Minggu, 11 Oktober 2015

ON THE WAY



Pendakian Gunung Slamet (Part 3)

Puncak Slamet dari Desa Bambangan

Actually, bukan ga mau lanjutin kisah terdahulu, cuman seperti biasa mood bisa menjadi ga support begitu. Entah karena kesibukan (halah…), atau memang ngga punya ide. Tapi sebetulnya yang bikin badmood kalo mau lanjutin tulisan itu ya karena minim fasilitas itu tadi. Posisi ane yang di pedaleman dengan BTS EDGE yang kadang hilang kadang kenceng dan terkadang samar-samar kurasakan itu bikin semua draft nulis menjadi tersimpan rapi saja di folder explorer. Contohnya, ada dua tulisan ane nih gan yang mau diikutin blog competition trus ga jadi dipublish gegara ga ada net. Tapi ane biasa aja koq, keep calm and keep writing. #menghiburdiri

Well, jadi sebetulnya mood bisa jadi baik itu karena ada yang memang nungguin kisah kelanjutan dari story ane sebelumnya. Ternyata ada juga yang nungguin cerita ane, dan itu bikin semangat nulis muncul lagi. Dan ane janji akan buatin kisah selanjutnya. Ini ane nulisnya masih di camp tempat ane kerja gan, hari minggu, abis nyuci, abis olahraga pagi juga, dan ditemani secangkir kopi manis semanis wajah ane, kita mulai lah tulisan ini tentang Pendakian Gunung Slamet Bagian 3.


***

Jam empat sore aku udah nyampe di perempatan Cileunyi sebagai meet point yang kami sepakati. Pak Hendra dan keluarga meninggalkan aku di parkiran Rumah Sakit AMC yang tampak megah dan dipenuhi kendaraan. Seharusnya mereka hanya menurunkan aku di pinggir jalan saja, tetapi mereka malah mengantarkan hingga ke parkiran dan turun dari kendaraan lalu berbincang lagi beberapa saat. Mereka terlihat agak kuatir meninggalkan aku sendiri karena teman-teman belum datang di tempat janjian kami. Aku berulang kali meyakinkan bahwa aku akan baik-baik saja, dan berjanji akan menghubungi mereka kalau saja hingga malam aku belum bertemu teman-teman pendakianku.

Aku shalat ashar di masjid yang masih berada di komplek Rumah Sakit AMC setelah Pak Hendra dan keluarga kembali ke kediaman mereka. Ashar berakhir mereka belum juga datang, Mas Rudy dan Vicky memang tak jauh dari lokasi aku saat itu, hanya saja memang mereka baru akan menuju meet point setelah pulang kerja kantor. Sementara Bang Togi dari arah Jakarta sudah diperjalanan menuju Bandung.

Selepas shalat maghrib berjamaah, barulah aku bertemu Mas Rudy dan satu temennya. Vicky. Vicky baru pertama ikut mendaki, sementara Mas Rudy sudah beberapa kali aku mendaki bersama sahabatku yang satu ini.Kami bertemu di halaman masjid, lalu menuju parkiran mobil untuk menyimpan keril yang aku bawa.

Waktu kami sedang beresin peralatan lenong di jok belakang, tetiba ada ibu muda datang menghampiri. Menurutku usianya tak setua wajahnya, entahlah apa karena memang ia tak perhatikan penampilannya atau memang begitu adanya. Nah, si ibu ini datang sambil menanyakan suatu alamat atau nama tempat. Karena aku tak tau daerah mana yang ia maksud, mas Rudy lah yang melayani pertanyaannya. Si ibu akhirnya bercerita, kalau ia sebetulnya habis kecurian gan. Si ibu itu dari daerah Jawa (begitu mereka nyebutnya padahal di situ juga sama-sama Pulau Jawa), trus waktu ia shalat ia tinggalkan tas nya beberapa saat. Setelah ia shalat, barang-barangnya raib semua. Si ibu menangis sesengukkan. Ia bercerita tak tau harus kemana. Ane gan liat kondisi begitu, jadi pengen ngasih bahu ane gan, walaupun musti tahan napas juga kalo misalbeneran si ibu nyandar di bahu ane. Sedih. Kasian liatnya. Bayangin, ada seorang ibu, ada di parkiran atau di lokasi yang ramai begitu, jalan raya yang lebar dengan empat simpangan (sssttt..di tempat ane jalanan ga lebar gan jadi ane jelalatan aja liat rame kendaraan yang lalu lalang). Trus, yang tadinya atau harusnya nyampe di tujuan sanak kerabatnya, kini harus diberi ujian, semua barang-barangnya hilang, dan ia ga tau harus menghubungi siapa dan kemana. Bayangin coba, kalau kamu yang begitu, terombang ambing oleh ketidakpastian, tidak ada teman, tidak ada sesiapapun untuk mengadu, ga ada uang, belum mandi dan kelaperan, di tengah keramaian…bayangin..bayangin coba….

