Pendakian Gunung Slamet (Part
3)
Puncak Slamet dari Desa Bambangan |
Actually, bukan ga mau
lanjutin kisah terdahulu, cuman seperti biasa mood bisa menjadi ga support
begitu. Entah karena kesibukan (halah…), atau memang ngga punya ide. Tapi
sebetulnya yang bikin badmood kalo
mau lanjutin tulisan itu ya karena minim fasilitas itu tadi. Posisi ane yang di
pedaleman dengan BTS EDGE yang kadang hilang kadang kenceng dan terkadang
samar-samar kurasakan itu bikin semua draft
nulis menjadi tersimpan rapi saja di folder explorer. Contohnya, ada dua
tulisan ane nih gan yang mau diikutin blog
competition trus ga jadi dipublish gegara ga ada net. Tapi ane biasa aja
koq, keep calm and keep writing.
#menghiburdiri
Well, jadi sebetulnya mood bisa jadi baik itu karena ada yang
memang nungguin kisah kelanjutan dari story
ane sebelumnya. Ternyata ada juga yang nungguin cerita ane, dan itu bikin
semangat nulis muncul lagi. Dan ane janji akan buatin kisah selanjutnya. Ini
ane nulisnya masih di camp tempat ane kerja gan, hari minggu, abis nyuci, abis
olahraga pagi juga, dan ditemani secangkir kopi manis semanis wajah ane, kita
mulai lah tulisan ini tentang Pendakian Gunung Slamet Bagian 3.
***
Jam empat sore aku udah nyampe
di perempatan Cileunyi sebagai meet point yang kami sepakati. Pak Hendra dan
keluarga meninggalkan aku di parkiran Rumah Sakit AMC yang tampak megah dan
dipenuhi kendaraan. Seharusnya mereka hanya menurunkan aku di pinggir jalan
saja, tetapi mereka malah mengantarkan hingga ke parkiran dan turun dari
kendaraan lalu berbincang lagi beberapa saat. Mereka terlihat agak kuatir
meninggalkan aku sendiri karena teman-teman belum datang di tempat janjian
kami. Aku berulang kali meyakinkan bahwa aku akan baik-baik saja, dan berjanji
akan menghubungi mereka kalau saja hingga malam aku belum bertemu teman-teman
pendakianku.
Aku shalat ashar di masjid
yang masih berada di komplek Rumah Sakit AMC setelah Pak Hendra dan keluarga
kembali ke kediaman mereka. Ashar berakhir mereka belum juga datang, Mas Rudy
dan Vicky memang tak jauh dari lokasi aku saat itu, hanya saja memang mereka
baru akan menuju meet point setelah
pulang kerja kantor. Sementara Bang Togi dari arah Jakarta sudah diperjalanan
menuju Bandung.
Selepas shalat maghrib
berjamaah, barulah aku bertemu Mas Rudy dan satu temennya. Vicky. Vicky baru
pertama ikut mendaki, sementara Mas Rudy sudah beberapa kali aku mendaki
bersama sahabatku yang satu ini.Kami bertemu di halaman masjid, lalu menuju
parkiran mobil untuk menyimpan keril yang aku bawa.
Waktu kami sedang beresin
peralatan lenong di jok belakang, tetiba ada ibu muda datang menghampiri.
Menurutku usianya tak setua wajahnya, entahlah apa karena memang ia tak
perhatikan penampilannya atau memang begitu adanya. Nah, si ibu ini datang
sambil menanyakan suatu alamat atau nama tempat. Karena aku tak tau daerah mana
yang ia maksud, mas Rudy lah yang melayani pertanyaannya. Si ibu akhirnya
bercerita, kalau ia sebetulnya habis kecurian gan. Si ibu itu dari daerah Jawa
(begitu mereka nyebutnya padahal di situ juga sama-sama Pulau Jawa), trus waktu
ia shalat ia tinggalkan tas nya beberapa saat. Setelah ia shalat,
barang-barangnya raib semua. Si ibu menangis sesengukkan. Ia bercerita tak tau
harus kemana. Ane gan liat kondisi begitu, jadi pengen ngasih bahu ane gan, walaupun
musti tahan napas juga kalo misalbeneran si ibu nyandar di bahu ane. Sedih.
