Minggu, 20 Mei 2018

Tanah Lot,Mushola dan Coco Dewata



Sahabat, tulisan kali ini berisi review sebuah mushola yang terdapat di pusat perbelanjaan oleh-oleh di kawasan wisata Tanah Lot, Bali. Trip ke Bali, kali itu di tanggal 25 Maret sampai dengan 31 Maret 2018. Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari Pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot juga merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam. (Wikipedia)


 
Sebelum cerita tentang mushola, aku tuliskan juga cerita perjalanan kali ini di Tanah Lot. Tanah Lot memang semacam destinasi wajib. Karena selain dekat dengan Kuta, Tanah Lot juga difasilitasi dengan beragam hiburan lain yang menghibur. Ada taman yang luas di atas tebing, yang dari lokasi itu bisa mengambil gambar dengan latar Tanah Lot, atau Batu Bolong.


Tanah Lot sendiri dari sejarahnya merupakan batu yang berpindah dari daratan hasil meditasi Dang Hiyang Niratha. Beliau itu yang menyebarkan ajaran Hindu di Bali pada abad ke 15. Namun ajaran beliau saat itu ditentang oleh Bendesa Beraban Sakti yang menganut ajaran monoteisme. Dari hasil meditasi itu yang bisa memindahkan batu besar tadi, akhirnya Bendesa Beraban Sakti mengakui kesaktian Dang Hiyang Niratha kemudian menjadi pengikutnya menjadi pemeluk agama hindu. Si batu tadi yang awalnya menyerupai kepala burung beo yang sekarang dikenal sebagai Tanah Lot yang artinya batu karang yang berada di tengah pantai (tepi pantai sih, tapi ya kalau air laut pasang ya seperti di tengah laut). Kalau dari legendanya, setelah menjadi Tanah Lot, Dang Hiyang Niratha membangun pura di tengahnya, lalu mengubah selendangnya menjadi ular sebagai penjaga pura.




Baik, sekarang kita ke tema tulisan, tentang Mushola. Tulisan ini bukan bermaksud endorse seperti beberapa medsos lainnya yang sedang in, tapi memang sudah aku niatkan dari awal sejak aku menyempatkan untuk menunaikan shalat dzuhur di mushola tersebut.


Cerita detailnya seperti ini. Sejak dari pintu masuk wisata, memang kita harus melalui beberapa ruko, kios atau pusat oleh-oleh sebelum tiba di pantai atau pura tersebut. Jika dibandingkan dengan tempat wisata lainnya semisal Pura Luhur Uluwatu, Pura Ulundanu Beratan, atau semisal Pantai Sanur maka pusat oleh-oleh di Tanah Lot ini menurutku lebih tertata, dan mungkin lebih murah. Saya tidak begitu ahli untuk membanding satu tempat belanja dengan yang lainnya. Saya lebih suka belanja kebutuhan di satu toko yang memang sudah ada label harganya, jadi tidak harus menawar atau dikejar-kejar bagaikan selebritas. Akan tetapi kalau disandingkan dengan harga barang yang ada di kawasan wisata Pantai Kuta hingga di Legian Street, barang-barang di Tanah Lot jauh lebih baik. Apalagi kalau di toko semisal Coco Dewata Pusat Oleh-Oleh Khas Bali, yang semua barang jualannya sudah dilabeli harga sehingga sangat memudahkan untuk menyesuaikan dengan budget belanja kita.



Lokasi mushola yang aku maksudkan di tulisan kali ini adalah mushola yang terdapat di toko Coco Dewata. Saat kami tiba di lokasi wisata ini, dan sebelum sampai di pantai Pura Tanah Lot, rute yang dilalui adalah deretan ruko penjaja dagangan oleh-oleh. Suasana yang ramai, penuh godaan belanja, hingga kulineran. Maklum dengan mayoritas penduduk pulau Bali yang beragama hindu, maka memang tak begitu mudah menemukan rumah ibadah muslim atau masjid. Kalaupun ada, memang tak sebesar atau semegah di kota atau tempat lain di Indonesia. Namun saat melintasi rute ini, ada sebuah plang Mushola yang ditulis dari bahan kayu dengan font yang artistik. Aku merekamnya di ingatanku, untuk setelah dari Tanah Lot aku akan kembali untuk menunaikan kewajibanku.


Setelah dari Tanah Lot, kami bertiga berniat untuk berbelanja oleh-oleh di lokasi ini. Sementara dua teman saya berbelanja, aku kembali mencari plang Mushola yang aku lihat di awal. Tak beberapa lama, plang tersebut ketemu. Namun awalnya aku kebingungan, dimana musholanya?. Karena plang Mushola itu, ada di selasar toko, dan tidak ada jalan masuk untuk menuju mushola. Pikirku, mushola-mushola di tempat keramaian begini, memang hanya lewat gang kecil ada nyempil-nyempil di bangunan lainnya. Menoleh kanan kiri, tak juga aku temukan jalan masuk menuju mushola. Lelah mencari, seperti halnya hayati aku bertanya ke pramuniaga toko Coco Dewata. Dan mereka mengatakan, bahwa musholanya ada di dalam toko Coco Dewata, di bagian belakang.


Tanpa sungkan, saya akhirnya masuk ke toko bukan berniat berbelanja, tapi untuk menuju mushola. Toko Coco Dewata berukuran besar, seperti swalayan. Di bagian depan dijual barang-barang oleh-oleh makanan ringan dan t-shirt Bali. Di bagian dalam sisi sebelah kiri, ada beberapa handmade seperti gantungan kunci, mug, boneka dan lain-lain. Di sisi tengah terdapat sarung bali, dan pakaian untuk anak-anak, dan di sisi sebelah kanan hingga ke belakang, ada kaos-kaos bali, celana dan kain Bali. Aku, melaju saja ke bagian belakang, melewati konter kasir dan kamar pas. Mentok di bagian belakang ada pintu menuju toilet. Masuk saja di situ, dan dari situ akan terlihat ruangan mushola.


Dari pintu belakang tadi, lokasi toilet lurus saja kebelakang, di dekatnya ada kran air bisa dipakai buat wudhu, jadi tidak perlu berwudhu di wastafel dengan mengangkat kaki untuk mencucinya. Di sisi sebelah kirinya ada wastafel dengan kaca cermin yang besar dan bersih. Fasilitasnya sudah sekelas hotel bintang empat, bersih dan tidak bau.



Lalu, aku berwudhu dan menuju mushola. Musholanya tak terlalu luas, muat untuk beberapa orang saja. Pikirku ya memang karena muslim minoritas di tempat ini. Akan tetapi dengan melihat bahan bangunannya yang mewah, mushola ini terlihat megah.


Di mushola sudah ada sajadahnya, meski lantainya sudah diberi karpet tebal. Ada pendingin ruangan, sirkulasi udara cukup dan bagus lah menurut saya. Itu alasannya sebagai ucapan terima kasihku, aku menuliskannya di blog ini.


Kelar menunaikan ibadah shalat, aku keluar. Keluar mushola artinya masuk atau berada di dalam toko. Lihat kanan lihat kiri sejenak, aku lihat barang-barang yang dijual sudah diberi label harga. Harganya terjangkau pula. Masih ada yang dua puluh ribuan. Berbeda sekali dengan toko-toko di Poppies II, yang waktu teman saya nanya harga satu celana pantai saja, dihargai tiga ratus ribu dapat dua. Tanpa harus ditawar, opsi terbaik adalah keluar.


Kembali di toko Coco Dewata, aku yang masih berada di dalam toko langsung menelpon ke dua temanku yang sejak tadi berbelanja. Ya sudah, aku sarankan saja supaya mereka ke toko Coco Dewata saja untuk berbelanja. Banyak pilihan, harga sudah tertera, dan suasana nyaman dengan kecuekan pramuniaga. Eitts, cuek disini dalam arti yang baik ya. Karena buat beberapa konsumen, cueknya pramuniaga itu untuk memberi kebebasan konsumen untuk memilih-milih, membandingkan harga, menelpon teman untuk ambil keputusan, hingga memutuskan sendiri untuk jadi beli atau tidak, beli satu atau lima.




Aku dapat kaos olahraga tanpa lengan. Pikirku ini bisa dipakai buat badminton. Dibuat mejeng juga oke. Harganya setelah didiskon menjadi dua puluh sembilan ribu rupiah. Karena yang makai sebangsa artis, jadi ya pakaian seharga itu tetap terlihat mewah.


Kemudian dua temanku pun yang dari casingnya saja seperti anak band, anak punk atau apalah, ternyata setelah berada di tempat ini menjadi kalap belanja. Mereka khilaf luar biasa. Bahkan ketika kami sudah sampai di parkiran untuk kembali ke penginapan, kami harus masuk kembali untuk berbelanja kembali. mau tau beli apa temanku yang satu itu, beli daster buat emaknya. So sweet bukan….


Nah, sekian dulu ya sahabat pembaca tulisan kali ini. Oya satu lagi, kalau misal kalian ke tempat ini, saran saya kalau ingin makan siang sebaiknya bukan di rumah makan yang tepat di dekat pantai. Harganya lebih mahal karena mungkin lokasinya dekat pantai, tapi citarasanya biasa saja. Deretan warung makan ada di rute pulang menuju pintu keluar wisata. Jadi di Tanah Lot ini, rute masuk dengan rute keluar itu berbeda, dan deretan rumah makan dengan beragam pilihan ada di rute keluarnya.


Terima kasih sudah membaca, sampai bertemu lagi ya. InsyaAllah.
Artikel Terkait
Comments
1 Comments

1 komentar:

  1. Tahun 2022 sudah tidak ada mushollanya. Tadi baru saya cek.

    BalasHapus