Aku berpikirnya Mas Rudy bakalan rembukkan dulu dengan kami buat patungan ngasih duit ke si ibu supaya bisa balik lagi ke kampungnya atau ga nganterin si ibu ke alamat tujuannya, atau ngga ya ngasih duit buat transport, makan, minum atau kebutuhan lainnya (Baik banget kan niat kami? Pendaki apaYayasan Sosial?). lalu Mas Rudy angkat bicara setelah mendengar dengan seksama semua cerita si ibu.
“Ibu, kami antarkan ke kantor polisi”.
“Nanti di sana ibu akan diantar ke mana pun ibu mau”
Wuih!, Mas Rudy. Yang biasanya baik hati, adil dan bijaksana, bisa-bisanya mau langsung nyerahin urusan beginian langsung ke kantor polisi. Tega. Apa kita ngga bisa ngatasin sendiri?

“Ibu ada KTP?”, tanya Mas Rudy kembali
“Mari bu saya antar ke kantor polisi”

Si ibu yang tadinya sendu berairmata dengan rangkaian cerita bak teledrama, terlihat berubah air wajah. Si ibu menolak untuk diantarkan ke kantor polisi. Ia juga kebingunan seperti anak kecil yang sedang ketahuan berbohong. Mas Rudy terus mendesaknya dengan beberapa pertanyaan, dan si ibupun seakan tak memiliki lagi jawaban. Akhirnya si ibu mengalah dan mengatakan lebih baik ke masjid saja karena akan tunaikan shalat isya terlebih dahulu. Padahal siy ya, aku dari tadi ngetem di masjid juga ngga ada liat si ibu dari tadi.

Tapi kenapa si ibu itu nolak di ajak ke kantor polisi? Kalau aku siy malah lebih senang diantar pak polisi ketimbang dianterin pendaki-pendaki kucel seperti kami ini. Apalagi kalo misalnya pak polisinya yang baru lulus, masih muda-muda dan segerr (yihaa…)

Nah, singkat cerita kalau menurut analisa Mas Rudy, si ibu itu sebetulnya berbohong. Banyak modus serupa bertebaran di tempat-tempat keramaian di kota-kota besar. Sasarannya ya orang seperti saya ini, lugu, polos, baik hati dan berparas tampan, bego. Yang bisa dengan mudah terenyuh, lalu ngeluarin sejumlah duit buat didermakan. Lalu sedekah menjadi tidak tepat sasaran.

Yup. Kita tinggalkan sekarang kisah si ibu yang sepertinya penipu itu. Kami selanjutnya menunggu kedatangan Bang Togi yang sedari tadi udah ngabarin bakalan tinggal beberapa kilometer aja lagi nyampe. Kami mengirim pesen singkat bahwa ntar ketemuannya di Warteg deket masjid perempatan. Yup. Ketemu warteg lagi, pikirku. Aku paling suka dengan warteg, murah, menunya banyak pilihan, harganya pas dengan budget kita yang pas-pasan. Kalau masalah citarasa, ya kayak campur aduk gitu gan, mulai dari sayuran bersantan kental, sambel goreng pedes, ikan berbumbu cabe, sampe ayam masak dengan bumbu rempah khas Indonesia. Abis sepiring, lemak bakalan nambah lagi gan.