Kasian liatnya. Bayangin, ada seorang ibu, ada di parkiran atau di lokasi yang
ramai begitu, jalan raya yang lebar dengan empat simpangan (sssttt..di tempat
ane jalanan ga lebar gan jadi ane jelalatan aja liat rame kendaraan yang lalu
lalang). Trus, yang tadinya atau harusnya nyampe di tujuan sanak kerabatnya,
kini harus diberi ujian, semua barang-barangnya hilang, dan ia ga tau harus
menghubungi siapa dan kemana. Bayangin coba, kalau kamu yang begitu, terombang
ambing oleh ketidakpastian, tidak ada teman, tidak ada sesiapapun untuk
mengadu, ga ada uang, belum mandi dan kelaperan, di tengah
keramaian…bayangin..bayangin coba….
Aku berpikirnya Mas Rudy
bakalan rembukkan dulu dengan kami buat patungan ngasih duit ke si ibu supaya
bisa balik lagi ke kampungnya atau ga nganterin si ibu ke alamat tujuannya,
atau ngga ya ngasih duit buat transport, makan, minum atau kebutuhan lainnya
(Baik banget kan niat kami? Pendaki apaYayasan Sosial?). lalu Mas Rudy angkat
bicara setelah mendengar dengan seksama semua cerita si ibu.
“Ibu, kami antarkan ke kantor
polisi”.
“Nanti di sana ibu akan
diantar ke mana pun ibu mau”
Wuih!, Mas Rudy. Yang biasanya
baik hati, adil dan bijaksana, bisa-bisanya mau langsung nyerahin urusan
beginian langsung ke kantor polisi. Tega. Apa kita ngga bisa ngatasin sendiri?
“Ibu ada KTP?”, tanya Mas Rudy
kembali
“Mari bu saya antar ke kantor
polisi”
Si ibu yang tadinya sendu
berairmata dengan rangkaian cerita bak teledrama, terlihat berubah air wajah.
Si ibu menolak untuk diantarkan ke kantor polisi. Ia juga kebingunan seperti
anak kecil yang sedang ketahuan berbohong. Mas Rudy terus mendesaknya dengan
beberapa pertanyaan, dan si ibupun seakan tak memiliki lagi jawaban. Akhirnya
si ibu mengalah dan mengatakan lebih baik ke masjid saja karena akan tunaikan
shalat isya terlebih dahulu. Padahal siy ya, aku dari tadi ngetem di masjid
juga ngga ada liat si ibu dari tadi.
Tapi kenapa si ibu itu nolak
di ajak ke kantor polisi? Kalau aku siy malah lebih senang diantar pak polisi
ketimbang dianterin pendaki-pendaki kucel seperti kami ini. Apalagi kalo
misalnya pak polisinya yang baru lulus, masih muda-muda dan segerr (yihaa…)
Nah, singkat cerita kalau
menurut analisa Mas Rudy, si ibu itu sebetulnya berbohong. Banyak modus serupa
bertebaran di tempat-tempat keramaian di kota-kota besar. Sasarannya ya orang
seperti saya ini, lugu, polos, baik hati dan berparas tampan, bego. Yang
bisa dengan mudah terenyuh, lalu ngeluarin sejumlah duit buat didermakan. Lalu
sedekah menjadi tidak tepat sasaran.
Yup. Kita tinggalkan sekarang
kisah si ibu yang sepertinya penipu itu. Kami selanjutnya menunggu kedatangan
Bang Togi yang sedari tadi udah ngabarin bakalan tinggal beberapa kilometer aja
lagi nyampe. Kami mengirim pesen singkat bahwa ntar ketemuannya di Warteg deket
masjid perempatan. Yup. Ketemu warteg lagi, pikirku. Aku paling suka dengan
warteg, murah, menunya banyak pilihan, harganya pas dengan budget kita yang
pas-pasan. Kalau masalah citarasa, ya kayak campur aduk gitu gan, mulai dari
sayuran bersantan kental, sambel goreng pedes, ikan berbumbu cabe, sampe ayam
masak dengan bumbu rempah khas Indonesia. Abis sepiring, lemak bakalan nambah
lagi gan.
Dan, selanjutnya, si abang
batak akhirnya nyampe. Yuhuu…berpelukannnn! Bohong. Ga ada pake peluk-pelukkan.
Ga ada ceremony atau apalah-apalah. Temu kangen saja, karena memang udah
tahunan ga ketemu. Kami lanjutkan dahulu makan malemnya di warteg, dan kemudian
petualangan dimulai. Began!
Bentar..bentar. Koq ya rasanya
kalo nulis kata ‘petualangan’ sudah terdengar berlebihan (atau alay).
Petualangan, kini menjadi tren yang memuakkan (katanya). Sudah terlalu banyak
kisah pendakian yang berakhir pembahasan berujung perdebatan di media sosial.
Aku? Ah males lah melibatkan diri dari kemelut itu semua. Mau yang senior, mau
yang pendatang baru, mau pecinta alam, sampe pecinta sesama jenissemua
ikut terlibat. Baik tentang pendakian yang ideal sampe yang karena ikut-ikutan.
Huaah, sudahlah, buang-buang energy saja. Kami, kami tetaplah kami. Empat orang
yang kini sedang berada di sebuah kendaraan yang sedang menuju satu kabupaten
yang di situ berdiri megah sebuah gunung tertinggi di Jawa Tengah. Kami,
tetaplah kami. Empat orang yang sudah lama tak bersua, dari lokasi yang
berbeda, dan kini berada di satu armada yang sama dengan tujuan yang sama pula.
Kami, tetaplah kami, yang selama perjalanan saling bercerita tentang sahabat-sahabat
pendaki lainnya, baik pendaki yang sudah menjanda, yang barusan menikah, sampe
yang ga dapet-dapet juga alamat kantor urusan agama. #tragis
Yak. Kami memulai perjalanan
itu. Malam, menuju Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah. Aku, si gembul
putera asli Kalimantan, Togi, abang Batak yang sepertinya ga punya KTP karena
alamatnya adalah seluruh wilayah di Indonesia (dan negara-negara tetangga),
Rudy San, si senior yang kali ini harus ikhlas menjadi driver tunggal pergi
pulang, dan satu lagi Vicky, si anak baru, dengan semua perlengkapan baru,
didikan dari Mas Rudy San, dengan semangat yang bulat bersiap menjadi bagian
dari pendakian.
Jujur, kami berempat belum
pernah mendaki gunung ini. Jadi ga tau, dan ga hapal jalanan. Taunya ya itu
gunung letakknya di Desa Bambangan, di Jawa Tengah. Kami hanya mengandalkan
kemahiran Mas Rudy aja kemana ia arahkan Terriosnya.
Ada beberapa cara siy
sebetulnya untuk menuju satu tempat. Satu, liat papan petunjuk arah yang ada di
jalan raya. Dua, ngandelin Aplikasi Map dari handphone-nya Vicky. Tiga,
dengerin suara wanita dari sound mobil, yang ngasih inpo, “seratus meter ke
depan ada tikungan”, “dua ratus meter lagi belok kanan”, dan bla,bla,bla. Trus,
ke empat, nanya orang di pinggir jalan. Semuanya memang punya kelebihan
masing-masing.
Seharusnya siy, team ini
jumlahnya lima orang. Satunya itu ya temennya Mas Rudy yang pernah ke gunung
yang kami tuju. Trus, temennya itu juga yang diandelin buat gantian nyetir
mobil. Trus, temennya yang hapal jalanan, dan ga perlu pake acara nanya-nanya
atau liat aplikasi-aplikasi apalah. Trus, temennya itu juga yang akhirnya ga
jadi ikutan. #byarrrrr.
So, kami tetap lanjutkan
perjalanan meski ada sedikit kekecewaan kuliat di wajah Mas Rudy. Yak, karena
kami bertiga, ga ada yang bisa bawa kendaraan roda empat.
#Menyedihkan.
