Senin, 14 November 2011

Manusia, Bumi dan Alam

Salah satu manfaat ketika aku mengikuti ekpedisi gunung Semeru beberapa waktu silam adalah bertemunya aku dengan beberapa teman dari berbagai latar keterampilan. Tentu saja salah satunya adalah teman-teman photographer. Entah apakah mereka benar-benar photographer profesional atau sekadar hobby, namun hasil jepretan mereka sangat memukau. Masing-masing photographer ternyata memiliki kekhasannya masing-masing. Tentu saja semua didasarkan kegemaran si tukang photo tersebut.


Tidak harus menggunakan kamera besar untuk menghasilkan gambar yang bagus, walaupun tentu saja kamera dengan resolusi  dan pencahayaan yang maksimal (maaf, tidak paham dengan istilah-istilah perkameraan,,hehe) akan menghasilkan gambar yang lebih baik. Salah satu hasil jepretan yang aku sukai adalah photo-photo dari Jeremy Adrian. Aku mengenalnya lebih dekat setelah kita bersama-sama satu tim untuk menghabiskan sisa waktu yang ada di kota Surabaya. Jeremy pernah mengatakan bahwa bumi, alam dan manusia itu adalah satu kesatuan. Artinya obyek yang ia ambil selalu mengakomodir ketiga unsur tersebut.

Aku sih tidak paham dengan dunia photography, hanya saja setiap perjalananku aku dan tentunya siapa saja, berusaha untuk mengabadikan setiap momennya. Dari semua hasil jepretanku, hampir seluruhnya tidak memuat objek manusia di dalamnya. Ya, aku memang lebih suka hasil photoku dengan warna dominan biru, entah itu biru laut atau biru langit. Aku terkadang enggan mengeluarkan kamera sakuku untuk mengambil gambar jika langit tak terlihat biru.

Setelah melihat hasil jepretan Jeremy, sepertinya aku juga mulai menyukai pendapatnya, yaitu memasukan unsur manusia dalam setiap objek photo. Awalnya aku beranggapan, bahwa sosok manusia yang 'pantas' diabadikan adalah manusia dengan wajah yang cantik atau tampan seperti halnya para model. Namun, kini aku mulai menyukai wajah-wajah 'biasa' yang sebenarnya lebih jujur dalam mengekspresikan kondisinya saat itu.

Dari sekian banyak koleksi photo dari hasil perjalananku, ternyata hanya segelintir atau tiga persen saja koleksi tersebut yang memuat unsur manusia di dalamnya. Apa saja kah itu....ini dia.

Judul : "Biarkan Ku Bersandar di Pundakmu"

Photo ini adalah photo pertama ketika aku mencoba mengabadikan objek manusia ke dalam sebuah hasil karya. Photo ini diambil ketika aku dan teman-teman pendaki berada di Stasiun KA Gubeng Surabaya. Ternyata, mengambil objek manusia (secara diam-diam) tersebut tidaklah mudah, selain momennya sangat tidak menentu, si 'model' juga bisa melabrak anda jika ia merasa terganggu dengan ulah kita. Solusinya adalah bergerak cepat, sebisa mungkin tak memperlihatkan gaya saat mengambil gambar.



Karena aku tak mengerti dunia perphotographyan (pengulangan alasan), jadinya hasilnya tak terlalu bagus. Photo ini diambil dengan jarak sekitar lima meter. Buat mas-mas yang terambil photonya, mohon maaf ya, tidak ada maksud apapun, selain untuk mempraktikan teori mengambil objek dengan memasukkan unsur manusia kedalamnya.


Judul : "Tawa Tanpa Kalsium"

Photo ini terlihat lebih terang, karena memang si model sadar dan berpose saat aku jepret. Tiga anak ini adalah anak-anak asli suku pedalaman Kalimantan. Suku dayak brusu. Saat aku photo, mereka sangat senang sekali, bahkan meminta untuk diphoto kembali. Potret ini adalah gambaran general dari anak suku asli pedalaman Kalimantan. Anak-anak yang tak dikenalkan secara intens dengan dunia pendidikan, meski telah digratiskan dan juga kurangnya kepedulian terhadap kesehatan diri. Judul yang diambil menyiratkan tentang pentingnya pendidikan kesehatan di usia dini. Anak-anak ini butuh kalsium gigi sepertinya.


Judul : "Sandal Semeru"

 Photo ini berjudul "Sandal Semeru". Dua pasang kaki pendaki ini adalah milik mba Mayos Maia dan mba Uni Herawaty, pendaki asal Sidoarjo Jawa Timur. Disaat pendaki lain membungkus kaki mereka dengan sepatu gunung, dua pendaki ini hanya menggunakan sandal saja, apalagi mba Mayos Maia yang hanya menggunakan sandal jepit. Saya tak membahas lebih dalam tentang baik tidaknya menggunakan alas kaki jenis ini ketika mendaki, tetapi lebih kepada apa yang tampak oleh lensa saya membuat saya mengabadikan objek ini untuk bersaing dengan keindahan panorama Semeru.


