Buat warga Kota Tarakan dan sekitarnya yang punya libur 3 (tiga) hari, pulau Sebatik Indonesia bisa menjadi pilihan destinasi. Memang bukan destinasi wisata unggulan jika dibandingkan ke Kepulauan Derawan, tetapi setidaknya nasionalisme bisa lebih terasa di daerah perbatasan ini. cerita perjalanannya aku tulis santai berikut ini.
Perjalanan ini di libur Imlek akhir Januari 2025. Perjalanan dimulai dari lokasi kerja, di Desa Sekatak Buji, Bulungan. Kami menuju Kota Tarakan, langsung minta menepi ke Pelabuhan SDF (Tengkayu I). Sesampainya di gedung terminal kami menuju loket tiket tujuan Sebatik. Ternyata sold out Saudara sekalian. FYI, rute Sebatik – Tarakan hanya ada satu keberangkatan. Dari Sebatik jam 09.30 dan dari Tarakan jam 13.30. Karena tiket udah abis, kami memilih speed boat rute Nunukan. Dari Nunukan kami lanjutkan penyeberangan ke Sebatik melalui Desa Bambangan. Tarif 40K perjalanan arround 15 minutes. Dari Desa Bambangan harus pakai transport darat lagi ke pusat keramaian, di Desa Sungai Nyamuk. Tidak terlalu banyak transport umum, tapi karena kami dijemput keluarga Kak Lili Sabriana, jadi memudahkan perjalanan kami kali ini.
Lili Sabriana itu teman saya sewaktu sekolah SMK di Tarakan. Kita baru bertemu lagi dengan perubahan-perubahan nyata. Kalau saja nggak ada wasap, ketemu di jalan aja aku udah nggak kenal. Wkwk. Akhirnya ketemu beliau dengan Paksu. Basa-basi bentar langsung tancap gas. Akses jalan di Pulau Sebatik sungguh baik sekali. Mulus, dengan pemandangan hijau dan laut di ketinggian. Tiap beberapa kilometer akan selalu bertemu portal dan beberapa tentara yang berjaga. Agak deg deg-kan wir liat begituan, tapi tenang ini semua demi keamanan dan harkat bangsa kita. Tsaah….
Sebelum diantar ke hotel, ternyata kami dimampiri dulu ke Hasanah Café & Restorant. Makasih banyak ya kawan, terima kasih. Setelah itu kami diantar ke MA Hotel di Jalan Dermaga, Sungai Nyamuk. Sebetulnya ada banyak pilihan hotel/penginapan di pulau ini, hanya saja belum ada di Traveloka, jadi harus on the spot. Minusnya kita nggak bisa lihat spek kamar yang diinginkan. Review masih bisa di google. Untuk Hasanah Café & Rest aku rekomendasikan untuk dinner bersama keluarga atau genk kalian, but untuk MA Hotel, kalian boleh berselancar ke another place.
Untuk kuliner di Pulau Sebatik terbilang ramai. Harga juga relatif murah. Mampir ke Bakso Idola deh, enak ternyata baksonya dan porsinya enggak yang bikin begah. Di meja juga disediakan buras, dan jangan lupa pulau ini banyak warga asal Sulawesi, jadi buras yang dibuat sudah tentu sesuai SOP. Buras yang enak itu menurutku yang kalau digoyang-goyangkan burasnya lentur dan nggak patah. Iya gasih?
Oke balik ke cerita perjalanan. Di hari pertama kita enggak ke mana-mana. Orientasi lingkungan saja. Karena memang sampai hotel udah menjelang senja. Kami hanya keluar untuk ke gerai ATM dan cari makan malam. Cukup berjalan kaki saja untuk menjangkau itu semua.
Hari kedua kami mulai dengan rent sepeda motor untuk mencapai beberapa list tujuan. Eh bentar, lokasi pertama yang kami tuju adalah PLBN atau Pos Lintas Batas Negara. Baru denger sih istilah PLBN aku kira waktu itu artinya pelabuhan *ngek. PLBN itu memang bisa mencakup pelabuhan, tapi secara definisi PLBN merupakan sistem utama yang melayani kegiatan masyarakat perbatasan, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas lintas batas. Fungsinya adalah untuk urusan kepabean, imigrasi, karantina, keamanan terhadap barang yang dibawa oleh pelintas batas. Simpelnya, PLBN adalah bangunan megah lengkap dengan luas area terbukanya. Jadi bisa berkunjung di area yang memang dibolehkan. Foto-foto di tempat ini juga ciamik, ada patung Pak Soekarno di bagian depan area ini. Sementara bagian belakang adalah laut lengkap dengan hutan mangrovenya. Indah loh lokasi ini. serius.
Kelar dari PLBN kami menuju beberapa spot pilihan yaitu Pantai Kayu Angin dan Pantai Indah. Sore hari kami menuju Tugu Garuda Perkasa dan rumah dua negara. Rumah ini memang sudah dari dulu tersohor karena lokasinya yang membuat rumah ini terbagi di bagian dapurnya masuk wilayah Malaysia dan ruang tamu ke teras di wilayah Indonesia. Saat kami berkunjung ke rumah ini, sudah ada café di bagian bawahnya. Jadi bisa santai dengan memesan minuman dingin atau snack di sana. Di lokasi ini juga ada pos jaga dan Patok Perbatasan Indonesia – Malaysia. Kalau punya waktu lebih masih bisa untuk berkeliling pulau ini dan menjangkau beberapa desa di bagian selatannya. Karena kami hanya punya waktu sehari jadi lokasi yang dikunjungi terbatas. Tapi ini udah worth it melihat keunikan daerah perbatasan. Oya, untuk masjid mudah ditemukan di mana saja. Dan jamaahnya ramai kalau di waktu shalat fardlu. Salut!
Di hari ketiga udah waktunya berberes, berkemas dan kembali pulang. Kali ini lewat pelabuhan PLBN. Kami kembali ditemui keluarga Kak Lili Sabriana, kali ini lengkap dengan bocah-bocahnya. Ohya kemarin kami juga masih menyempatkan ke kediaman mereka. Mengingatkan aku di waktu SMA liburan ke pulau ini. Ada sedikit drama di akhir cerita, mereka menawarkan mengantar kami sampai ke ujung pelabuhan, tapi kami menolak khas orang Indonesia dan memilih berjalan kaki dengan alasan sudah terbiasa. Dan ternyata, jembatannya bukan jembatan biasa, wkwk. Jauh Ege ang…ang…ang…. Bahkan ketika kami melintasi portal di pelabuhan dan tanpa kendaraan, si petugas seperti sedang melihat Malaikat Izrail keheranan.
“Tapi itu jauh bang”, katanya.
“Nggak papa”, kilah kami percaya diri.
Dan ternyata, memang jauh pemirsa. Wkwk. Dan kami diangkut dengan mobil pick up hingga ke ujung pelabuhan. Ya sallam…
![]() |
Pantai Kayu Angin |
![]() |
Patok Perbatasan Indonesia - Malaysia |
![]() |
Tugu Garuda Perkasa |
ooOoo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar