Selasa, 04 Juni 2013

Tentang Kita ; Tentang Plawangan Sembalun Gunung Rinjani

Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Tak ada suara, kecuali gesekan daun pinus, deru angin yang menerbangkan benda atau mengepakkan tenda kita yang terpasak. Tak ada sesiapa di sini, hanya kita bertiga, berdua atau bersendiri. Pagi terang bersinar, hijau air danau terlihat jelas, lereng curam dan beberapa batang pohon seolah berbaris berjalan. Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.


 Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika semua pendaki menuju impiannya, kita disini saling bercengkerama. Berusaha menyalakan api dari sisa-sisa dahan yang berjatuhan. Beriringan mengambil air minum dari sumber alam yang menyejukkan. Berdampingan menggelar alas pintalan benang menyiapkan menu sarapan. dan kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.



Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika kau bercerita tentang Arema ataukah Barito Putera. Ketika kau tak setuju jika kupuja artis Julia. Ketika kukatakan tak ada yang lebih indah dari dada dan bokong Julia. Ketika kau dan dia mengerutkan dahi membiarkan cerita kita seolah kemasan canda. Kita hanya bercerita, sesekali kita tertawa dan membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.


 

Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika aku berdiri diatas tebing memintamu mengambil gambar dari bawah sana. Ketika kita bergantian bergaya di depan lautan awan di tebing sana. Ketika kita mengulang gaya, merubah gestur hingga memperbaiki konstruksi wajah agar terlihat lebih indah. Kita hanya bertiga, dan membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.

 

Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika aku dan dia berjalan melihat sedikit edelweis yang belum berbunga. Ketika kau bersendirian menjaga tenda. Ketika kau berteman dengan primata yang hendak menyapa, menunggu terlupa, atau lengah hingga si primata mencuri apa yang kau punya. dan Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.




Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika aku dan dia berjalan melihat curam tebing menghijau. Ketika kau kami biarkan bersendirian di sudut plawangan. Ketika aku dan dia duduk berlama diantara ilalang dan sedikit bebatuan. Melihat jalur yang telah kita lewati bersama, dan memperhatikan jalur yang akan kita turuni bersama. Ada cerita tentang kita, tentang aku, tentangmu, tentangnya bahkan juga tentang mereka. ketika kita membiarkan sinar surya membakar kulit kita, mencoba menerjemahkan apa yang hendak kita inginkan dari perjalanan kita. Kita terdiam, berdiam, dan membiarkan angin yang menterjemahkan semuanya. Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita.


 

Kita hanya membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Ketika kepayahan menyerang diantara kita. Ketika perlengkapan menyulitkan kita. Ketika rencana tak berjalan semestinya. Ketika kita hanya berdiam di atas plawangan dan tak tahu harus berbuat apa. Kita memang membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan tenda kita. Tetapi kita, aku, kau ataupun dia, tak akan pernah membiarkan angin-angin kencang itu mengusik kebersamaan kita, memecah impian kita, merampas tekad kita. Kita tak akan membiarkan angin-angin kencang itu membunyikan egois kita.




ooOoo 


Artikel Terkait
Comments
2 Comments

2 komentar:

  1. Kak super sekali kak tulisannya! Jadi kangen Rinjani banget :))

    BalasHapus
  2. Terima kasih. tulisan ini menggambarkan, bahwa satu hari kami isi hanya untuk memulihkan tenaga, dan saat itu tak banyak pendaki. Kami tidak jadi summit karena salah satu dari kita sedang dalam kondisi tidak prima, dan kita memutuskan untuk tetap summit bersama esoknya. Jadinya, seharian di Plawangan Sembalun sambil melihat pendaki lain yang telah selesai dari puncak.

    Kami tetap bersama, dan itulah keindahannya.

    Terima kasih Wira.

    BalasHapus