Judul : "Milik Berdua"
Photo yang ke empat diambil di kabin luar Kapal Penumpang Pelni saat pelayaranku menuju kota Palu provinsi Sulawesi Tengah awal Juli lalu. Objek ini menarik perhatianku saat aku bersama seorang teman (yang kukenal selama perjalanan) sedang duduk di kabin luar (semacam teras) di sebuah kursi panjang. Sementara dua wanita ini berada sekitar lima meter dari tempatku bersantai. Aktivitas memoto diri seperti ini sesungguhnya bukan lagi pemandangan unik, karena kita sering mendapatkan momen seperti ini di mana saja. Buatku, cukup menarik koq, karena mereka begitu asyiknya berpose sekaligus memotret diri diantara ramainya penumpang kapal. Benar-benar seakan kapal yang kita tumpangi hanya milik mereka berdua….ck.ck.ck.


Judul : "Laut Tak Searah"

Berikut adalah photo sepasang anak manusia (kekasih?) yang sedang menikmati sunset di tepi kota Manado. Tampak di seberang adalah gunung yang berada di pulau Manado Tua. Pulau Manado Tua merupakan satu gugusan dengan pulau Bunaken yang terkenal dengan biota lautnya yang membuat para penyelam dari belahan dunia beramai-ramai mengunjunginya. Keindahan panorama laut Manado terasa sempurna dengan objek manusia pada gambar ini, meskipun kedua insan manusia ini sepertinya sedang tidak sependapat, jika saya menterjemahkan dari wajahnya yang berlawanan arah.


Judul : "Masa Tua yang Renta"
Photo yang terakhir adalah photo dengan unsur manusia yang terbaru. Photo inilah yang aku buat dengan kesadaran sesungguhnya. Artinya, gambar ini aku ambil setelah aku memang meniatkan diri untuk mengambil objek tersebut. Berbeda dengan photo-photo sebelumnya. Objek dalam photo ini adalah seorang nenek yang sedang berjalan di sebuah desa di pedalaman Kalimantan. Tepatnya di desa Mendupo, Kecamatan Sesayap, kabupaten Tana Tidung, provinsi Kalimantan Timur.  



Sejujurnya saya bingung apakah judul yang tepat untuk menggambarkan potret seorang nenek yang berada di pedalaman seperti ini. Seorang nenek yang menggunakan kedabang, topi yang dibuat secara tradisional dari bahan daun pandan tersebut menemani aktivitasnya untuk pergi ke sungai. Sebuah potret gambaran hari tua yang mungkin tak akan jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Adakah judul yang tepat untuk gambar di atas?


ooOoo
Artikel Terkait
Comments
6 Comments

6 komentar:

  1. Wow!Saya pribadi suka foto yang berjudul " "dan "Laut Tak Searah"

    Gaya fotografi seseorang merupakan cerminan dari kepribadian unik si fotografer. Karena foto-fotonya merupakan wujud dari cara seseorang 'melihat' dunianya dan lalu merekamnya dengan alat (kamera). There's no right or wrong in photography. kecuali masalah teknis yang masih sangat bisa untuk dipelajari, diperbaiki dan disempurnakan. Cara melihat nomor satu, teknik nomor dua.

    Mengenai minat baru anda ini yaitu mengabadikan wajah-wajah manusia 'biasa'. Ada beberapa blog/web khusus yang membahas mengenai hal ini secara lebih dalam. Berikut adalah yang biasa menjadi referensi saya. Semoga berguna. Mungkin kita bisa berdiskusi lebih lanjut jika ada kesempatan.

    http://erickimphotography.com/blog/

    ebook gratis mengenai candid street photography.
    http://book.85mm.ch/GoingCandid.pdf

    Regards,
    Jeremy

    BalasHapus
  2. ...kalau boleh sumbang judul " " bisa juga 'Masa Tua Yang Renta",hehe...

    Iman sekarang punya hoby baru ya? btw, foto nya sengaja dibikin hitam putih ya man?

    BalasHapus
  3. @ Jeremy : Thanks bro...
    @ idhamjufri : langsung edit sob, untuk saran judulnya. hm...photonya memang sengaja diitemputihkan, lagi senang dengan dua warna itu, terkesan eksotis...hehe
    @ Hermawan Susanto : Terimakasih gan, salam kenal.

    BalasHapus
  4. Paling suka yang Sandal Semeru...cuma make sandal jepit bisa sampai puncak..:-)

    BalasHapus