tali dan tombak atau parang.
Untuk bisa menekuni profesi ini, memang dibutuhkan keahlian khusus dan biasanya
dilakukan secara turun temurun.
***
Harus
menarik dalam napas untuk melanjutkan tulisan ini. Tulisan ini bukan untuk
mempromosikan aktivitas perburuan. Terjadinya aktivitas perburuan menurut saya
hanya karena kurangnya sosialisasi akan pentingnya keberadaan satwa bagi
kelangsung hidup semua makhluk di bumi. Dulu, saya juga merasa biasa saja
melihat perburuan tersebut. Belakangan, setelah saya semakin pintar
mengerti akan keberadaan satwa tersebut, maka tulisan ini adalah sebagai bentuk
komitmen saya untuk mengambil peran untuk perlindungan satwa di bumi Kalimantan.
Terlalu
kecil mungkin dampaknya, tetapi biarlah ini sebagai bentuk pertanggungjawaban
saya bahwa apapun alasannya, jangan berburu binatang, please!.Apakah
itu binatang yang sudah dilindungi ataupun yang belum dilindungi. Kalaupun
untuk kebutuhan hidup masyarakat yang memang benar-benar tinggal di tengah
hutan, saya kira populasi hewan buruan masih lebih banyak dari pada populasi
masyarakat tersebut (mungkin, karena saya tidak pernah nyensus masalahnya). Sementara untuk alasan hobby apalagi materi,
sebaiknya mencari alternatif lain saja.
Suatu
saat saya pernah melihat rekan WWF di Pulau Derawan ketika mengamati dan
menjaga seekor penyu ketika hendak bertelur. Sang penjaga penyu tersebut bahkan
merayap seperti penyu juga untuk memastikan bahwa si penyu memang sudah lakukan
aktivitas peneluran. Saat itu saya dan beberapa rekan lain yang menyaksikan
memang dipastikan untuk berada dalam radius yang cukup jauh dari posisi sang
penyu dan harus tanpa suara. Karena kalau tidak, si penyu akan mengurungkan aktivitas
menelurnya.
Penyu Pulau Derawan (Dok Pribadi) |
Begitu
juga ketika saya berada di sebuah hamparan savannah luas di Gunung Argopuro
Jawa Timur. Saat pagi yang cerah, dari kejauhan kami melihat sekelompok kecil burung
merak bermain di seberang sungai. Saya dan beberapa teman pendaki lainnya,
hanya mengamati dari kejauhan dengan menggunakan kamera. Kami duduk tenang
sambil menikmati keindahan alam yang berpadu dengan satwanya.
Burung Merak di Argopuro Jawa Timur (dok pribadi) |
Dan
pengalaman lainnya adalah ketika saya diundang oleh organisasi nirlaba
Greenpeace Indonesia, melakukan perjalanan ke Suaka Margasatwa Krumutan di
Provinsi Riau. Disana saya dan beberapa teman-teman dari komunitas konservasi
menikmati keindahan alam lengkap denga satwa-satwa di setiap sisinya. Kami tak
hanya mengambil gambar, tetapi juga mewawancarai para penduduk yang berada di
sekitar hutan suaka tersebut. Dan tulisan ini salah satu bentuk pertanggungjawaban
saya atas undangan tersebut bahwa pengrusakan alam apapun alasannya hanya akan
memberikan dampak buruk bagi manusia itu sendiri.
Bearing Witness with Greenpeace Id, Riau (dok pribadi) |
Tiga
pengalaman diatas yang pernah saya dapatkan seakan menjadi pembelajaran yang
sangat berharga bagi seorang putera asli Kalimantan yang selama separuh
hidupnya tinggal di lingkungan hutan alam Kalimantan sebagai seorang pekerja
perusahaan kayu. Dulunya saya mengganggap hal yang biasa dengan perburuan.
Mungkin karena saya mengganggap bahwa habitat mereka sangat banyak dan tidak
mengerti akan dampaknya. Akan tetapi setelah melihat teman-teman konservasi,
teman-teman pendaki yang begitu antusiasnya, begitu mendalamnya rasa cinta
mereka akan keberadaan satwa membuat saya semakin terpuruk malu bahwa apa yang bisa
saya perbuat demi menjaga kalangsungan hidup satwa-satwa titipan generasi
berikutnya itu. Mereka teman-teman konservasi dan pendaki yang sebagian besar
tinggal di perkotaan begitu awarenya terhadap kelangsungan satwa, sementara
saya yang kesehariannya berada di lingkungan tersebut seakan tak memiliki
kesadaran akan keberadaan satwa-satwa tersebut.
Suatu
saat saya pernah berada di hutan alam dengan menggunakan kendaraan roda empat.
Sesekali terlihat binatang beruk di beberapa lokasi. Saya memberikan analogi
sederhana saat itu kepada teman-teman di dalam mobil strada 4wd tersebut. Ada beberapa
imajinasi yang akan muncul di beda kepala setiap orang yang ketika kita
melintas di areal hutan alam seperti ini kemudian bertemu binatang rusa. Ada
yang melihat itu lalu menikmatinya sebagai sebuah keindahan alam, tetapi ada
juga yang melihatnya sebagai kuliner yang melezatkan. Semua tergantung kepada
seperti apa mindset yang terbentuk di kepala anda.
Dualisme
tindakan ketika melintas seekor hewan liar di hutan alam menjadi imajinasi saya
saat itu. Jika misalkan saya saat itu bersama teman-teman pecinta alam,
tindakan yang kami lakukan tentu saja menghentikan kendaraan sejenak, mengambil
gambar dan mengamati pergerakan satwa tersebut hingga tak tampak lagi di
pandangan mata. Berbeda misalkan saya saat itu bersama teman-teman pemburu,
tindakan yang dilakukan mungkin saja segera mempercepat laju kendaraan,
mendekati sang hewan, mendesaknya hingga rapat ke tepi dinding tebing pinggir
jalan, sang hewan terdesak, segera saja ditabrak. Rusa tergeletak sebilah golok
kemudian menyayat. Basmalah, sang rusa halal untuk seisi rumah.
#hening
Camp Pangkalan PT. Intracawood Mfg (dok pribadi) |
***
Sahabat
pembaca, saya tahu sate daging rusa itu nikmat.
Akan
tetapi saya akan lebih senang membiarkan binatang tersebut tetap eksis di
alamnya.
“Lantas,
bagaimana jika sudah tersaji di depan anda?”, tanya seorang teman.
“Kalau sudah tersaji lengkap dengan bumbu kacangnya, ya harus
dimakan, mubazir kalau harus dibuang”, jawabku santai.
***
Pesan ProFauna : Satwa Liar Lebih Indah di Alam
Artikel Terkait
salam, sepertinya baru kali ini saya membaca style persuasi di tulisan sampean (CMIIW) :D . tidak seperti biasanya yang berpola narasi ataupun semi deskripsi, tulisan ini tidak banyak menggunakan majas yang mendayu2 dan bahasa kiasan yang berat, ulasannya lugas, sedikit ilmiah, mengajak pembaca ke pokok bahasan (dalam hal ini tidak berburu) dan gampang dicerna. Selamat bang, ternyata dengan sedikit pola yg agak nyleneh dari pola yang biasanya, memperkaya pola pikir sang pembaca bahwa sebenarnya sampean pun bisa untuk menulis pola yang berbeda #fakh
BalasHapusTema ini didasarkan adanya silent readers yang menyampaikan bahwa mereka menyukai blog ini untuk mengenal lebih dekat kehidupan bumi kalimantan, bukan dari sisi aktivitas traveling saya.
BalasHapusAtas dasar itulah, seminggu terakhir saya sudah mendokumentasikan lingkungan sekitar untuk saya jadikan sebuah tulisan.
Agak ragu juga untuk menuliskan nama perusahaan di blog ini, tetapi menurut saya tulisan-tulisan ini hanya dibuat berdasarkan pengamatan saya sebagai seorang forester kantoran dengan pengetahuan di bidang kehutanan yang sangat minim.
Ke depannya, akan saya coba untuk menuliskan hal serupa berkaitan tentang aktivitas saya sebagai pekerja camp hutan alam, dan tentunya dengan gaya menulis yang mengalir apa adanya.
Terima kasih banyak Mas Fakh, komentarnya sangat membantu semangat untuk terus ngeblog dengan keterbatasan sarana koneksi di pedalaman.
Salam
terimakasih sob buat infonya dan semoga bermanfaat
BalasHapusok mantap bos artikelnya dan sangat menarik
BalasHapusmakasih gan infonya dan salam sukses selalu
BalasHapusmakasih gan buat infonya dan semoga bermanfaat
BalasHapusbagus bos artikelnya dan menarik
BalasHapuskeren mas buat infonya dan salam sukses selalu
BalasHapusok mantap sob buat infonya dan salam kenal
BalasHapusMenarik sekali, perlu saya coba ini..
BalasHapuskebetulan lagi cara tentang hal ini.
Mau mendapatkan pelayanan yang baik dan ramah???
BalasHapusModal Kecil bisa mendapatkan hasil yg luar biasa...