Dan, selanjutnya, si abang batak akhirnya nyampe. Yuhuu…berpelukannnn! Bohong. Ga ada pake peluk-pelukkan. Ga ada ceremony atau apalah-apalah. Temu kangen saja, karena memang udah tahunan ga ketemu. Kami lanjutkan dahulu makan malemnya di warteg, dan kemudian petualangan dimulai. Began!

Bentar..bentar. Koq ya rasanya kalo nulis kata ‘petualangan’ sudah terdengar berlebihan (atau alay). Petualangan, kini menjadi tren yang memuakkan (katanya). Sudah terlalu banyak kisah pendakian yang berakhir pembahasan berujung perdebatan di media sosial. Aku? Ah males lah melibatkan diri dari kemelut itu semua. Mau yang senior, mau yang pendatang baru, mau pecinta alam, sampe pecinta sesama jenissemua ikut terlibat. Baik tentang pendakian yang ideal sampe yang karena ikut-ikutan. Huaah, sudahlah, buang-buang energy saja. Kami, kami tetaplah kami. Empat orang yang kini sedang berada di sebuah kendaraan yang sedang menuju satu kabupaten yang di situ berdiri megah sebuah gunung tertinggi di Jawa Tengah. Kami, tetaplah kami. Empat orang yang sudah lama tak bersua, dari lokasi yang berbeda, dan kini berada di satu armada yang sama dengan tujuan yang sama pula. Kami, tetaplah kami, yang selama perjalanan saling bercerita tentang sahabat-sahabat pendaki lainnya, baik pendaki yang sudah menjanda, yang barusan menikah, sampe yang ga dapet-dapet juga alamat kantor urusan agama. #tragis

Yak. Kami memulai perjalanan itu. Malam, menuju Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah. Aku, si gembul putera asli Kalimantan, Togi, abang Batak yang sepertinya ga punya KTP karena alamatnya adalah seluruh wilayah di Indonesia (dan negara-negara tetangga), Rudy San, si senior yang kali ini harus ikhlas menjadi driver tunggal pergi pulang, dan satu lagi Vicky, si anak baru, dengan semua perlengkapan baru, didikan dari Mas Rudy San, dengan semangat yang bulat bersiap menjadi bagian dari pendakian.

Jujur, kami berempat belum pernah mendaki gunung ini. Jadi ga tau, dan ga hapal jalanan. Taunya ya itu gunung letakknya di Desa Bambangan, di Jawa Tengah. Kami hanya mengandalkan kemahiran Mas Rudy aja kemana ia arahkan Terriosnya.

Ada beberapa cara siy sebetulnya untuk menuju satu tempat. Satu, liat papan petunjuk arah yang ada di jalan raya. Dua, ngandelin Aplikasi Map dari handphone-nya Vicky. Tiga, dengerin suara wanita dari sound mobil, yang ngasih inpo, “seratus meter ke depan ada tikungan”, “dua ratus meter lagi belok kanan”, dan bla,bla,bla. Trus, ke empat, nanya orang di pinggir jalan. Semuanya memang punya kelebihan masing-masing.

Seharusnya siy, team ini jumlahnya lima orang. Satunya itu ya temennya Mas Rudy yang pernah ke gunung yang kami tuju. Trus, temennya itu juga yang diandelin buat gantian nyetir mobil. Trus, temennya yang hapal jalanan, dan ga perlu pake acara nanya-nanya atau liat aplikasi-aplikasi apalah. Trus, temennya itu juga yang akhirnya ga jadi ikutan. #byarrrrr.

So, kami tetap lanjutkan perjalanan meski ada sedikit kekecewaan kuliat di wajah Mas Rudy. Yak, karena kami bertiga, ga ada yang bisa bawa kendaraan roda empat.
#Menyedihkan.

Di dalam mobil, Bang Togi jadi penyiar radio FM sementara. Biar ga ngantuk juga. Semua personnel ElKaPe diabsen satu persatu (kecuali cowok2nya), jadi ketauan deh siapa yang diincer Bang Togi tapi ga berani mengutarakan isi hatinya, xixixi. Mas Rudy juga sambil bercerita pengalamannya mendaki Gunung Aconcagua beberapa waktu yang lalu. Vicky, di jok tengah disampingku, lebih banyak diem, atau mungkin jaim, atau mungkin tak punya kata-kata memulai percakapan denganku. Sementara aku, terpaksa ngabisin sendiri snack yang aku siapkan, karena si Vicky yang aku tawarin nggak juga mau. Atau dia mungkin tau, tawaranku itu adalah modus pendekatan klasik era taun 70an dan mudah ditebak arah maksud dan tujuan? Ah, untung saja di team kali ini ngga ada si Anink, si Uni dan temen-temen rumpinya, hua ha ha ha.
#kangenkalian

Si putih terus membelah keheningan malam. Jalan meliuk-liuk, dan sesekali berpas-pasan dengan kendaraan besar dari arah berlawanan. Ngantuk, tapi harus ditahan. Ngga mungkin tiduran, sementara Mas Rudy nyetir sendirian. Bang Togi terus saja siaran, aku sesekali tertawa atau merespon sebagai tanda aku masih terjaga. Vicky, masih berfungsi sebagai navigator, dan malam sepertinya menyukai kehadiran kami.

Kami beristirahat di restarea. Isi bahan bakar dan juga ngopi sebentar. Udah dini hari. Tinggal masuk kabupaten yang terakhir. Makin sepi jalanan, makin sulit buat nanya orang. Apalagi rute kami tinggal menuju desa terakhir, jadinya jalan raya-nya sudah mulai tak lebar lagi.

Kami sudah menemukan arah desa yang dituju. Jalan satu arah dengan topo yang semakin menanjak. Inilah sudah akhir perjalanan, terlihat ada banyak umbul-umbul di tepi jalan bertuliskan Festival Gunung Slamet 2015. Hemmm, ternyata tak berapa lama lagi akan diadakan festival rakyat di desa ini. Kami semakin semangat membelah keheningan malam, sempat nyasar juga di satu arah jalan, namun akhirnya bisa kembali ke jalan yang benar (jalan yang diridhoi). Dan, ini dia. Gerbang pendakian Gunung Slamet Jawa Tengah.

Basecamp Gunung Slamet

Terrios diparkirkan tepat di halaman Base Camp Pendakian. Sepi, dingin dan tak sesiapa yang terlihat. Aku segera keluar dari kendaraan dan menuju Gapura Pendakian yang sebetulnya terlihat dari halaman basecamp pendakian. Benar, inilah dia gerbang pendakian itu. Karena memang sebelumnya kami sudah lakukan pencarian data dan gambar di internet sebelum lakukan perjalanan. Aku terus mendekati gapura itu, ada banner yang juga ikutan terpasang tepat di bagian atas gapura. Banner yang terpasang tak beraturan itu sedikit menutupi tulisan Selamat Datang pada gapura. Kuperhatikan dengan seksama, apa isi tulisan banner yang terpasang. Dan…

“MAAF! PENDAKIAN DITUTUP”

#Deg
Tamatkah kisah ini?

(bersambung di Pendakian Gunung Slamet Part 4)

Liat tomat aja di aki Gunung Slamet
 
WM. Bu Kuat, depan basecamp. Bisa numpang buang air juga..

***

”Kayaknya kita tadi lewat sana”.
“Itu tebing Man”, jawab Bang Togi
“Iya kita musti panjat tebingnya”, akupun mulai ragu
“Iya mas, Vicky juga rasa kita harusnya lewat sana”, Vicky ikutan bersuara
“Sudahlah, kita terobos aja hutan ini.Lurus dan sampe ke kampung bawah sana”, Bang Togi berpendapat.
“Nerobos hutan tanpa jalanan?Bisa dua hari baru nyampe bang.Tanpa logistik??”

Kami tersesat.
Tak menemukan jalan kembali
Hanya kabut yang pekat
Dan perbedaan pendapat

 
Artikel Terkait
Comments
1 Comments

1 komentar:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 085320279333
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS .

    BalasHapus