Di dalam mobil, Bang Togi jadi
penyiar radio FM sementara. Biar ga ngantuk juga. Semua personnel ElKaPe
diabsen satu persatu (kecuali cowok2nya), jadi ketauan deh siapa yang diincer
Bang Togi tapi ga berani mengutarakan isi hatinya, xixixi. Mas Rudy juga sambil
bercerita pengalamannya mendaki Gunung Aconcagua beberapa waktu yang lalu.
Vicky, di jok tengah disampingku, lebih banyak diem, atau mungkin jaim, atau
mungkin tak punya kata-kata memulai percakapan denganku. Sementara aku,
terpaksa ngabisin sendiri snack yang aku siapkan, karena si Vicky yang aku tawarin
nggak juga mau. Atau dia mungkin tau, tawaranku itu adalah modus pendekatan klasik
era taun 70an dan mudah ditebak arah maksud dan tujuan? Ah, untung saja di team
kali ini ngga ada si Anink, si Uni dan temen-temen rumpinya, hua ha ha ha.
#kangenkalian
Si putih terus membelah
keheningan malam. Jalan meliuk-liuk, dan sesekali berpas-pasan dengan kendaraan
besar dari arah berlawanan. Ngantuk, tapi harus ditahan. Ngga mungkin tiduran,
sementara Mas Rudy nyetir sendirian. Bang Togi terus saja siaran, aku sesekali
tertawa atau merespon sebagai tanda aku masih terjaga. Vicky, masih berfungsi
sebagai navigator, dan malam sepertinya menyukai kehadiran kami.
Kami beristirahat di restarea. Isi bahan bakar dan juga ngopi
sebentar. Udah dini hari. Tinggal masuk kabupaten yang terakhir. Makin sepi
jalanan, makin sulit buat nanya orang. Apalagi rute kami tinggal menuju desa
terakhir, jadinya jalan raya-nya sudah mulai tak lebar lagi.
Kami sudah menemukan arah desa
yang dituju. Jalan satu arah dengan topo yang semakin menanjak. Inilah sudah
akhir perjalanan, terlihat ada banyak umbul-umbul di tepi jalan bertuliskan
Festival Gunung Slamet 2015. Hemmm, ternyata tak berapa lama lagi akan diadakan
festival rakyat di desa ini. Kami semakin semangat membelah keheningan malam,
sempat nyasar juga di satu arah jalan, namun akhirnya bisa kembali ke jalan
yang benar (jalan yang diridhoi). Dan, ini dia. Gerbang pendakian Gunung Slamet
Jawa Tengah.
Basecamp Gunung Slamet |
Terrios diparkirkan tepat di
halaman Base Camp Pendakian. Sepi, dingin dan tak sesiapa yang terlihat. Aku
segera keluar dari kendaraan dan menuju Gapura Pendakian yang sebetulnya
terlihat dari halaman basecamp pendakian. Benar, inilah dia gerbang pendakian
itu. Karena memang sebelumnya kami sudah lakukan pencarian data dan gambar di
internet sebelum lakukan perjalanan. Aku terus mendekati gapura itu, ada banner
yang juga ikutan terpasang tepat di bagian atas gapura. Banner yang terpasang
tak beraturan itu sedikit menutupi tulisan Selamat Datang pada gapura.
Kuperhatikan dengan seksama, apa isi tulisan banner yang terpasang. Dan…
“MAAF! PENDAKIAN DITUTUP”
#Deg
Tamatkah kisah ini?
(bersambung di Pendakian
Gunung Slamet Part 4)
Liat tomat aja di aki Gunung Slamet |
***
”Kayaknya kita tadi lewat
sana”.
“Itu tebing Man”, jawab Bang
Togi
“Iya kita musti panjat
tebingnya”, akupun mulai ragu
“Iya mas, Vicky juga rasa kita
harusnya lewat sana”, Vicky ikutan bersuara
“Sudahlah, kita terobos aja
hutan ini.Lurus dan sampe ke kampung bawah sana”, Bang Togi berpendapat.
“Nerobos hutan tanpa
jalanan?Bisa dua hari baru nyampe bang.Tanpa logistik??”
Kami tersesat.
Tak menemukan jalan kembali
Hanya kabut yang pekat
Dan perbedaan pendapat
Artikel Terkait
KISAH NYATA..............
BalasHapusAss.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS .